Wednesday, February 25, 2015

PRESIDEN "ANAK PAPI' || #PuisiSensi

~~ PRESIDEN "ANAK PAPI" ~~
'THOUSAND FRIENDS ZERO ENEMY' 
(#PuisiSensi)

                                                        (rakomsulut.com)

'Thousand Friends Zero Enemy'
Warisan "papi" jadi kontroversi hati
Haruskah tetap dikiblati?
Demi jadi anak papi
"Tunduk" pada semua Negeri

'Thousand Friends Zero Enemy'
PM Kangguru ungkit bantuan tsunami
Rakyat NKRI terusik harga diri
Galang koin balikin bantuan tsunami
Rakyat Kangguru juga timpali
"Tujukan Perdana Menteri bukan Aussie"

'Thousand Friends Zero Enemy'
Pemerintah NKRI sepi tanggapi
Moga bukan karena tak berani
#CoinsForAbbott gantikan #CoinsForAussie
Kenapa itu terjadi?
Apa bantuan itu uang pribadi?
Perdana Menteri wakili suara Negeri

'Thousand Friends Zero Enemy'
Andai Presiden berani
Bersurat pada DPR RI
Agar bahas balikin bantuan tsunami
Karena itu ranah politik sangat sensi
Usik sanubari seisi Negeri
  Walau banyak Satu Miliar Dolar Aussie
Lebih mahal "rasa kegi" seisi Negeri

'Thousand Friends Zero Enemy'
Apa jadi halang Pemimpin Negeri?
NKRI telan getir ulah Perdana Menteri
Manfaatkan situasi demi citra diri
Balikin saja sumbangan tsunami
Harga diri negeri bukan dikalkulasi
Apalagi hitung untung rugi
Pertahankan dengan tindak berani
Bukan penakut seperti "anak papi"

'Thousand Friends Zero Enemy'
Apa batasi merdeka Negeri?
Ketika rakyat galang koin untuk Aussie
Petunjuk bagi Pemimpin Negeri
Agar balikin sumbangan tsunami
Prediksi akan ganti permalukan Aussie
Tamat karir politikus Perdana Menteri
Lebih bermartabat dari berdiam diri
Sayang balikin atau takut enemy?
Atau tak terpikir sama sekali?

'Thousand Friends Zero Enemy'
Apa Pemimpin ini juga terasuki?
Atau memang begitu sifat asli?
Penakut atau hati-hati?
Terbaca bagai "anak papi"
Presiden Samba permalukan NKRI
Hinaan, balas tarik Dubes sendiri
Kalau boleh samakan cerita ini
Ketika utusan kita diludahi
Benar suruh balik Negeri sendiri
Kenapa hanya protes keras sekali?

'Thousand Friends Zero Enemy'
Geregetan maaf jadi ngompori
Andai aku wakili Presiden Jokowi
Benar panggil Dubesnya oleh Menteri Luar Negeri
Tapi aku tidak perintah protes keras sekali
Tanpa ba-bi-bu kuminta bilang: "Siapkan diri"
"Tinggalkan Negeri ini dalam tiga hari"
Lebih bermartabat dari pada seperti ini
Protes keras Menlu tak kunjung ditanggapi
Apa hebat kita, adai mereka nanti bilang sori?
Ibarat terlanjur diludahi ngarep barter kata sori
Tunjukkan pada Dunia, kita juga pemberani

'Thousand Friends Zero Enemy'
Harusnya tidak jadi kekang diri
Waktoe itoe saya lihat di tipi
KETIKA kapal perang tetangga intimidasi
KETIKA mereka bangun mercusuar langgar janji
KETIKA banyak TKI dituduh rampok ditembak mati

KETIKA Sipadan dan Ligitan, kita dikibuli
KETIKA penamaan kapal perang diprotes Negeri mini
KETIKA, KETIKA, KETIKA, .... masih banyak lagi
Kita hanya mampu protes keras sekali
Galak, garang, 'cakar-cakaran' sendiri dalam Negeri
Aku rindu punya Pemimpin berani
Tegas menjaga martabat Negeri

'Thousand Friends Zero Enemy'
Segera ganti slogan ini
Berani karena benar tetap dihargai, bonusnya disegani
Dari pada bangga jadi anak papi
Di-injak-injak-pun harus menahan diri
Lupa telah dilecehkan karena hantu enemy
China, Rusia, Australia, Inggris, Jepang, Kanada, Turki
Prancis, Jerman, Spanyol, Amerika, Bulgaria, Itali
Irak, Iran, Belanda, Belgia, Swiss, dan banyak Negeri
Lakukan "persona non grata" demi kehormatan Negeri
Lupakah kejadian di Irak oleh wartawan pemberani?
Presiden AS dilempar sepatu walau harus dibui
Kini telah dibuat patung sepatu untuk pemberani
Andai tentara kita berani tembak kapal perang intimidasi ...

(SPMC SW, Blogspot, Februari 2015)

                                                        (ciricara.com)


------------------------------
Puisi-puisi Sensi:

"TELANJANGI DEWAN PENIPU RAKYAT" || #PuisiSensi

http://t.co/AcxqJMtUz9

---------------------------

PRESIDEN "ANAK MAMI" || #PuisiSensi

http://t.co/7T1O9Wrs5B

------------------------------

Sunday, February 8, 2015

"TANGKAP EMPAT CICAK MODAL BARTER SATU BUAYA" || #KETIKA

(”ANTAH BERANTAH TERNYATA NEGARA SALAH KAPRAH”)

14234209202137629131
elmoudy.com

Kompasiana. KETIKA Rabu lalu melihat acara tipi “Mata Najwa”, korban-korban rekayasa hukum itu sungguh menyedihkan, itu yang disingkap, berapa “juta” yang tidak di-expose? Bukankah itu semua diawali dari sistem kerja Polisi?
 
KETIKA terungkap heboh Labora Sitorus yang ternyata sudah hampir satu tahun tidak ada dalam penjara padahal katanya tahun lalu sudah diputus 15 tahun penjara oleh MA, sangat miris mendengarkan pernyataan-pernyataan semua pihak, termasuk pejabat-pejabat paling tinggi di-institusi yang berkaitan dengan kasus tersebut. Bagaimana tidak miris, ketika jurnalis menanya tentang LS sambil menginfokan bahwa LS ada dirumahnya dan Sang Pejabat menjawab “…itu kan katanya …”, lalu menerangkan status DPO dan sedang kerja sama dengan Polda setempat untuk memburu LS. Itu jelas pejabat yang kurang update informasi, atau “robot” yang terpaku protap pokoknya-pokoknya, dan jelas selalu menganggap titahnya paling benar. Atau menganggap tipi-tipi merekayasa berita? Padahal ingat saya setidaknya melihat tiga saluran tipi beberapa hari sedang hot menyiarkan “live” komunikasi dengan LS (salah satunya adalah KompasTV, Red) yang tanpa tedeng-aling-aling mengaku ada dirumah, dan juga cerita sebelum kasusnya heboh, hampir tiap hari ada pejabat dari beberapa institusi yang tandang menemuinya untuk silaturahmi …… Lalu saya menerawang membayangkan kejadian silaturahmi tersebut, bukankah sangat mungkin “ada gula ada semut”?  Atau jangan-jangan dijadikan ATM TST (tau sama tau) …. Maaf kalau saya terlalu berimprofisasi dalam membayangkan, itu hanya ber-andai-andai lho, bukan menuduh! Mendengarkan apa yang diterangkan oleh LS tentang kasusnya, pendapat akhir saya adalah, LS itu Polisi ….. kalau Polisi ber-perkara saja “merasa” direkayaya, dikorbankan, ditumbalkan, dikriminalisasi, dizalimi, dibohongi dan entah apa lagi ……, bagaimana kalau rakyat kecil tertimpa masalah, bukankah sering kita dengar ceritanya bahkan yang tidak-tahu-menahu sekalipun tanpa ba-bi-bu bisa langsung masuk penjara? Bukankah apa yang ditampilkan di acara Mata Najwa pada Rabu lalu semakin menguatkan pameo tentang “fenomena gunung es”?
 
KETIKA ingat cerita yang sudah lupa detailnya, itulah sebab saya tak ingat lagi siapa yang menceritakannya, juga apakah cerita itu masih relevan untuk disimak? Waktoe itoe samar-samar yang saya ingat ceritanya begini, ketika ada kejadian kebakaran pada pabrik yang diasuransikan, yang punya pabrik datang melihat karena kejadiannya pada malam hari setelah pabriknya tutup. Lalu “oknum” pemadam kebakaran yang tahu situasi menanyakan pada sang bos, “disemprot engga bos?” Itulah pertanyaan bersayap, karena si bos sudah tahu situasi dan gelagatnya, bukankah tidak ada yang gratis dalam hidup ini? Si bos akhirnya meninggalkan lokasi tanpa memberikan jawaban untuk menghindari “pemerasan”, dalam hatinya mungkin mengatakan, “terserah Andalah, sudah saya asuransikan ini.” Syukur kabarnya Institusi Pemadam Kebakaran sudah banyak mengalami perbaikan, karena kejadian itoe memang soedah sangat lama, mungkin lebih seperempat abad yang laloe. Tapi inti cerita saya adalah kelanjutan dari peristiwa itu. Untuk  claim asuransi dibutuhkan surat pernyataan dari kepolisian, “konon” disitulah terjadi tawar menawar untuk mendapatkan surat pernyataan yang dibutuhkan sebagai syarat kelengkapan claim asuransinya dapat diproses lebih lanjut, dan kabarnya nilai surat pernyataan itu beberapa persen dari nilai tanggungan asuransinya. Maaf kalau itu hanya rumor, atau tidak pernah terjadi, tapi itulah cerita yang berkembang disebagian masyarakat, dan sebetulnya itu bukan uang kecil, kalau nilai tanggungan asuransi pabriknya sekarang sampai ratusan milyar, bukankah sangat besar untuk sepuluh persennya saja? Lalu pertanyaan selanjutnya, kalau “seandainya” ada kejadian tersebut, apakah uang-uang pungutan itu ada kwitansinya? Apakah masuk kas Negara? Bukankah hal itu juga termasuk salah satu alasan Gubernur DKI akan menaikkan gaji Lurah/Camat/Walikota karena adanya pungutan persentase jual beli properti? Kalau tidak salah ingat, saya lihat di tipi Ahok sempat nyeletuk satu persen pungutan “liar” transaksi jual beli properti.
 

KETIKA di DKI masih ada angkutan umum berplat nomor hitam, kejadian beberapa tahun lalu yang pernah dihebohkan, tapi sampai sekarang tidak mampu memberantas, entah siapa yang paling kebangetan? Kalau dibilang tidak tahu, bukankah rakyat umum yang menggunakan jasanya saja tahu? Padahal itu adalah kejadian yang juga termasuk memberikan penilaian negatif terhadap Institusi yang bertanggung jawab, bisa jadi Institusi DLLAJ dan Polri. Padahal kalau mau, seandainya saja semua angkutan umum plat hitam itu didata, lalu plat nomornya diganti dengan plat nomor kuning dengan fasilitas GRATIS untuk pengurusan pertamanya dan peresmian jalurnya, saya percaya itu lebih bermartabat untuk semuanya, dari pada dibiarkan justru menggambarkan ketakberdayaan Institusi yang juga merupakan penegak hukum itu sendiri. Apalagi kalau pembiarannya dengan alasan “karena sudah dari dulu terjadi”, ngenes dot com!
 
KETIKA beberapa hari yang lalu heboh pemberitaan video oknum Polisi menerima mel/saweran/sogok’an/tip di bunderan HI untuk metromini yang akan memutar, percayakah Anda bahwa hal-hal kecil itupun juga termasuk degradasi kepercayaan masyarakat terhadap Polri? Lalu pernyataan pimpinannya adalah, bla-bla-bla …..sambil ditambahkan, itu terjadi dua sisi, sebaiknya jangan ada oknum yang menyogok, karena kalau tidak ada yang menyogok bukankah peristiwa itu tidak terjadi? Hayo ….kurang wise apa? Masuk akal dan rasional bukan? “Iya” …sepintas dan secara awam, dan itu tergantung sudut pandang, tapi kalau boleh melihat dari sisi berbeda, semoga tidak ada yang memberi stempel saya selalu menyalahkan pihak Polisi, karena sejatinya saya sangat mengharapkan adanya perubahan kebaikan Negeri ini, dan Polri punya andil yang sangat penting untuk perubahan itu, atau kalau boleh dikatakan dengan cara lain, kalau Polri baik saya sangat yakin Negeri ini akan baik. Jadi memang Polri amat sangat penting di Negeri ini, bisa jadi jauh lebih penting daripada KPK, karena Polri bersinggungan dengan semua aspek kehidupan rakyat, sedangkan KPK “hanya” masalah korupsi saja, walau saat ini kenyataannya justru korupsilah salah satu penyebab utama rusaknya Negara, dan ngenesnya oknum Polri juga tidak sedikit yang terlibat korupsi itu. Kembali kemasalah saweran untuk memutar dan sudut pandang berbeda versi kacamata saya atas tanggapan yang diberikan. Kalau ingat kita pernah sekolah, didalam kelas biasanya selalu saja ada murid yang bandel atau berkelakuan sangat berbeda dengan yang lain, mungkin lebih egois, mungkin merasa sok jago, dan banyak lagi sifat lain, itu baru satu kelas, belum kalau satu sekolah, lalu bagaimana kalau gabungan manusia satu kota, apalagi yang namanya DKI, yang konon kabarnya tidak kurang dari 10 juta jiwa penghuninya. Sifat apa yang tidak ada didalamnya? Semua berlomba untuk semudah mungkin bersaing mencari duit dibidangnya masing-masing, kalau ada yang saling sikut dan mau menang sendiri, tentulah sangat banyak dijumpai. Disitulah salah satu pentingnya dibutuhkan keberadaan Polri, untuk jadi wasit, bukan untuk pro kesalah satu pihak dengan mau menerima suap. Pemikiran itu yang menyebabkan secara pribadi saya LEBIH menyalahkan “oknum” Polisi yang menerima suap, tapi bukan berarti membenarkan yang menyuap. Jadi sangat jelas terlihat bukan, kalau Polri baik akan menggiring dan mengajarkan atau bahkan bisa memaksa rakyat menjadi baik. Tapi percayalah kasus “kecil” itu akan berlalu begitu saja …..hehehe …..
 
KETIKA kembali mengaitkan artikel ini dengan Serial Cicak vs Buaya, dan mencermati pernyataan-pernyataan egois banyak orang yang merasa terhormat sambil ngotot berpendapat “bijak”, “sebaiknya rakyat perlu diingatkan bahwa Polisi tidak selalu salah dan KPK tidak mungkin selalu benar”, mungkin tidak tepat berkata begitu, tapi setidaknya itu makna yang saya tangkap. Betapa arif-nya wejangan mereka melihat fenomena banyaknya rakyat yang lebih pro “Cicak” dari pada “Buaya”, hanya sayang mereka lupa (atau melupakan?) sejarah.  Menurut saya, andai ke-arif’an mereka tidak menyingkirkan fakta atau mau menelaah, kenapa rakyat banyak yang lebih pro Cicak? Apakah pro Cicak itu karena bayaran?  Paragraf-paragraf KETIKA diatas sengaja disusun sebagai gambaran atau sejarah timbulnya rasa kenapa rakyat memihak yang mana. Jadi bukan hanya ujug-ujug lebih pro Cicak. Dapatkah Anda menambahkan paragraf-pargaraf KETIKA yang menggambarkan sagat parahnya KPK supaya lebih seimbang? Atau saya coba ya, tapi maaf sebelumnya karena saya bukan siapa-siapa, maka keberpihakan itu tentulah tidak dapat saya hindarkan.
 

KETIKA BW di-tersangka-kan pada kasus waktu yang bersangkutan sebagai Pengacara, itu hampir tidak rasional menurut banyak tokoh yang lebih moderat, dan saya juga lebih pro pendapat itu, walau saya tidak mengupas kasusnya. Lalu AS di-kulik tentang pertemuan haram dengan tokoh politik PDIP, bukankah itu namanya pelanggaran kode etik, kok larinya ke Bareskrim juga? Semoga bukan karena memaksakan, tapi hanya kerena alpha. Lalu disusul cerita masa lalu tentang keterlibatan pembuatan Paspor, terus terang yang ini agak susah dipahami karena saya hanya mencermati sepotong-sepotong. Yang ingin saya tanyakan adalah, apakah PASPOR-nya palsu? Apakah yang mengeluarkan/membuat PASPOR adalah AS? Begitu juga pertanyaan tentang KTP yang biasanya merupakan syarat kelengkapan pembuatan Paspor, apakah PALSU dan dibuat oleh AS? Lalu apakah orang yang menerima jasa tersebut memalsukan data, misalnya merubah nama, merubah umur, dan Paspor yang didapat digunakan untuk penipuan atau tindak kriminal yang lain? Apakah kasus itu bukan “percepatan” karena adanya sogok’an (per-calo'an) dan itu sangat mungkin masih terjadi dibanyak tempat di Negeri ini, mungkin sangat relevan kalau dikaitkan dengan pembuatan SIM, “konon” ceritanya kalau lagi ada sidak atau tidak boleh menggunakan calo, jangan harap Anda sekali lulus dan bisa dengan mudah mendapat SIM, bukankah itu “cerita” rahasia umum yang bahkan terjadi ditubuh Polri sendiri? Tentang pembuatan SIM, bukankah kalau mau pakai logika rasional, kenapa kalau pakai calo tiba-tiba rakyat pembuat SIM bisa begitu “pandai” dan lulus semua, tapi kalau tidak pakai calo kok bisa “bodo” semua? Berapa banyak TKI yang memalsukan data pembuatan KTP dan PASPOR yang akhirnya berujung pada masalah bahkan terjadi penyiksaan, dan sangat mungkin masih terus berlangsung, sudah berapa puluh tahun terjadi dan tidak kunjung habis masalahnya? Waktu E-KTP belum dilaksanakan, bukan rahasia umum lagi berapa banyak warga BABODETABEK kemungkinan punya 2 KTP? (Atau masih ada yang punya sampai sekarang?) Bukankah dibalik itu semua ada bejibun oknum yang juga harus dipermasalahkan? Hibah Senpi juga jadi masalah, memang seharusnya ijinnya diperpanjang, tapi jadi “sangat” masalah, padahal sayup-sayup kita masih ingat kasus serupa yang menimpa anak pejabat, pengacara, juga mantan pejabat dan penanganannya tidak sampai seperti yang terjadi pada AS. Saya tentu saja tidak berkapasitas membela atau membenarkan apa yang telah dilakukan AS, tapi sebagai rakyat …. hanya melihat lalu merasa ada ketidak samaan perlakuan didepan hukum oleh Polisi sebagai penegak hukum, termasuk ketika menangkap dan mem-borgol BW ber-argumentasi “kesamaan” didepan hukum. Lalu mengandaikan jika ada pejabat Polisi dengan bintang dipundak ditangkap KPK dengan di borgol, dapatkah Anda membayangkan apa yang akan terjadi? Bukankah ketika BG dipanggil KPK rumahnya dijaga extra ketat oleh Polisi, itu yang saya lihat di tipi. Bagaimana kalau BG misalnya waktu itu langsung ditangkap oleh KPK dengan cara di-borgol? Apakah Polri mau dan bisa menerima seandainya KPK beralasan “kesamaan” didepan hukum?
 
KETIKA begitu banyak masalah bak cendawan dimusim hujan tiba-tiba menimpa pimpinan KPK, logika saya hanya masalah AS yang silahkan kalau mau dilanjutkan, itu semua karena terjadinya masalah ketika AS menjadi pimpinan KPK. Masalah pertemuan haram dengan tokoh-tokoh PDIP yang layaknya ada di ranah Komite Etik, dan kepemilikan Senpi yang kedaluwarsa ijinnya kalau memang benar ada peristiwa itu. Sedangkan kasus-kasus yang lain, saya justru bertanya apa kerja tim yang dulu memilih mereka sebagai Pimpinan KPK? Bukankah ada keterlibatan DPR juga dalam pemilihan tersebut? Bahkan sangat mungkin juga ada sumbang pendapat dari Polri atas kelayakan sang calon. Jadi salahkah kalau rakyat berpendapat bahwa kasus-kasus yang diungkit sekarang ini terhadap pimpinan KPK tidak lebih sebagai “kriminalisasi”?
1423421367220095589 
lifestyle.kompasiana.com

KETIKA “menduga”, sekali lagi MENDUGA berdasarkan pernyataan-pernyataan para pengacara, tokoh politik dan ahli tatanegara yang pro pengangkatan BG sebagai Kapolri, yang intinya menyatakan : “Sebaiknya semua pihak menurunkan tensi masing-masing, dan tidak melanjutkan masalah-masalah supaya tidak bertambah runyam”, lalu menyarankan Presiden menggunakan hak-nya untuk “mengesampingkan” semua masalah yang disengketakan demi ketentraman/kebaikan Negara ….garis merahnya adalah, mengesampingkan dulu masalah BG, BW, AS dan semua pimpinan KPK lain. Wow ….. Itulah permainan catur yang dipikir bermain sangat cantik, terlihat seperti win-win solution …..bukan main! Masalah pelanggaran hukum kok mau dibarter? Jadi ingat ancaman ISIS yang mau barter tawanan …..kalau sampai terjadi mengurus Negara dilakukan gaya preman seperti itu …..mau dibawa kemana Negeri ini? Ternyata kriminalisasi itu bertujuan untuk mempunyai amunisi barter toh? Mungkin akan sangat terlihat murah hati kalau 4 tukar 1, alias 4 pimpinan KPK barter dengan satu kasus BG. Semoga Presiden tidak terjerat cara berpikir “gaya preman” walau dengan dalih yang tampak rasional, AS atau siapapun kalau terpaksa boleh saja dipecat dan diganti, tapi jangan sampai terjadi barter dengan dalih ditakut-takuti akan terjadi kisruh Negara, bukankah Panglima TNI juga sudah mengeluarkan pernyataan jaminan keamanan Negara akan tetap terjaga? 
 
KETIKA degradasi terhadap “Buaya” itu terjadi, kalau kita mau mencermati yang sesungguhnya, bukankah memang atas akumulasi perbuatan mereka sendiri? Jadi revolusi mental itu sungguh sangat dibutuhkan, tapi tidak semudah membalikkan tangan, butuh minimal satu generasi, itupun perlu dilakukan secara revolusioner, tapi kalau seperti sekarang yang terjadi …. Saya menduga perubahan itu paling cepat terjadi pada cicit kita. (SPMC SW, Februari 2015)
 

                     (Republik-gondes.blogspot.com)

Catatan:
Mohon maaf kalau artikel ini banyak yang kurang berkenan, dan sesungguhnya saya hanya sangat menginginkan Negeri ini menjadi lebih baik, dan pendidikan moral untuk anak-anak di Sekolah Dasar adalah sangat penting untuk generasi yang akan datang. Jangan berharap terlalu singkat untuk memperbaiki Negeri ini, siapapun Presidennya, karena kerusakannya memang sudah sangat parah. (SW)