Sunday, June 29, 2014

"KUPAS 1001 MACAM DOSA JOKOWI PADA ULTAH AHOK HARI INI"





                             (Image source: smileyvault.com)

Blogspot. Penuh pencitraan, blusuk’an selalu membawa wartawan bayaran. Tudingan yang sudah berlangsung setelah Jokowi jadi Gubernur DKI dan waktu itu survei-nya sangat tinggi untuk digadang-gadang jadi Capres. Saya pernah mengupasnya di artikel dengan judul “Ternyata Gubernur DKI Memang Tidak becus!!” (***) Intinya adalah, hasil blusuk’an Jokowi waktu itu juga ditayangkan di TVONE, juga disemua tipi dan juga semua media berita. Jadi kalau dituding membawa wartawan bayaran, ya tidak salah …..kalau tidak mendapat bayaran …..kasihan keluarganya wartawan mau dikasih makan apa? Tapi yang pasti bukan Jokowi yang bayar gaji mereka, karena mereka bukan karyawannya Jokowi, dan Jokowi juga tidak punya tipi maupun koran berita. Kalau ada kecurangan, kalau tuduhannya benar, apakah yang punya media-media itu akan mendiamkan? GOSIP!

Jokowi sudah disumpah dan pernah berjanji akan menjadi Gubernur selama 5 tahun.
Semua pemegang jabatan di Negeri ini akan disumpah semacam itu. Maka ketika Jokowi belum selesai jadi Walikota Solo, ada yang merasa sangat berjasa karena katanya beliau-lah yang mengusulkan agar Jokowi dijadikan Gubernur di DKI, bagaimana logika berpikirnya? Tapi kalau mereka yang beragumentasi selalu minta dibenarkan, karena itu sudah jabatan yang kedua, apakah kalau jabatan yang kedua disumpah jabatannya dibedakan? Ada pengecualian-pengecualiannya? Juga lupa kalau ada juga Gubernur lain yang ikut Pilkada DKI. Dan juga Gubernur Jabar digadang-gadang untuk di Capres-kan. Soal mereka terlaksana atau tidak, itu urusan lain bukan? Tapi kenapa selalu ada perbedaan kalau untuk menilai Jokowi? Jokowi jadi Gubernur DKI dinominasikan oleh Partai-nya, lalu Jokowi jadi Capres juga di majukan oleh Partai-nya karena begitu banyak rakyat mendesak, saya termasuk salah satunya, dan saya punya bukti autentik untuk itu. Percayalah itu semua terjadi karena sebelum Jokowi jadi Gubernur, dan akhirnya digadang-gadang untuk di Capres-kan, survei Prabowo selalu nomor 1, dan langsung jeblok setelah kemunculan Jokowi. Walau pada banyak pernyataan Prabowo dan Kubunya tidak percaya dengan yang namanya survei, tapi praktek-nya justru sangat kawatir dengan hasil survei …..bahkan bukan tidak mungkin banyak juga menggunakan jasa survei. Entah untuk menggalang opini atau tidak.


Jokowi keturunan Cina dan silsilahnya bukan murni Muslim.
Harusnya ini tidak usah di bahas, karena kalau ditelisik lebih dalam, ternyata Kubu sebelah yang justru kena imbasnya. Sungguh ini gosip yang tidak cerdas, karena justru mempertanyakan kubu koalisi yang biasanya sangat sensi dengan gosip agama. Bukankah disana ada Rhoma Irama, PKS, FPI yang biasanya selalu mempermasalahkan dan membawa-bawa agama? Kenapa sekarang tidak menelisik Capres-nya sendiri?


Jokowi korupsi bus karatan.
Sementara Kejaksaan Agung menyatakan tidak ada indikasi itu, atau setidaknya belum terbukti, maka ketika saya pernah dengar debat Capres oleh kubunya yang biasa diadakan oleh tipi-tipi, dan mendengar Fadli Zon maupun Fahri H mendebatkan tentang hal itu, saya hampir tidak percaya ….dan mengoreksi ingatan saya bahwa mereka-mereka itu orang hebat. Atau orang hebat sekalipun ternyata bisa terlihat memalukan kalau dilanda gundah karena takut jagoannya kalah? Padahal ada Ahok yang merupakan kader partai Gerindra dalam Kubu Prabowo, kalau mau cerdas ….tanya saja “borok”nya Jokowi ….siapa tahu ada yang lain …. dari pada melempar gosip Jokowi korupsi bus karatan, karena itu tampak seperti orang-orang yang tidak paham hukum, padahal ada Prof. Mahfud MD sebagai ketua Tim pemenangan. Sudah hampir 2 tahun Jokowi kerja sama dengan Ahok, bukan tidak mungkin Ahok akan menemukan borok-nya Jokowi bukan? Hayo …berterimakasihlah atas info ini, dan segera lakukan …..


Transkrip perbincangan Jaksa Agung dan Megawati untuk tidak mengusut Jokowi.
Hal-hal yang sebetulnya lebih menjerumuskan kubu sendiri. Kenapa ya kok selalu melempar gosip yang bertujuan memfitnah dengan bukti yang direkayasa? Kalau kenyataan itu ada, pasti Prof. Mahfud MD, Fadli Zon, Fahri H akan turun tangan sendiri dengan bukti yang sepenting itu. Apakah itu tanda-tanda sedang frustasi?


Jokowi tidak becus mengurus Solo, Keuangan DKI juga bermasalah, penyerapan Anggaran di DKI tidak maksimal, dan lain-lain.
Saya bilang inilah hal-hal yang semikin menunjukkan ke galauan, tuduhan-tuduhan itu selain dilemparkan oleh orang-orang hebat yang tersebut diatas, juga oleh Prof. Amin Rais. Bagaimana ya merekayasa rakyat yang memilih Jokowi untuk periode ke 2 jadi Walikota? 90 persen lebih memilih Jokowi untuk periode kedua, apakah semua rakyat tertipu? Apakah Jokowi korupsi sehingga menjadi sangat kaya raya? Padahal saya pikir itulah suara tertinggi yang pernah diperoleh dalam Pemilu apapun itu, jangan-jangan itu justru rekor dunia, selain tertinggi perolehan suaranya, bisa jadi itulah salah satu politik yang tidak menggunakan uang sogok’an! Dan sungguh tidak ngaca, justru TPID memberi penghargaan kepada Jokowi yang di gosipkan tidak becus itu, Pemerintah dan BI memberi penghargaan kepada Jokowi dan disampaikan oleh Hatta Radjasa. Memalukan sekali. Lalu jawaban terbagus soal penyerapan anggaran diberikan oleh Ahok sendiri ketika saya lihat di tanyangan acara Mata Najwa: “Memang kalau anggaran tidak tersalurkan itu jelek? Jangan-jangan sudah lebih 30 tahun baru kali ini DKI memecahkan rekor. Kenapa anggaran harus selalu disalurkan kalau kita tahu itu besar kemungkinan akan dikorupsi? Pastikan dulu akan tersalur dan digunakan dengan benar.” Kurang lebih intinya begitu yang disampaikan Ahok, memang negeri ini salah kaprah, anggaran harus selalu habis walau tahu kalau disalurkan akan dikorupsi. Jangan-jangan itulah salah satu halangan yang diusahakan mati-matian supaya Jokowi tidak terpilih, sudah pasti Ahok menyusahkan koruptor yang bersumber dari APBD DKI dan Jokowi akan menyusahkan koruptor yang bersumber dari APBN.


Terlalu panjang kalau memang masih ada yang harus saya kupas dan beri tanggapan. Tapi memang saya sekarang sedang tidak ingat, tapi saya optimis bisa memberi tanggapan atas gosip yang ditebarkan atas Jokowi, kalau mau boleh mempermasalahkan di tanggapan, insha’Allah saya akan memberi jawaban hal-hal yang berkaitan dengan Jokowi. Dan percayalah saya tidak akan memberikan jawaban-jawaban yang intinya “pokoknya-pokoknya” yang tidak mendasar seperti mereka yang melemparkan gosip yang justru sangat mudah dimentahkan. (SPMC SW, Juni 2014)
.
—————————
.

Selamat Ulang Tahun Pak Ahok,
PF. 29 Juni 2014


Semoga Bapak banyak mendapat kebahagiaan dalam hidup ini.
.
—————————
 
Catatan:
Jangan heran pada banyak hal saya juga mendukung Ahok, karena saya memang mendukung personal-personal baik dan jujur, jadi saya bukan pendukung yang suka membabi-buta, atau pendukung yang berkaca-mata kuda atas suatu partai. Jadi atas pencapresan Jokowi, saya juga berterimakasih kepada Ibu Megawati, karena kalau beliau kukuh tidak mau mencalonkan, sepertinya Negeri ini semakin tidak ada harapan. Dan ucapan terimakasih saya tersebut tidak merubah status apapun terhadap Ibu Megawati selain apresiasi saya, dan masyarakat lain kalau punya pandangan sama seperti saya. Itu berarti juga bahwa “status” Bapak Prabowo tidak otomatis berubah menjadi bersih walau kenyataannya Prabowo pernah berduet dengan Megawati pada Pilpres tahun 2009 yang lalu bukan? Ayo suarakan kebenaran adalah kebenaran, tak peduli siapa mereka, apapun agamanya, dan juga apapun partainya. (SW)

————–

Friday, June 27, 2014

"PLEASE AHOK, KEEP RAHASIA JOKOWI TERLIBAT KORUPSI BUS KARATAN... (tamat kami nanti...)"

 
               (Image source: politik.kompasiana.com)

Blogspot. Ketika itu menjelang Pilkada DKI, Jokowi duet dengan Ahok mendapat serangan SARA, mereka tidak setuju kalau sampai Ahok yang bukan Muslim memimpin DKI. Lalu dihembuskanlah ayat-ayat suci, haram, murtad, dan lain-lain, kalau umat Muslim memilih pemimpin yang bukan Muslim. Tapi karena ternyata Jokowi Muslim, maka dalil tersebut tidak mutlak benar, maka dibelokkan lagi, bagaimana jika Jokowi berhalangan tetap dan juga sudah terbukti Jokowi telah meninggalkan warisan kepemimpinan kafir seperti di Solo, maka itu akan terjadi di DKI kalau memilih Jokowi-Ahok. Masuk akal dan hampir terjadi walau ternyata bukan karena berhalangan tetap.

Lalu saya jadi ingat, ketika doeloe Megawati ikut Pilpres, yang dihembuskan SARA juga, katanya Wanita tidak boleh jadi pemimpin. Sepertinya mereka-mereka itu selalu benar, walau saya jadi bingung. Lebih bingung ketika dari waktu Pilkada DKI dan Pilpres sekarang, selalu mencari-cari silsilah Jokowi, dan dihembuskan bahwa Jokowi itu bersilsilah Kristen dan atau Cina. Padahal kalau dilihat dari contoh-contoh yang ada, seperti misalnya Benazir Bhutto adalah wanita yang menjadi pemimpin dinegara yang mayoritas juga Islam. Lalu kalau Gubernur, sepertinya ada juga Gubernur di republik ini yang bukan Muslim. Bahkan Ahok juga pernah jadi Bupati di kota yang mayoritas Muslim. Apakah mereka yang memilih Benazir Bhutto dan juga yang memilih Ahok waktu jadi Bupati itu Islam-nya tidak benar? Dan yang lebih konyol, mengetahui semua tokoh Partai maupun yang tidak punya partai yang mempermasalahkan SARA itu, ternyata dalam Pilpres 2014 ini berkoalisi ke Capres yang jelas bersilsilah bukan murni Muslim. Jadi ada apa gerangan? Kenapa tidak konsisten?

Apakah mereka mempermainkan agama, memlintir agama, atau bagaimana? Yang sangat saya ingin sampaikan, pemimpin agama itu bukankah biasanya kita sebut Imam? Dan Imam itu tidak ada dalam Politik. Maka sebaiknya jangan campur adukkan agama dan politik, agama adalah sesuatu yang sangat mulia.

Tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini, apakah situasi sekarang ini adalah kehendakNya untuk meyodorkan cermin kemereka agar segera menyadari bahwa apa yang mereka lakukan dengan mencatut agama untuk ditunggangi sebagai kendaraan politik adalah salah. Islam adalah “rahmatan lil ‘alamin”, makna singkatnya adalah: “Agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta.” Maka sudah bernarkah kita membawa-bawa agama Islam untuk meng-kavling tentang boleh atau tidak seseorang untuk dipilih di ranah politik? Mohon maaf kalau salah, karena memang saya sangat tidak paham tentang hal itu.

Ada yang mengatakan total uang negeri ini yang berputar di JABODETABEK ada di kisaran 70~80 persen. Saya tidak tahu apakah hal itu betul atau tidak, juga ada yang mengatakan uang “haram” atau uang liar yang biasa bisa dibuat bancaan juga sangat besar. Apakah gara-gara hal itu sehingga mereka tidak takut masuk neraka untuk memperebutkannya?

Lalu mereka berkoalisi ke Capres tertentu dengan salah satu alasan lain adalah, supaya Ahok tidak otomatis menjadi Gubernur kalau Jokowi menang, karena Ahok adalah kafir! Dan saya usil melihat dari sisi lain, Jokowi dan Ahok adalah orang-orang jujur yang berprinsif, mereka sangat berani berpegang pada konstitusi. Jadi kalau Jokowi menang, bisa jadi lahan untuk bancaan ada kemungkinan akan lenyap. Coba bayangkan, kalau mereka sudah sangat resah karena Jokowi dan Ahok memimpin DKI uang bancaan-nya sudah sangat susah, bagaimana kalau Jokowi jadi Presiden? Kalau Pemerintahan yang dalam hal ini kita lebih soroti ke Kementrian-Kementrian dipilih orang-orang yang bersih, bukankah lebih berabe? Pupus sudah rente yang bisa untuk bancaan. DKI susah karena ada Ahok, Pemerintah Pusat juga akan susah karena akan ada Jokowi. Itulah kaca-mata saya kenapa mereka mati-matian jangan sampai Jokowi menang. Bodo amat rakyat tidak sejahtera, yang penting aku makmur! Mungkin tidak sadar mereka akan melakukan itu. Dan keblingernya …..ternyata banyak yang mendukung, entah karena tidak sadar maka terjerumus atau karena merupakan bagian dari penikmat uang haram? Atau kaca-mata saya yang mulai rabun?

Untuk lebih meyakinkan ketebalan kaca mata saya, sorotan lainnya adalah: Sudahkah Anda mencermati apa yang sudah mereka perbuat terhadap Jokowi dan Ahok ketika mereka bersama menjadi pemimpin DKI. Lalu coba ingat-ingat perlakuan terhadap Gubernur-Gubernur sebelumnya yang tidak pernah mendapat perlakuan seperti mereka. Padahal sangat nyata Jokowi dan Ahok jauh lebih bersih bukan? Ada yang mengecam Ahok urak’an/arogan, kasar dan lain-lain. Lalu Jokowi dituduh korupsi proyek bus Trans Jakarta, kenapa tidak tanya Ahok saja Jokowi terlibat korupsi itu atau tidak? Bukankah dalam hal Pilpres ini Bos-nya Ahok juga ikut nyapres? Jadi kalau Bos-nya yang nanya mestinya Ahok tidak akan bohong bukan? Karena kalau mereka dibilang tidak paham tentang trik semacam itu, rasanya kok mustahil bukan? Apa iya saya lebih tahu dari Fadli Zon? Impossible! Percayalah hal-hal semacam itu tidak akan dilakukan, karena mereka lebih suka ketataran gosip karena memang yang ada ya hanya gosip.  Jadi saya sangat heran ketika ada Mahasiswa demo di KPK untuk minta menangkap Jokowi, padahal Kejaksaan Agung juga sudah menyatakan tidak ada(belum ada) tanda-tanda keterlibatan Jokowi. Semoga bukan karena terima bayaran maka demo itu ada. Karena saya melihatnya sedikit rancu, kenapa kalau ada korupsi dibawah Gubernur maka Gubernurnya harus langsung ditangkap karena pasti terlibat? Kenapa waktu Menteri Agama yang sudah jelas dinyatakan tersangka oleh KPK kok tidak demo minta Presiden untuk ditangkap KPK? Apa iya mahasiswa itu sebegitu parahnya?

Duit-duit-duit, sekali lagi duit. Itulah sebabnya mereka begitu ingin melengserkan Jokowi dan Ahok, itulah motivasi paling kuat yang saya lihat dari mereka, bahkan rela menjual agamanya demi duit. Tapi sungguh kali ini mereka terjerumus dalam dilema, karena ternyata mereka terperangkap dalam SARA-nya sendiri. Maka kali ini mereka tidak tampak bersuara dengan nyata, yang ada adalah gerilya dengan tabolid hitam atau mungkin kotbah-kotbah terbatas yang tidak disebarkan dengan terbuka. Takut menepuk air dalam dulang.

Kalau memang mereka lebih peduli dengan kesejahteraan rakyat, bukankah sebetulnya mereka jangan mengecam Jokowi atau Ahok yang tujuannya untuk menjatuhkan. Saya tidak mengatakan bahwa Jokowi atau Ahok tidak boleh dikritik, bukan itu, tapi saya lebih melihat mereka sangat ingin menjatuhkan mereka berdua justru karena mereka berdua tidak bisa diajak kompromi bancak’an uang rakyat atau uang Negara! Itulah yang terjadi kalau Negeri sudah terlalu lama terlena kebobrok’an, orang jujur justru dianggap enemy. Menyedihkan sekali Bangsa ini. Coba bayangkan, kalau awalnya mereka berprinsip jangan pilih Jokowi karena Ahok otomatis akan jadi Gubernur, bukankah itu alasan yang blunder? Ternyata jadi Gubernur DKI lebih hebat dari pada jadi Presiden! Dan semua itu sangat jelas terlihat, mereka sebetulnya sangat jauh memikirkan kesejahteraan rakyat, tapi lebih tersirat memikirkan uang rakyat yang bisa dipakai bancaan, menyedihkan! Saya akhiri saja dari pada saya semakin tidak paham tentang keadaan kita sekarang. (SPMC SW, Juni 2014)
.
————————
.
 
Catatan:
Untuk mereka yang setuju dengan artikel ini, sangat senang kalau mau menyebarkan lebih luas lagi. Seperti misalnya dengan cara Copas artikelnya, publish di lapak Anda sendiri, syukur kalau mau kasih judul maupun gambar yang berbeda, siapa tahu akan lebih menarik orang untuk membaca. Dan itu lebih baik bukan? Tentu saja untuk mereka yang sepaham menginginkan Negeri tercinta ini tidak lebih lama lagi terpenjara SARA dan korupsi yang semakin merajalela. TQ. Salam 2 jari. (SW)

Thursday, June 26, 2014

"PERNYATAAN PENUTUP" DEBAT CAPRES MENGGAMBARKAN SIAPA CAPRES & TIM SUKSES

Blogspot. Kampanye Pilpres tinggal± 2 pekan lagi, sepertinya kedua pasang Capres/Cawapres akan sangat sulit untuk bisa mengunjungi seluruh pelosok masyarakat negeri ini. Walau kedua Kubu Capres sudah banyak yang mengkampanyekan Capres-nya lewat dunia maya, TIPI masih merupakan sarana yang sangat penting saat ini. Dalam hal ini Kubu nomor urut satu lebih banyak diuntungkan, karena selain didukung total TV-ONE, juga didukung oleh MNC GROUP. Sedang Kubu Capres Jokowi didukung penuh oleh METRO-TV.

Apakah ketidak seimbangan sarana tesebut menguntungkan pasangan Capres nomor satu, harusnya memang begitu, tapi berdasarkan survei yang tidak memihak, Jokowi masih lebih unggul. Kalau survei tersebut terbukti, itu menggambarkan Jokowi dikehendaki oleh lebih banyak rakyat untuk jadi Presiden.

Kampanye Pilpres tidak hanya menjual Visi-Misi, tapi yang terpenting adalah menjual figur. Itulah sebabnya REKAM JEJAK adalah penting, secanggih apapun menjual, tapi kalau yang dijual barang jelek, pastinya lebih susah laku bukan? Tapi karena kampanye bukan menjual barang, maka “Tim Sukses” sebagai tim yang mengkampanyekan Capres/Cawapres-nya tentulah amat sangat penting. Dan sejauh ini berdasar pengamatan saya, tim sukses Kubu Jokowi masih lebih unggul. Contoh penilaiannya adalah:

Penggalangan dana dari masyarakat kecil yang sangat fenomenal itu, didalamnya sekaligus memuat arti bahwa Kubu Jokowi tidak membeli suara rakyat. Dan sebetulnya tidak penting gagasannya, karena bisa jadi itu memang bukan ide original, bisa saja ada yang mengatakan menjiplak apa yang dilakukan di Amerika sana. Tapi menjadi sangat penting ketika ternyata rakyat kecil yang biasanya di konotasikan menjual suara, kini rela menyumbang! Bolehkah itu dinilai karena figur Jokowi? Pengamatan lebih lanjut yang akan mengupasnya, karena “kebetulan” pihak Kubu Prabowo juga ikut menggalang dana dari masyarakat. Jadi ayo kita nantikan laporan resminya untuk dapat menilai.

Debat Capres/Cawapres sudah tiga kali, saya tidak bermaksud menilai isi debat-nya karena sudah sangat banyak yang mengupas dan ternyata tidak ada yang unggul karena itu semua sangat tergantung dari sudut mana dan siapa yang menilai. Tapi saya sangat ingin memperhatikan “PERNYATAAN PENUTUP” dari debat-debat tersebut, dan itupun tentunya juga sangat tergantung dari sudut pandang siapa bukan? Cobalah Anda perhatikan, kata-kata yang diucapkan Jokowi walau sederhana, tapi punya konotasi yang luar biasa. Tidak panjang, sederhana, enak didengar, patriotik, menggigit, lugas dan pas! Itulah dasar lain penilaian saya tim sukses Kubu Jokowi lebih hebat. Karena “menjual” figur Jokowi dengan menggambarkan secara nyata dan menyeluruh.

Dan untuk Pak Jokowi saya ingin menyumbang kata-kata sakti yang layak disampaikan kepada rakyat:

“JIKA RAKYAT MEMBERIKAN MANDAT, SAYA AKAN MEMIMPIN PEMERINTAHAN DENGAN BERSIH, ADIL DAN TEGAS UNTUK MENCAPAI KEMAKMURAN DAN KETENTRAMAN SELURUH RAKYAT”

Salam 2 Jari.

Percayalah tidak perlu dua putaran untuk memenangkan pemilihan Presiden. (SPMC SW Juni 2014)
.
—————————

Monday, June 23, 2014

"SPMC: DENGAN CARA APAPUN JOKOWI HARUS MENANG!!"

               (Image source: kaskus.co.id)

Blogspot. “Dengan cara apapun Prabowo harus menang”, adalah pernyataan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani yang sedang hot diberitakan di tipi-tipi maupun saya baca di Kompas.com, pernyataan tersebut terlontar ketika di depan para anggota Partai Gerindra Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, di Magelang, Sabtu malam 21 Juni 2014.
 

Mungkinkah seorang Sekjen Partai kita anggap yang bersangkutan tidak paham tentang demokrasi? Oke-lah kalau misal sebelumnya kita anggap tidak paham, bukankah waktu itu di KPU ada deklarasi Capres&Cawapres untuk “Siap menang dan siap kalah” yang sudah ditanda tangani oleh para kontestan Pilpres?


Ah …..pasti akan berlalu begitu saja.


Malam ini kabarnya akan ada deklarasi dari Ruhut Sitompul untuk mendukung Jokowi, kalau itu terjadi …… sepertinya sepele, tapi dukungan Ruhut ini menurut saya belum tentu murni berkah, kalau salah memaknainya bukan tidak mungkin akan jadi musibah. Apalagi banyak sekali awak media menyimpan rekaman tentang Ruhut menghujat dan mencaci maki Jokowi sejak Pilkada DKI sampai dengan selesai Pemilu Legislatif yang lalu. Semoga kubu Jokowi arif menyikapinya, walau tidak menolak dukungan yang diberikan, tapi juga jangan memberi peran apapun kepada Ruhut. Lebih bagus kalau dukungan tersebut tidak pernah ada.


Semoga itupun juga akan berlalu begitu saja.
 

Prof. Mahfud MD kembali telah mempermalukan diri sendiri dengan meminta maaf pada keluarga Soekarno yang diterima oleh Rahmawati. Gara-garanya adalah ketika Prabowo diterpa tuduhan pelanggar HAM, maka Mahfud MD menuduh banyak tokoh “juga” pelanggar HAM, salah satu yang disebut adalah Soekarno. Padahal pernyataan tersebut menurut saya justru Mahfud MD sangat terang mengakui bahwa Prabowo memang pelanggar HAM yang disejajarkan dengan tokoh-tokoh yang disebutnya dan sekaligus meminta maysarakat memakluminya untuk juga melupakan saja. Pernyataan tersebut sama konyolnya ketika petinggi Partai Demokrat membandingkan tokoh yang korupsi dipartainya masih lebih sedikit dibanding tokoh dari partai lain. Benar-benar “gila”, atau jangan-jangan saya yang gila sendirian? Ketika Prof. Mahfud meminta maaf memang sepertinya elegan, dan memang elegan dari pada lebih dipermalukan lagi ketingkatan lain sehubungan kasusnya. Tapi sebagai seorang Profesor, apalagi ahli hukum, sungguh sangat memalukan ….. apakah tidak paham tentang kata-kata bijak: “Pikirkan dulu apa yang akan Anda ucapkan, tapi jangan ucapkan semua yang Anda pikirkan” (maaf, siapa pengarangnya?)


Dan itupun juga akan berlalu begitu saja.


Tabloid Obor Rakyat beberapa pekan membuat heboh masyarakat, isi tabloid tersebut 100 persen berisi tentang Jokowi yang serba kelam karena direkayasa dan difitnah, oleh Kubu Jokowi diadukan ke Bawaslu, lalu setelah terungkap siapa tokoh dibalik beredarnya tabloid tersebut, ada nama Setiyardi Budiono sebagai penanggung jawab dan Darmawan Sepriyossa sebagai jurnalis yang ikut membantu, tentu saja media lebih heboh mewawancarai Setiyardi, selain yang bertanggung jawab, karena dirinya mengaku sebagai Asisten Staf Khusus Presiden. Tabloid Obor Rakyat menurut pendapat Dewan Pers yang disampaikan oleh Bagir Manan adalah: “Bisa disimpulkan tabloid itu bukan produk pers”. Lalu Kubu Jokowi juga melaporkannya ke Kepolisian. Aneh menurut saya, Setiyardi mengatakan itu adalah produk jurnalis biasa, tapi pakai alamat palsu, dan sudah ada pernyataan dari Dewan Pers bahwa Tabloid Obor Rakyat adalah produk haram. Dan yang paling “gila” adalah, kurang lebih dua hari setelah huru-hara atas kemunculan Setiyardi, justru tabloid Obor Rakyat edisi ke 3 diedarkan! Ternyata tak ada yang takut dengan hukum di Negeri ini, apakah itu karena memang hukum selalu tumpul keatas? Bisa jadi cara berpikirnya mungkin gini: Toh sudah terlanjur dicetak, kalau tidak diedarkan kan mubazir. Atau jangan-jangan ada orang “besar” dibalik itu semua sehingga tidak takut hukum, atau berpikir: Pelanggaran HAM berat saja tidak ada masalah kok, lanjuuuuutt …. Lagian apa bedanya diedarkan atau tidak, sama-sama sudah membuat ribut dan juga tetap sama di permasalahkannya, tidak akan mengurangi atau menambah masalah kalau memang akan ada. Bukankah begitu juga dengan kasus Emon pelaku sodomi, saya heran kenapa tidak ada yang ingin menuntut hukuman sesuai korbannya 100 X 2 tahun misalnya, maka setidaknya Emon bisa dihukum 200 tahun. Pemikiran saya adalah, apa yang dilakukan Emon bukan tindakkan satu saat dan korban yang merasakan penderitaan juga berbeda. Jadi tidak harus disatukan. Sama seperti kalau misalnya Emon hanya melakukan sodomi pada 1 anak, bukankah Emon juga akan dituntut misalnya 2 s/d 5 tahun? Sori jadi ngelatur kemana-mana.


Apakah kasus tabloid Obor Rakyat ini juga akan padam dengan sendirinya? 


Kubu Prabowo melaporkan Wiranto ke Bawaslu sehubungan pernyataan Wiranto yang menyatakan secara terbuka bahwa Prabowo adalah pelaku pelanggaran HAM, padahal Wiranto sudah menyatakan itu adalah pernyataan pribadi sebagai mantan Pangab yang merupakan atasan Prabowo waktu Prabowo “dipecat” sebagai anggota ABRI. Kalau mau benar tuntas, bukankah seharusnya JUGA dilaporkan ke Kepolisian? 


Besar kemungkinan kasus ini juga tidak akan merubah apapun juga.


Satu lagi saja supaya tidak terlalu panjang, karena memang juga tidak tahu kasus yang lain hehehe. Saya tidak bisa membayangkan andai Ibu-nya Prabowo adalah Ibunya Jokowi, adik Prabowo adalah adik Jokowi. Anda tentu tahu kemana tujuan kupasan saya bukan? Apakah karena masalah itu sehingga Rhoma Birama tidak tampak bekerja hebat sebagai bagian team Kubu Pemenangan Prabowo? Saya hanya melihat yang bersangkutan menghibur penonton sesudah orasinya Prabowo, atau sudah kembali “kehabitat” awalnya karena tidak punya bahan untuk diserang? Atau justru takut kalau ditanya wartawan usil tentang Ibunya Prabowo? Walahualam. 


Dan ajaibnya, kok tidak ada yang mempermasalahkan tentang hal yang “sensitif” itu ya, padahal bukankah di Kubu Prabowo ada PKS dan FPI yang biasanya sangat sensi mempermasalahkan agama. Apakah sebelum bergabung mereka tidak tahu? Rasanya impossible bukan? Juga bersyukur Kubu Jokowi tidak membalas mengungkit masalah tersebut walau punya kesempatan yang sangat faktual dan tidak meng-ada-ada. Semoga dengan peristiwa kali ini Allah menunjukkan pada kita semua, jangan suka membawa-bawa agama dalam ranah politik. Karena rasanya masih terngiang ditelinga, betapa mereka sebelum-sebelumnya selalu mengatakan jangan sampai memilih pemimpin yang bukan dari keturunan agama bukan mayoritas, karena menurut kitab suci adalah bla-bla-bla! Bahkan juga sangat sering mengutip sabda-sabda Nabi. Sungguh ini adalah hikmah yang luar biasa, semoga mereka bukan karena menggadaikan ideologi, tapi kesadaran bahwa sebetulnya selama ini mereka telah “memlintir” agama untuk kepentingannya. Setidaknya ada bahan untuk kita mengingatkan siapa tahu pada pemilu-pemilu yang akan datang mereka lupa, dan mencoba menggadaikan agamanya lagi untuk kepentingan sendiri. Semoga Allah memang punya rencana yang luar biasa untuk kebangkitan Negeri ini. Sekaligus membuktikan Konstitusi Negeri ini tidak salah, semua warga negara punya hak dan kewajiban yang sama dengan tidak membeda-bedakan agama, ras, dan gender-nya. Walau tidak yakin, setidaknya saya berharap mereka tidak akan terus-terusan plin-plan. (SPMC SW, Juni 2014)

.

———————-

Catatan:

Judul Artikel ini sengaja memprovokasi supaya menarik perhatian. Tentu saja juga ada pertimbanganya, antara lain:

- Saya menjagokan Jokowi.

- Sampai dengan saat ini survei di media netral masih mengunggulkan Jokowi.

- Adanya pernyataan-pernyataan vulgar seperti awal atikel ini, maka seandainya Prabowo yang menang, akan dicurigai karena kecurangan. Dan itu akan tidak menentramkan kita semua.

- Memperhatikan dukungan yang diberikan oleh rakyat kecil dari banyak kalangan, yang justru rela menyumbang dana untuk kemenangan Jokowi. Dan itu sangat fenomenal juga anomali yang menggembirakan.

- Dan lain-lain pertimbangan.

- Mohon maaf kalau judul artikel ini ada yang tidak suka. (SW)

Saturday, June 21, 2014

"JOKOWI-JK TERLIBAT MONEY POLITICS"

               (Image source: politik.news.viva.co.id)


Blogspot. Melihat berita di tipi utamanya, dan tentu saja juga dari media-media lain, bagaimana serunya masa kampanye Pilpres kali ini, Jokowi-JK ternyata sudah terlibat politik uang, bahkan konon dua hari sebelum kampanye dimulai.

Lalu Kubu Prabowo mencoba mengadukan ke Bawaslu dan KPK, sambil berusaha meng-olok-olok dan menghina apa yang sudah dilakukan oleh Jokowi-JK. Tapi mencermati perkembangan yang ada, ternyata Kubu Prabowo-Hatta justru keblinger juga terlibat politik uang tersebut.

Jadi teringat spanduk “Di Sini Menerima Serangan Fajar” yang dipasang dibeberapa daerah menjelang Pemilu Legislatif pada 9 April 2014 yang lalu, dan kini kedua Kubu Capres ternyata dengan terbuka mengajak para simpatisannya melakukan penggalangan dana!

Inilah babak baru perpolitikan dinegeri ini, luar biasa, kalau sebelum-sebelumnya rakyat menerima amplop sogok’an untuk meng-ijon-kan suaranya agar memilih tertentu, lalu sesudahnya ada pascabayar, dan kini titik balik dari itu semua, rakyat yang mengeluarkan uang untuk memberikan dukungan pada tokoh idolanya. Apakah itu semua gara-gara Jokowi? Tentu masih menjadi perdebatan terutama bagi mereka yang tidak mau mengakui tentang rekam jejak kejujuran Jokowi. Dan sejarah akan mencatat, terutama sekali dengan perbandingan jumlah penyumbang yang berhasil dikumpulkan oleh kedua Kubu Capres, dimana Jokowi-JK menamai penggalangan dananya “Rekening Gotong Royong” dan Prabowo-Hatta menamainya “Rekening Dana Aspirasi Indonesia Bangkit”.

Sejenak, ayo lupakan saja siapa trendsetter dan siapa follower dalam hal penggalangan dana, kasihan nama-nama beken di Kubu Prabowo yang sudah terlanjur membuat pernyataan yang ternyata berbalik sangat memalukan, itu semua gara-gara penggalangan dana kepada masyarakat yang juga dilakukan oleh Kubu Prabowo. Memang sesuai UU Pilpres dan peraturan KPU dana kampanye harus dilaporkan, terutama adalah menyangkut sumber dananya, tapi tidak ada anjuran untuk meminta dana dari masyarakat awam, jadi itu adalah murni kreatifitas Jokowi-JK.

Mencermati penggalangan dana oleh Kubu Jokow-JK, yang menarik tentu saja banyaknya rakyat kecil ikut menyumbang, tukang becak, tukang ojek, petani, nelayan, buruh cuci, pemulung, dan lain-lain. Sungguh ini fenomena yang luar biasa, utamanya rakyat miskinpun ikut memberikan sumbangan! Masihkah Anda tidak yakin akan apa yang dilakukan oleh rakyat kecil tersebut? Atau Anda tetap bersikukuh Jokowi telah menipu rakyat miskin itu? Rakyat kecil yang terjebak oleh tampang keluguan Jokowi? Ayolah berlogika waras, tidak memberi dukungan tidak masalah, tapi jangan melakukan fitnah, walau memang dalam masa kampanye. Dan saya merinding ketika rakyat kecil itu justru memberikan sumbangan untuk kemenangan Jokowi, bukan mengharap pemberian uang untuk memilihnya. Apakah fenomena ini menggambarkan kebangkitan rakyat yang sudah muak dan merasa tertipu dengan kenyataan yang ada selama ini? (SPMC SW, Juni 2014)


.


SELAMAT ULANG TAHUN PAK JOKOWI,
SEMOGA BANYAK MENDAPATKAN KEBAHAGIAAN DALAM HIDUP INI.
PF. 21 Juni 2014

.
———————-
.

“JANGAN PERMALUKAN PKS MENJILAT LUDAHNYA SENDIRI!”
.

http://t.co/7wtgpFOZs0
.
———————-

Monday, June 16, 2014

DEBAT CEPIKA-CEPIKI CAPRES RONDE-2

             (Image source: surabaya.bisnis.com)


Blogspot. Minggu, 15 Juni 2014 pukul 20:00  di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta Selatan dimulai debat Capres yang ke dua, Jokowi vs Prabowo. Disiarkan secara live oleh beberapa tipi berita dan juga TVRI. Siapa pemenangnya? Karena bukan adu tinju, tentu saja tidak ada yang bonyok kena tonjok atau KO dan dinyatakan kalah oleh wasit. Debat diadakan memang tidak cari pemenang, hanya adu gagasan dan tanding membuat pertanyaan untuk mempermalukan lawan atau memberi jawaban untuk meyakinkan publik.


Setelah semuanya selesai, lalu seperti yang sudah-sudah pada acara semacam itu, baik setelah ronde pertama tanggal 9 juni yang lalu, maupun kampanye Pilpres-Pilpres sebelumnya, yang heboh adalah pengamat, jurnalis surat kabar dan majalah, tipi-tipi yang mengadakan acara kupasan debat, juga para lovers-nya masing-masing. Mereka semua mengutarakan pendapatnya, memberi nilai siapa yang menurut mereka sebagai pemenang debat.


Setelah saya amati secara serampangan, ternyata memang tidak penting-penting amat debat, justru menuai dosa bagi para calon pemenangnya. Coba kalau Anda dapatkan rekaman debat Capres pada Pilpres-Pilpres sebelumnya, pelajari janji-janji visi misi-nya, tidak kalah hebat dan mulia-nya janji-janji tersebut dibanding dengan yang sekarang, lalu bandingkan janji-janji itu dengan keadaan Negeri ini sekarang, dimana letak keberhasilannya? Korupsi masih merajalela, bahkan tindakan anarkis dihadapan penegak hukum justru hanya ditonton oleh aparat penegak hukum itu sendiri, dan mungkin masih banyak lagi kenyataan dan janji yang tidak berbanding lurus bukan?


Mencermati perdebatan Minggu malam itu, ketika Jokowi mengutarakan tentang 2 anak cukup, sementara anaknya sendiri ada 3. Lalu klaim Prabowo yang begitu nyata bahwa UU Desa yang menghasilkan keputusan adanya bantuan 1Milyar pertahun tiap desa adalah hasil usahanya, lebih seru lagi ketika Prof. Didik J.R. di-tipi membela hal itu, sementara kesaksian dari pihak yang merasa memperjuangkan mengatakan itu adalah hasil bersama banyak partai. Lalu kalau kita cermati tipi-tipi yang sudah jelas mendukung kubu siapa, semuanya sudah pasti memenangkan jagoan yang didukungnya. Termasuk betapa serunya artikel-artikel yang dibuat oleh lovers-nya masing-masing, yang juga tentu saja memenangkan jagoannya.


Dalam debat ke dua tersebut, Jokowi menanyakan tentang TPID kepada Prabowo, menjadi banyak dibicarakan oleh masyarakat karena Prabowo kebetulan tidak paham tentang itu, memang singkatan dari TPID tidaklah terlalu penting, tapi rupanya Prabowo juga gagal menerangkan substansinya. TPID adalah Tim Pemantau dan Pengendalian Inflasi Daerah dan kebetulan Jokowi pernah mendapat penghargaan untuk itu.


Begitu juga debat tentang Ekonomi Kreatif, walau Prabowo mendukung pendapat Jokowi, itu juga tidak berarti Prabowo kalah dalam debat tersebut, karena memang sangat tergantung dari siapa yang menilainnya. Itulah gambaran nyata bahwa debat tersebut tidak ada menang atau kalah-nya, sementara kita tahu bahwa dibalik debat tersebut ada tim sukses masing-masing kubu yang memang dibentuk untuk mempersiapakan atau memoles sang jagoannya menghadapi debat.


Jadi sesungguhnya debat adalah hasil polesan, kursus kilat yang disiapkan team sukses masing-masing kubu, juga konsultan politik dengan bayaran menggiurkan. Itulah sebabnya sampai dengan detik ini, saya masih beranggapan bahwa dalam pemilihan Presiden lebih penting REKAM JEJAK dari pada debat-kusir yang juga tidak bisa ditentukan siapa pemenang debat tersebut. Bukankah rekam jejak adalah sejarah tentang siapa jagoan yang kita idolakan? Dan yang pasti rekam jejak kecil sekali karena hasil polesan.


MetroTV menayangkan gambar Prabowo tidak melayani cepika-cepiki dari Jokowi ketika Prabowo baru nyampai ruangan persiapan untuk debat. Padahal itu bukan kali pertama mereka akan melakukan cepika-cepiki, jadi kalau alasannya adalah cara yang dilakukan Jokowi tidak lazim, kenapa harus membela dengan menganggap semua pemirsa bodoh? Atau karena buru-buru jadi tidak sempat melayani? Bukankah itu alasan yang sangat tidak masuk akal? Lalu banyak yang mengatakan bahwa Prabowo penuh kepura-pura'an, karena ketika dipanggung atau ditempat yang lebih umum, menampilkan seolah-olah orang yang ramah dan hangat. Terkadang banyak hal kecil lebih bermakna sesungguhnya. Tapi sekali lagi pasti tetap ada alasan positifnya untuk lovers-nya. Yach ...begitulah kalau bukan memberi ponten tentang matematika. Juga jadi ingat ketika Prabowo memberi hormat dan menyalami Megawati di KPU tapi Megawati tetap duduk saja. Semoga Prabowo bukan karena balas dendam, karena itu sifat yang sangat menakutkan bukan? (SPMC SW, Juni 2014)
.
---------------------------
.
 
"JANGAN PERMALUKAN PKS MENJILAT LUDAHNYA SENDIRI!"
.

  http://t.co/7wtgpFOZs0
.
----------------------
.
 "PRABOWO TUNTUT FITNAH-NYA AGUM GUMELAR DKK. || DEBAT-KUSIR CA(WA)PRES RONDE-1"
.

  http://t.co/Ix2QVdSBRZ
.
-----------------

Saturday, June 14, 2014

"JANGAN PERMALUKAN PKS MENJILAT LUDAH SENDIRI!"


               (Image source: inrasyad.worpress.com)  

Blogspot. Ketika sekarang sedang heboh pemberitaan PKS akan menuai malu atas pernyataan sebelumnya tentang penghimpunan dana dari masyarakat oleh Kubu Jokowi, lalu sekarang Kubu Prabowo kabarnya juga menghimpun dana dari masyarakat. Aduh ……. apakah PKS harus keluar dari koalisi gara-gara hal tersebut? Atau harus menjilat ludahnya sendiri? Dulu waktu Jokowi menghimpun dana, Kubu Prabowo menghujat, mempermalukan, menghina, bahkan ada yang melaporkan ke Bawaslu dan ke KPK, lha kok sekarang justru ikut-ikutan menghimpun dana? Ayo kita tunggu kelanjutannya, apakah PKS yang diwakili oleh Mahfudz Siddiq yang menyatakkan akan keluar dari koalisi Prabowo jika Kubu Prabowo menghimpun Dana akan ditepati?

Ketika Jokowi menyinggung seragam warna putih, bahwa kubu sebelah adalah followers, saya pikir ….ah itu kebetulan saja, mungkin memang Kubu Prabowo juga suka warna putih.

Lalu ketika MetroTV mengundang pembuat ide cover komik Tintin sebagai sarana kampanye Kubu Jokowi, dan pembuat Food Truck sebagai sarana kampanye Kubu Prabowo, inilah kampanye kreatif, sedikit menepis kecurigaan saya tentang followers yang pernah dinyatakan Jokowi.

Tapi ketika Kubu Jokowi atau setidaknya penggemar Jokowi membuat angka 2 dengan kata-kata “I Stand on The Right Side” untuk disandingkan di Profile Picture (PP) penggemar-penggemarnya, saya sedikit kecewa ketika penggemar Kubu Prabowo juga ikut melakukannya dengan tentu saja merubah sesuai keinginannya. Itu benar termasuk followers!

Lalu puncaknya adalah penghimpunan dana dari masyarakat, betul-betul followers abis. Seandainya boleh memberi masukkan Kubu Prabowo, apakah yakin itu akan menuai banyak manfaat? Kasihan PKS yang konon sudah terlanjur tereak “Kalau masih butuh dana dari masyarakat, sebaiknya jangan mencalonkan jadi Presiden. Mau jadi Presiden kok malah menyusahkan rakyat.” Dan mungkin belum ada yang memikirkan, bahwa pengumpulan dana dari Kubu Prabowo juga akan menuai prahara yang lainnya, ini contohnya: Kalau ternyata hasil pengumpulan dananya lebih sedikit, apakah tidak langsung minder karena itu tergambar sangat nyata bahwa pendukungnya hanya sedikit? Kalau misal nominal akumulasinya bisa menyamai atau bahkan melebihi Kubu Jokowi, berapa banyak nama penyumbangnya? Kalau ternyata lebih sedikit namanya, bukankah akan dicurigai diisi/disumbang sendiri? Padahal yang menyumbang 1 Milyar nilai suaranya sama dengan yang hanya menyumbang Seribu Rupiah bukan? Sementara saya ngetik ini, di MetroTV ditampilkan berita ada Tukang Becak yang sedang “menggorok” celengannya untuk disumbangkan ke Kubu Jokowi. Itulah dukungan dari hati, yang membuat saya sangat yakin, Jokowi akan memenangkan Pilpres tanggal 9 Juli nanti! Belum terlambat untuk “sedulur-sedulur” saya kalau mau ganti haluan, dari pada semakin nyata lebih dalam dipermalukan. (SPMC SW, Juni 2014)

—————————

Catatan:
Kalimat terakhir artikel ini saya tujukan untuk “sedulur-sedulur” saya sesama kompasianer, ayo berdebat dengan logika waras, jangan pokoknya-pokoknya dan ditambah tuduhan-tuduhan yang membabi-buta. Termasuk misalnya mengatakan, waktu Pilpres tahun 2009 Megawati menjadikan Prabowo Cawapres lalu menyimpulkan bahwa Prabowo adalah “clean”, apakah tidak paham bahwa Megawati juga tidak punya hak untuk merubah status apapun atas Prabowo? Ayo berlogika benar untuk semua, bukan untuk diri sendiri dan kelompoknya saja. (SW)

Friday, June 13, 2014

PILIH PRABOWO! CITRA BIROKRAT PENUH HORMAT! || INTERMEZO

                (Image source: nasional.news.viva.co.id)


Blogspot. Ketika digugat soal blusukan kapan selesainya kalau dilakukan ke seluruh Indonesia, tim koalisi "kubu" Jokowi mengatakan: Kan bisa dilakukan by sampling.

Kalau sering blusukan apa tidak susah pengawalanya, bagaimana dengan tugas Paspampres, padahal tradisi yang sering kita dengar adalah adanya sterilisasi sebelum kunjungan Presiden, terus kalau dilakukan sterilisasi beberapa hari sebelumnya...... unsur sidaknya jadi hilang dong?

Walau memang tidak bisa sedrastis ketika jadi Gubernur saya percaya Jokowi akan punya cara menabrak semua protokoler tersebut kalau jadi Presiden. Hanya yang jadi masalah, kalau Presiden-nya tidak tampak elite dan angker sebagaimana biasanya yang sering kita saksikan, apakah protokoler untuk bawahannya akan tetap berlangsung normal? Apa tidak tampak kontras kalau Presidennya siap menyingsingkan baju, sementara Menteri-Menteri-nya perlente necis ber-jas ria? Betapa riuh-nya pemberitaan tentang hal itu, akankah meng-olok-olok Menteri-Menteri-nya? Atau justru memangkas anggaran belanja pakaian yang konon nominalnya membuat geleng-geleng kepala? Ah...... sangat menarik untuk disaksikan, akan adakah budaya perubahan protokoler itu? Protokoler yang tampak berkehendak siap bekerja untuk rakyat? Jadi ingat GUS DUR ketika jadi Presiden, tapi saya pikir akan sangat berbeda karena ingat saya waktu itu Gus Dur lebih banyak diatur karena keterbatasannya.

Jadi, kalau Anda juga sangat ingin menyaksikan perubahan gaya pada pemerintahan yang akan datang, jangan lupa pilih Jokowi jadi Presiden, tapi kalau Anda suka protokoler yang serba mengutamakan "citra", jangan pilih Jokowi jadi Presiden. Simple kan? (SPMC SW, Juni 2014)
.
--------------------
Catatan:
.
Gambar diatas termasuk "pemicu" para kepala daerah bekerja demi kebaikan rakyat, sebelumnya saya belum pernah lihat hal seperti itu dilakukan oleh Gubernur lain.
.

---------------------
.
SAYA NEMU BOROK KENAPA JOKOWI DICACI-MAKI DAN DIBENCI
.
http://t.co/o0haiNgV7l
.
--------------------
.
"KUBU PRABOWO TUNTUT FITNAH-NYA AGUM GUMELAR DKK."
.
http://t.co/Ix2QVdSBRZ
.
--------------------

Wednesday, June 11, 2014

“Tuntut Fitnah Agum Gumelar, Fachrul Razi, Luhut Pandjaitan, Sjamsu Djalal & Debat-Kusir Idealisme-nya CA(WA)PRES”

(Image source: soedoetpandang.wordpress.com)

Blogspot. Begitu banyaknya artikel tentang Debat CA(WA)PRES di publish, juga kupasannya, semua tipi membicarakan, terutama memberi penilaian, dan bisa ditebak semua penilaian yang ada, tak terkecuali artikel ini, rasanya tidak mungkin melepaskan interest bukan? Itulah sebabnya keberpihakan adalah keniscayaan.

Kalau Anda mau tahu kehebatan Prabowo, lihat saja TVONE dan JAKTV, masih banyak juga tipi lain yang menghebatkan Prabowo, tapi karena yang lain lebih sedikit acara ‘berita’ jadi tidak terlalu heboh. Kalau mau tahu kehebatan Jokowi, lihat saja METROTV.

METROTV jelas berpihak pada kubu Jokowi, tapi TVONE lebih hebat dalam keberpihakkannya kepada Prabowo, dimulai kurang lebih seminggu yang lalu beberapa kali menampilkan pengamat gesture Taufik Bahaudin yang sangat luar biasa, tidak ada satu sisipun yang positif tentang Jokowi, tapi sangat hebat yang dilihat pada Prabowo, entah mendapat honor berapa atas keberpihakan tersebut? JAKTV juga sangat terlihat keberpihakkannya pada Prabowo, waktu itu saya pernah lihat debat di JAKTV, ada 4 orang nara sumber, satu orang dari PDIP (Eva KS), satu dari GERINDRA(maaf lupa namanya), terus ada mantan Wagub DKI Priyanto yang nota bene kubu team sukses Prabowo, dan satu lagi pengamat politik LIPI Siti Zuhro. Sekali lagi saya katakan METROTV memang memihak Jokowi, tapi lebih cenderung menampilkan segi positif Jokowi, tapi kalau TVONE terlihat sangat nyata menampilkan tokoh-tokoh atau pengamat yang sengaja menjelekkan Jokowi, dan sesungguhnya itu kurang elegan.

Mengenai isi debat CA(WA)PRES pada Senin, 9 Juni 2014 malam di Balai Sarbini yang disiarkan live oleh banyak tipi, secara garis besar menurut saya ringkasnya sebagai berikut:
 
PRABOWO - HATTA
Klasik, normatif, sarat janji ideal seperti layaknya kampanye-kampanye pada Pilpres-Pilpres sebelumnya. Bukankah kita sudah sangat sering mendengar tentang akan menyelenggarakan Pemerintahan yang bersih, adil, makmur dan seterusnya. Lalu ketika juga mengatakan KITA INGIN menjadi Bangsa yang Produktif; KITA INGIN Rakyat kita hidup makmur; KITA INGIN berdiri diatas kaki sendiri; KITA INGIN Negara terhormat dan rakyat sejahtera;  KITA tidak INGIN para wanita kita menjadi TKI diluar negeri(Apa yang akan dilakukan? SW) ……dan seterusnya ….. Apakah kurang klasik dan tidak normatif menurut Anda? Sungguh kalau anak SMP atau SMA diminta untuk membuat karangan tentang pidato kebangsaan, saya sangat yakin hasilnya akan sama dengan pidato debat tersebut. Cerita praktek yang sudah dilakukan oleh kubu Prabowo hanya tentang pemilihan Ahok sebagai Wagub DKI.

 
JOKOWI - JK
Juga banyak mengutarakan yang sifatnya klasik dan normatif. Tapi juga banyak mengutarakan contoh tindakan yang pernah dilakukan dan yang akan dilakukan. Contoh Lurah Suzan; Tanah Abang; Waduk Pluit; dan lain-lain keterbukaan sistem yang pernah dilakukan.

 
PENILAIAN-PENILAIAN DEBAT
Sangat tergantung kubu siapa yang menilai, kalau kubu Prabowo mengatakan: “Sebagai calon Kepala Negara, tidak perlu mengutarakan secara detail”. Nah lho! Hebat khan? Sementara menurut saya itulah penyebab utama amat sangat normatif, sudah bosan mendengar hal semacam itu. Jangan-jangan tidak tahu bagaimana cara melakukannya.

Kenapa debat CA(WA)PRES Senin kemarin itu begitu banyak mendapat perhatian masyarakat, selain pada Pilpres kali ini hanya ada 2 pasang calon, yang lebih menarik perhatian kelas menengah warga Negeri ini adalah: Selama ini dihembuskan bahwa Jokowi akan dibantai; IQ Prabowo 152′an(?) dengan dikesankan sebagai leader dan sebagainya yang serba hebat yang tidak sebanding dengan Jokowi. Dan lain-lain seperti menggambarkan pertandingan bola Real Madrid lawan Indonesia. Padahal hasil akhirnya, menurut saya pribadi Jokowi memenangkan debat Senin kemarin itu. Maaf kalau memihak, karena memang saya lebih pro Jokowi.

Ketika ada debat tentang penilaian hasil debat oleh JAKTV semalam, sangat lucu ketika kubu Prabowo mengatakan debat tersebut dimenangkan oleh kubu Prabowo, tapi menghembuskan cerita gosip kalau kubu Jokowi sebelumnya mendapat bocoran soal yang akan didebatkan. Logika bagaimana lagi itu? Mengakui menang tapi menuduh lawan mendapat bocoran, kok tidak nyambung ….. Semoga bukan karena kalut, tapi hanya sekedar risau bolehlah …… Terus terang jadi ingat kalau menjelang UNAS anak SMP atau SMA.

Ketika dalam debat kemarin JK juga menyinggung masalah pelanggaran HAM oleh Prabowo, dan Prabowo menanggapinya dengan “Tanyakan saja pada atasan saya waktu itu”, lalu diluaran juga beredar surat DKP tentang rekomendasi pemecatan Letnan Jenderal Prabowo Subianto dari kesatuan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), sungguh itu merepotkan kubu Prabowo.

Kupasan surat dari DKP tersebut dikupas cukup detail oleh KOMPASTV dan METROTV, nara sumber yang berhasil saya cermati dari kedua tipi tersebut antara lain: Agum Gumelar, Fachrul Razi, Luhut Pandjaitan, Sjamsu Djalal yang nota bene terlibat mengadili dalam kasus tersebut. Inti kupasannya adalah: Prabowo “Dikeluarkan” tidak ada kata-kata “dengan hormat”-nya. Kata tersebut dikondisikan karena Prabowo adalah Mantu Presiden, karena sangat tidak pantas kalau dicantumkan kata “Dipecat”, dan masih banyak lagi tentang kesalahan Prabowo yang bukan hanya pada kasus tersebut. Menurut saya cukup gamblang.

Lalu pertanyaan saya, kalau memang Prabowo merasa dirugikan dengan pernyataan-pernyataan tersebut karena tidak benar, fitnah, dan sebagainya, kenapa harus beradu argumentasi dengan pembantahan-pembatahan. Bukankah cukup jelas siapa yang menilai, siapa yang membuat pernyataan, kenapa tidak menuntut saja lewat lembaga peradilan? Buktinya juga cukup mudah didapat di KOMPASTV, METROTV, “oknum” nya juga cukup jelas AGUM GUMELAR, FACHRUL RAZI, LUHUT PANDJAITAN, SJAMSU DJALAL. Menurut saya itulah sarana elegan untuk mengungkap masalah, jangan gunakan ingatan pendek rakyat dengan berdalih pernah koalisi dengan PDIP dengan membentuk MEGAPRO yang terbukti kalah, bukankah kekalahan waktu itu salah satunya juga karena ada gugatan rakyat? Kamisan didepan Istana itulah salah satu bukti kongkrit bahwa waktu Pilpres tahun 2009 juga ada gugatan rakyat. Pertanyaan terakhirnya adalah, kalau begitu jelas dan tidak digugat “oknum” yang mencemarkan nama baiknya atau memfitnah, apakah salah kalau rakyat menganggap bahwa pemecatan tersebut benar adanya? Bahwa kebrutalan, penculikan dan pelanggaran HAM berat itu memang pernah terjadi? (SPMC SW, Juni 2014)
.
———————
Catatan:
.
DKP = Dewan Kehormatan Perwira
.
———————
.
 
PILIH JUJUR-NDESO-SUKA KERJA, ATAU GAGAH-SANGAR-TEGAS?
.

http://t.co/p2U2PBL1j0
.
———————-
.
 
SAYA NEMU BOROK KENAPA JOKOWI DICACI-MAKI DAN DIBENCI
.
 
http://t.co/o0haiNgV7l
.
———————
.
Perang Badar ……….Amin Rais pencetusnya, setelah pengelompokan laskar terjadi, simak disini siapa yang menyesal dalam peperangan? …….
Siapa yang dipermalukan ……..?
Sungguh kasihan ………
.
 
“PERANG BADAR CAPRES BERAWAL DARI PROF. MAHFUD MD VS PROF. ANIES BASWEDAN”
.

 http://t.co/h0eA4jAr4X
.
—————

Monday, June 9, 2014

"PERANG BADAR CAPRES BERAWAL PROF. MAHFUD MD vs PROF. ANIES B"


              (Image source: m.kompasiana.com)
Blogspot. Harta - Tahta - Wanita, begitu klasik menggoda. Tapi kita tak bisa memberi stempel begitu saja, sebelum mereka membuktikannya. Dan catatan sejarah adalah ukurannya, apakah mereka tergoda atau bijaksana. Melempem atau trengginas. Menjadi lintah darat atau pahlawan rakyat. Saya termasuk pengagum tokoh-tokoh yang jujur, berani, “berlogika” waras atau cerdas, serta punya moral yang baik, dan Profesor bukan ukuran kecerdasan logika itu.
Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D., S.H., S.U., lahir di Sampang, Madura, Jawa Timur, 13 Mei 1957. Pada mulanya saya termasuk salah satu pengagum Mahfud MD, yang tergambar begitu jujur dan berani sampai ketika beliau menyatakan mendukung kubu Prabowo dan menjadi ketua team suksesnya dengan janji dijadikan Menko. Lalu memangnya apa yang salah dengan itu semua?
Seperti juga kata bijak yang lainnya, jangan membuat keputusan ketika Anda sedang marah. Saya tidak mengupas kenapa Mahfud MD marah, karena menurut saya lebih penting memposisikan diri sebaik mungkin pada posisi apapun dari pada terjebak dalam kemarahan yang biasanya justru menimbulkan kerugian-kerugian lain. Dan saya melihat hal itu pada Mahfud MD, ketika beliau begitu tampak tersirat mengharap menjadi Cawapres untuk mendampingi Capres Jokowi, dan ternyata tidak terpilih, bagaimana logikanya mengambil posisi kontra hanya untuk janji jabatan Menko? Kalau posisi di seberang adalah Cawapres, mungkin saya bisa memahami. Seandainya Mahfud MD berani berbesar hati, menerima kenyataan yang ada, tetap merapat dengan PKB, dan bergabung dengan team-nya Jokowi, saya yakin bisa jadi jabatan Menko juga akan tetap diterima setelah kemenangan kubu Jokowi. Bukankah ketika Mahfud MD mengharap menjadi Cawapres-nya Jokowi, karena saat itu yakin Jokowi akan menang Pilpres?
Pada acara Mata Najwa di MetroTV dengan tema “Jokowi atau Prabowo” yang lalu, Mahfud MD vs Anies Baswedan, saya menduga Mahfud MD sangat menyesal tampil, dan sesungguhnya Mata Najwa sudah berbesar hati untuk memotong acara tersebut supaya Mahfud MD tidak terlihat telak dipermalukan. Saya melihat iklan untuk tayangan tersebut, tapi hanya sekali ditayangkan, karena saya tidak melihat lagi iklannya, juga penayangan acara tidak sesuai dengan yang diiklankan. Dimana Mahfud MD merasa lebih hebat dibanding kedua Capres yang ada sekarang, lalu Anies Baswedan menanggapinya, kehebatan seseorang yang menilai adalah orang lain. Aduh … betapa lebih malunya kalau hal itu tidak dipotong dalam tayangan? Lalu sekarang memposisikan akan 'mengabdi' pada orang yang dinilai ada dibawahnya.
Ada kata bijak lain yang saya juga tidak tahu siapa pembuatnya, kalau untuk perkara-perkara kecil saja tidak berani menanggungnya, jangan harap ada keberanian untuk perkara besar. Tentang lambang Garuda yang tidak boleh digunakan secara sembarangan, konon ketika Mahfud MD menjadi ketua MK sempat menangani masalah tersebut. Maka ketika lambang Garuda sekarang dipakai diseragam kubu Prabowo dan dipertanyakan, Mahfud MD mengatakannya tidak sama. Sementara saya juga mendengar dan melihat dalam suatu wawancara, pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan penggunaan itu adalah salah. Hemmmm ….. kalau sampai gelap mata begitu bagaimana ya, apakah kemarahan dan kekecewaan yang dialami Mahfud MD sebegitu parahnya? Sampai lupa berlogika dengan benar? Lambang yang dipakai itu urusan kecil, apakah kepentingan memang mengalahkan kebenaran? Layakah merasa lebih hebat dari orang lain atas dasar penilaian diri sendiri?
Cerita bermakna terbalik dari teman sekolahnya Jokowi, ketika menjadi Walikota Solo anak Jokowi tidak diterima di sekolah unggulan, maka Jokowi tidak mau menggunakan “kesaktian” jabatan untuk meminta anaknya diterima, juga ketika Jokowi tidak mau memberi contekan dan menerima contekan ketika ulangan waktu sekolah dulu. Sesuatu yang sudah sangat langka bukan? Ketika Jokowi menyebut nama Anies Baswedan waktu ditanya wartawan tentang bocoran 46 nama yang diusulkan Grup Band Slank, tentu saja itu sudah pakai pertimbangan dan akal sehat yang matang dan dapat dipertanggung jawabkan. Karena memang nama itu ada di daftar Jokowi juga didaftar Slank! Dan seribu persen Anies Baswedan akan jadi salah satu Menterinya Jokowi kalau Jokowi terpilih nanti. Kalau mau berpolitik hebat, seandainya ada nama Mahfud MD di daftar Slank, lalu Jokowi memberi bocoran nama dengan menyebut nama Anies Baswedan dan Mahfud MD, pasti seru dan semakin membuat hati Mahfud MD semakin galau.
Prof. Anies Rasyid Baswedan Ph.D., lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969. Sebagai “pengungkit” melambungnya nama yang bersangkutan adalah mengikuti Konvensi Partai Demokrat. Dan menurut saya ikut konvensi itu adalah kesalahan, sebagus apapun alasannya! Tapi kalau ternyata justru menceburkan dirinya kekancah politik praktis, itulah sebabnya saya katakan “pengungkit”, bisa jadi itulah awal bersinarnya yang bersangkutan, karena langkah-langkah berikutnya yang diambil.
Saya pernah menyayangkan keikutsertaan Anies Baswedan dalam Konvensi, karena saya tidak melihat acuannya apa? Konvensi Partai di Amerika sekalipun, yang saya baca beritanya selalu diikuti oleh kadernya sendiri, tidak ada peserta dari luar partai. Apalagi pada Pemilu Legislatif beberapa waktu yang lalu Forum Rektor anehnya tidak memberi dukungan padanya, tapi justru memberi dukungan pada Prabowo.
Kalau Anies Baswedan menjadi anggota kubu team sukses Jokowi, masih bisa dimengerti karena sebelumnya tidak tampak yang bersangkutan anti Jokowi, dan itu semakin melengkapi pengkontrasan pandangan dukungan kubu Capres yang ada. Bagaimana kalangan menengah berlogika, ketika dikubu Prabowo ada Prof. Mahfud MD, Rhoma Irama, Gerbong FPI, PKS, PPP dan lain-lain. Lalu dikubu Jokowi ada Prof. Anies Baswedan, Wanda Hamidah, Gerbong Dahlan Iskan, Nasdem, PKB dan lain-lain. Type-type keberpihakan telah melakukan seleksinya sendiri, seleksi alam kata orang bijak yang lain. Tinggal pembuktiannya tanggal 9 Juli 2014 nanti! (SPMC SW, Juni 2014)
.
————————-
.
Artikel yang berkaitan dengan Anies Baswedan ikut Konvensi, sampai titik itu Mahfud MD lebih cerdas mengolah nalurinya, tapi terpuruk setelah dilingkupi kegalauan …. Betul-betul perputaran roda zaman, penentuannya adalah waktu dan keserakahan …..
.
KONTROVERSI HATI KONVENSI PARTAI TANPA MAHFUD MD & JOKOWI
.
http://t.co/UfIJLWCZxy
.
——————
.
Mengundang Kubu Prabowo untuk ikut Polling berikut, kemana ya mereka? Ada atau tidak sebetulnya ….? :
.
TPS TERBUKA “PRABOWO VS JOKOWI”, SIAPA JAGOAN ANDA?
.
http://t.co/54EM4zvwfe
.
——————-