Friday, June 27, 2014

"PLEASE AHOK, KEEP RAHASIA JOKOWI TERLIBAT KORUPSI BUS KARATAN... (tamat kami nanti...)"

 
               (Image source: politik.kompasiana.com)

Blogspot. Ketika itu menjelang Pilkada DKI, Jokowi duet dengan Ahok mendapat serangan SARA, mereka tidak setuju kalau sampai Ahok yang bukan Muslim memimpin DKI. Lalu dihembuskanlah ayat-ayat suci, haram, murtad, dan lain-lain, kalau umat Muslim memilih pemimpin yang bukan Muslim. Tapi karena ternyata Jokowi Muslim, maka dalil tersebut tidak mutlak benar, maka dibelokkan lagi, bagaimana jika Jokowi berhalangan tetap dan juga sudah terbukti Jokowi telah meninggalkan warisan kepemimpinan kafir seperti di Solo, maka itu akan terjadi di DKI kalau memilih Jokowi-Ahok. Masuk akal dan hampir terjadi walau ternyata bukan karena berhalangan tetap.

Lalu saya jadi ingat, ketika doeloe Megawati ikut Pilpres, yang dihembuskan SARA juga, katanya Wanita tidak boleh jadi pemimpin. Sepertinya mereka-mereka itu selalu benar, walau saya jadi bingung. Lebih bingung ketika dari waktu Pilkada DKI dan Pilpres sekarang, selalu mencari-cari silsilah Jokowi, dan dihembuskan bahwa Jokowi itu bersilsilah Kristen dan atau Cina. Padahal kalau dilihat dari contoh-contoh yang ada, seperti misalnya Benazir Bhutto adalah wanita yang menjadi pemimpin dinegara yang mayoritas juga Islam. Lalu kalau Gubernur, sepertinya ada juga Gubernur di republik ini yang bukan Muslim. Bahkan Ahok juga pernah jadi Bupati di kota yang mayoritas Muslim. Apakah mereka yang memilih Benazir Bhutto dan juga yang memilih Ahok waktu jadi Bupati itu Islam-nya tidak benar? Dan yang lebih konyol, mengetahui semua tokoh Partai maupun yang tidak punya partai yang mempermasalahkan SARA itu, ternyata dalam Pilpres 2014 ini berkoalisi ke Capres yang jelas bersilsilah bukan murni Muslim. Jadi ada apa gerangan? Kenapa tidak konsisten?

Apakah mereka mempermainkan agama, memlintir agama, atau bagaimana? Yang sangat saya ingin sampaikan, pemimpin agama itu bukankah biasanya kita sebut Imam? Dan Imam itu tidak ada dalam Politik. Maka sebaiknya jangan campur adukkan agama dan politik, agama adalah sesuatu yang sangat mulia.

Tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini, apakah situasi sekarang ini adalah kehendakNya untuk meyodorkan cermin kemereka agar segera menyadari bahwa apa yang mereka lakukan dengan mencatut agama untuk ditunggangi sebagai kendaraan politik adalah salah. Islam adalah “rahmatan lil ‘alamin”, makna singkatnya adalah: “Agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta.” Maka sudah bernarkah kita membawa-bawa agama Islam untuk meng-kavling tentang boleh atau tidak seseorang untuk dipilih di ranah politik? Mohon maaf kalau salah, karena memang saya sangat tidak paham tentang hal itu.

Ada yang mengatakan total uang negeri ini yang berputar di JABODETABEK ada di kisaran 70~80 persen. Saya tidak tahu apakah hal itu betul atau tidak, juga ada yang mengatakan uang “haram” atau uang liar yang biasa bisa dibuat bancaan juga sangat besar. Apakah gara-gara hal itu sehingga mereka tidak takut masuk neraka untuk memperebutkannya?

Lalu mereka berkoalisi ke Capres tertentu dengan salah satu alasan lain adalah, supaya Ahok tidak otomatis menjadi Gubernur kalau Jokowi menang, karena Ahok adalah kafir! Dan saya usil melihat dari sisi lain, Jokowi dan Ahok adalah orang-orang jujur yang berprinsif, mereka sangat berani berpegang pada konstitusi. Jadi kalau Jokowi menang, bisa jadi lahan untuk bancaan ada kemungkinan akan lenyap. Coba bayangkan, kalau mereka sudah sangat resah karena Jokowi dan Ahok memimpin DKI uang bancaan-nya sudah sangat susah, bagaimana kalau Jokowi jadi Presiden? Kalau Pemerintahan yang dalam hal ini kita lebih soroti ke Kementrian-Kementrian dipilih orang-orang yang bersih, bukankah lebih berabe? Pupus sudah rente yang bisa untuk bancaan. DKI susah karena ada Ahok, Pemerintah Pusat juga akan susah karena akan ada Jokowi. Itulah kaca-mata saya kenapa mereka mati-matian jangan sampai Jokowi menang. Bodo amat rakyat tidak sejahtera, yang penting aku makmur! Mungkin tidak sadar mereka akan melakukan itu. Dan keblingernya …..ternyata banyak yang mendukung, entah karena tidak sadar maka terjerumus atau karena merupakan bagian dari penikmat uang haram? Atau kaca-mata saya yang mulai rabun?

Untuk lebih meyakinkan ketebalan kaca mata saya, sorotan lainnya adalah: Sudahkah Anda mencermati apa yang sudah mereka perbuat terhadap Jokowi dan Ahok ketika mereka bersama menjadi pemimpin DKI. Lalu coba ingat-ingat perlakuan terhadap Gubernur-Gubernur sebelumnya yang tidak pernah mendapat perlakuan seperti mereka. Padahal sangat nyata Jokowi dan Ahok jauh lebih bersih bukan? Ada yang mengecam Ahok urak’an/arogan, kasar dan lain-lain. Lalu Jokowi dituduh korupsi proyek bus Trans Jakarta, kenapa tidak tanya Ahok saja Jokowi terlibat korupsi itu atau tidak? Bukankah dalam hal Pilpres ini Bos-nya Ahok juga ikut nyapres? Jadi kalau Bos-nya yang nanya mestinya Ahok tidak akan bohong bukan? Karena kalau mereka dibilang tidak paham tentang trik semacam itu, rasanya kok mustahil bukan? Apa iya saya lebih tahu dari Fadli Zon? Impossible! Percayalah hal-hal semacam itu tidak akan dilakukan, karena mereka lebih suka ketataran gosip karena memang yang ada ya hanya gosip.  Jadi saya sangat heran ketika ada Mahasiswa demo di KPK untuk minta menangkap Jokowi, padahal Kejaksaan Agung juga sudah menyatakan tidak ada(belum ada) tanda-tanda keterlibatan Jokowi. Semoga bukan karena terima bayaran maka demo itu ada. Karena saya melihatnya sedikit rancu, kenapa kalau ada korupsi dibawah Gubernur maka Gubernurnya harus langsung ditangkap karena pasti terlibat? Kenapa waktu Menteri Agama yang sudah jelas dinyatakan tersangka oleh KPK kok tidak demo minta Presiden untuk ditangkap KPK? Apa iya mahasiswa itu sebegitu parahnya?

Duit-duit-duit, sekali lagi duit. Itulah sebabnya mereka begitu ingin melengserkan Jokowi dan Ahok, itulah motivasi paling kuat yang saya lihat dari mereka, bahkan rela menjual agamanya demi duit. Tapi sungguh kali ini mereka terjerumus dalam dilema, karena ternyata mereka terperangkap dalam SARA-nya sendiri. Maka kali ini mereka tidak tampak bersuara dengan nyata, yang ada adalah gerilya dengan tabolid hitam atau mungkin kotbah-kotbah terbatas yang tidak disebarkan dengan terbuka. Takut menepuk air dalam dulang.

Kalau memang mereka lebih peduli dengan kesejahteraan rakyat, bukankah sebetulnya mereka jangan mengecam Jokowi atau Ahok yang tujuannya untuk menjatuhkan. Saya tidak mengatakan bahwa Jokowi atau Ahok tidak boleh dikritik, bukan itu, tapi saya lebih melihat mereka sangat ingin menjatuhkan mereka berdua justru karena mereka berdua tidak bisa diajak kompromi bancak’an uang rakyat atau uang Negara! Itulah yang terjadi kalau Negeri sudah terlalu lama terlena kebobrok’an, orang jujur justru dianggap enemy. Menyedihkan sekali Bangsa ini. Coba bayangkan, kalau awalnya mereka berprinsip jangan pilih Jokowi karena Ahok otomatis akan jadi Gubernur, bukankah itu alasan yang blunder? Ternyata jadi Gubernur DKI lebih hebat dari pada jadi Presiden! Dan semua itu sangat jelas terlihat, mereka sebetulnya sangat jauh memikirkan kesejahteraan rakyat, tapi lebih tersirat memikirkan uang rakyat yang bisa dipakai bancaan, menyedihkan! Saya akhiri saja dari pada saya semakin tidak paham tentang keadaan kita sekarang. (SPMC SW, Juni 2014)
.
————————
.
 
Catatan:
Untuk mereka yang setuju dengan artikel ini, sangat senang kalau mau menyebarkan lebih luas lagi. Seperti misalnya dengan cara Copas artikelnya, publish di lapak Anda sendiri, syukur kalau mau kasih judul maupun gambar yang berbeda, siapa tahu akan lebih menarik orang untuk membaca. Dan itu lebih baik bukan? Tentu saja untuk mereka yang sepaham menginginkan Negeri tercinta ini tidak lebih lama lagi terpenjara SARA dan korupsi yang semakin merajalela. TQ. Salam 2 jari. (SW)

No comments:

Post a Comment