Thursday, March 27, 2014

(JOKOWI) "TOKOH - BADUT/BONEKA/BUNGLON/PLIN-PLAN/KEBLINGER/LABIL??"



                 (Image source: suaratuhan.blogspot.com)


Blogspot. Gambaran tentang Engkong biasanya tua, rambut putih, dan seterusnya. Tapi Engkong yang satu ini cukup istimewa, karena tokoh budaya dan sering tampil di tipi, beliau sangat beken. Ketika Pilkada DKI, ingat saya Engkong jadi Jurkamnya Foke, dan tentu saja punya tugas melibas abis Jokowi dengan berkoar-koar layaknya suporter bola menganggap lawan tidak akan becus urus Betawi karena hanya pengalaman jadi Walikota, dan itupun kota mungil. Ingat saya dulu pernah tampil di tipi bersama RS si-raja mantap dari tokoh Partai Mercedes-Benz. Ternyata jagoannya kalah, lalu Engkong lama mengendap malu berbicara tentang Pilkada DKI yang mengalahkan Jagoannya. Belum setahun kemudian, tiba-tiba Engkong memberi dukungan Gubernur DKI, tidak ada yang kaget, karena begitulah masyarakat kita, bebannya sudah berat, jadi tidak ada yang peduli atau mengingat. Tapi dukungan tersebut tidak membuat Jokowi besar kepala, alias biasa-biasa saja, 'engga di-reken' bahasa sononya!  Hampir bersamaan dengan itu, survei tentang Jokowi semakin melambung untuk digadang jadi pemimpin Negeri, karena Jokowi adem-adem saja, dan entah si Engkong punya jagoan yang mana lagi, atau merasa tidak di-reken sama Jokowi maka Engkong tiba-tiba balik kanan lagi menjeblokkan nama Jokowi. Tidak ada yang gratis, begitu menurut pengamatan saya, bisa jadi saya salah ..... Semoga Engkong tidak termasuk kategori judul artikel ini ya ........

Lalu segerombolan RJB akan menggugat Jokowi, melaporkan ke Polisi, menyeret Jokowi untuk dibawa ke Kantor Polisi, dan lain-lain pernyataan bombastis dan asal tereak saja. Adakah pembaca yang dapat menerangkan, karena saya memahaminya mereka ada yang mengatakan memilih Jokowi jadi Gubernur, lalu akan melaporkan Jokowi ke Kantor Polisi karena melanggar sumpah Jabatan jika tidak jadi Gubernur DKI selama 5 tahun, tapi juga menghujat Jokowi tidak becus ngurus Jakarta. Padahal saya lihat rekam jejaknya, mereka termasuk ada yang tokoh dari partai pendukung Foke. Apa ya maksudnya? Kok ngaku-ngaku dulu memberi dukungan segala ... Apa maksudnya supaya memberi kesan bahwa Jokowi mulai ditinggal pendukungnya? Sungguh Absurd, ada yang lumayan terkenal dan kita bisa cari di Om Google, siapa dia, latar belakangnya, dari partai mana, dan seterusnya, lebih banyaknya hampir tidak tahu siapa gerangan, mungkin mau numpang narsis biar eksis ..... Yang lebih canggih dong kalau buat parik'an, atau karena sawerannya murah maka asal-asalan, tidak masalah memalukan atau tidak, yang penting masuk tipi..... hehehehe .... Itupun juga saya mengharap tidak ada pembaca yang juga memberi julukan mereka termasuk kategori judul artikel ini.....

Pembaca sekalian yang terhormat, cobalah perhatikan hal-hal semacam itu yang masih banyak sekali .... termasuk kalau kita teliti mencermati, dari latar belakang data tokoh, bisa jadi termasuk mereka yang ketakutan AHOK otomatis jadi DKI-1. Pobia melanda tokoh menjadi gila sesaat ..... Dan Anda akan nyengir seperti kuda yang lagi sakit perut ......

Luar biasa, ternyata pen-Capres-an Jokowi "biang-kerok" semakin membuat banyak orang kehilangan akal sehat, entah kemana logika mereka, padahal saya perhatikan banyak yang bergelar lebih dari S1. Serem amat ya ternyata politik, semoga mereka tidak gelap mata, karena akan mempermalukan diri sendiri lebih dalam lagi, lebih dalam lagi, lebih dalam lagi .......(kok seperti acara hipnotis di tipi?) hehehehe ..... (SPMC SW, Maret 2014)

------------------------------
.
EPISODE "KEOS MEI-98"
(Puisi Sensitif)
.
.
------------------------------
.

BASUKI, Selain KRISTEN, CINA Lu !
.

.
------------------------------

Wednesday, March 26, 2014

"REKAM JEJAK TRAGEDI MEI-98" || #PuisiSensi


 
 (Image source: purwasuka.web.id)


Suatu masa di Negeri Antah Berantah
Tersebut Perwira tampan rupawan
Idola hati para Putri Bangsawan
Trending topic banyak kalangan

Perwira cemerlang banyak bakat
Putra tersayang Begawan Ningrat
Begawan idola para Teknokrat
Baginda-pun menaruh hormat

Putri Baginda juga terpikat
Gayung bersambut hati terpaut
Baginda berbesan Begawan
Semua serasa dalam genggaman

Karir Perwira giat memanjat
Rekan sejawat hanya bisa terperanjat
Banyak atasan jadi sederajat
Perwira jelma Jenderal dengan cepat

Jenderal piawai simpan jumawa
Baginda punya banyak rencana
Karir melesat bak meteor
Banyak atasan terteror

Strategi Baginda kondang hebat
Tahta digenggam jaring dirancang
Jadi Baginda masih juga kurang
Bintang ke-lima pun disemat

Mabuk kepayang gelimang kuasa
Harta bertumpuk semakin mabuk
Tak pernah cukup puaskan hati
Itulah sebab tak mau henti

Terpikir satu periode lagi
Tunggu sematkan bintang tertinggi
Tepat hitungan menantu mengganti
Tinggal alihkan kekuasaan Negeri

Gusti tak mau kompromi
Rakyat tak tahan lagi
Konon Jenderal punya strategi
Culik Aktivis pejuang hak asasi

Tragedi dicipta atau tercipta?
Tragedi terjadi tanpa kompromi
Tragedi berlangsung tanpa dibendung
Tragedi tragis sangat bengis

Pemerkosaan massal terjadi
Penjarahan massal terjadi
Pembakaran massal terjadi
Pembunuhan massal terjadi

Tak satupun pemerkosa tertembak?
Tak satupun penjarah tertembak?
Tak satupun pembakar tertembak?
Tak satupun pembunuh tertembak?

Kemana Pengayom Negeri?
Kemana Laskar Penjaga Negeri?
Kemana Penegak Hukum Negeri?
Kemana para Jenderal sembunyi?

Apakah dibiarkan?
Apakah dikondisikan?
Layak-kah predikat Negeri?
Walau Negeri Antah Berantah?

Kondisi Negeri gawat
Banyak Negeri terperanjat
Banyak Negeri menghujat
"Antah Berantah Negeri barbar"

Baginda sadar terlalu lama kuasa
Walau rencana belum terlaksana
Kenyataan hitungan nyata beda
Gusti tidak menutup mata

Gagal konsep tragedi preman
Mahasiswa duduki gedung wakil rakyat
Terperanjat kenyataan Negeri
Lengser keprabon sudut pilih terbaik

Curiga Jenderal berhati bengis
Dunia serentak tereak
"Ungkap biang-kerok tragedi!"
Malu berkawan kalau tak lakukan

Seperti biasa zaman itu
Ewuh pekewuh terjadi
Siapa tidak hutang budi?
Mantan Baginda sumber kuasa

Sang Jenderal tertuding
Dicurigai biang tragedi
Tim pencari fakta dibentuk
Coba membongkar masalah

Sudah diduga para aktivis
Masalah tidak akan tuntas
Siapa bisa mengurai?
Gurita tali temali jaring Rezim

Rakyat nilai yang tersirat
Tertinggi pangkat dalam alumni
Kalau Jederal betul tidak salah?
Kenapa harus dilengser?

Menepi sejenak langkah jitu
Kenyataan pendek ingatan kita
Kurang dua tahun kembali mudik
Mantan Jenderal alih profesi

Seiring jalan waktu dan keadaan
Impian raih kuasa masih terjaga
Buat partai jadi mode mantan Pejabat
Mantan Jenderal ganti julukan Politikus

Kekayaan dan impian melenakan
Korban penculikan jadi punokawan
Memaafkan atau tergadaikan?
Tergantung empunya wacana

Julukan pelanggar HAM jadi samar
Memori sang waktu hanya segitu
Berdalih tidak pernah dihukum
Pembukti tidak terlibat masalah

Korban tak tergadai kuat mengingat
Perjuangan keluarga masih terjaga
Kamisan mematung berbusana hitam
Menagih janji depan istana

Tak ada yang menggubris
Semua diharap melupa
Hanya itu dilakukan
Negeri tak mampu buat lebih

"Kemanusiaan yang adil dan beradab"
Sepertinya belum terlaksana
Tapi Negeri Adi Kuasa mengingat
Sang tokoh ditolak masuk Negeri-nya

Pada pemilihan Pemimpin Negeri
Semua Politikus merasa nomor satu
Semua Politikus tebar janji manis
Masihkah rakyat terjebak iklan kecap?

Ayo rakyat gunakan ingatan bijak
Abaikan janji manis kecap
Ingat KEBERSIHAN REKAM JEJAK
Itu panduan utama pilih pemimpin

Sambil kita menanti
Siapa tahu pengadilan itu terjadi
Tegaknya reformasi hukum negeri
Salah atau benar jadi pasti

              -----¤¤¤-----

(Blogspot, SPMC SW, Maret 2014)
--------------------------------

Catatan:
Mohon maaf kalau salah dan kurang berkenan, 
mohon tidak emosi, 
karena itu "hanya cerita Negeri Antah Berantah ....." 
Salam (SW)

Friday, March 21, 2014

"JOKOWI BIANG-KEROK LOGIKA KEBLINGER"



                                           (Image source: intisari-online.com)




Blogspot. Waktu tipi menghadirkan Dosen yang jadi Pengamat ketika sedang acara berita, dan mengaku secara pribadi "fifty-fifty" tentang pencapresan Jokowi, tapi kemudian kupasannya sedikit mempertanyakan tentang janji kampanye Jokowi untuk jadi Gubernur satu periode, juga sedikit menyinggung tentang penanganan banjir yang belum berhasil, lalu sedikit mempertanyakan bagaimana penanganan macet, dan lain-lain yang semuanya serba 'sedikit-sedikit'. Sungguh dibutuhkan kepekaan untuk menilai Pengamat tersebut, karena sebetulnya pernyataan fifty-fifty yang dinyatakan berulang kali tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang disuarakan. Kalau "seandainya" Jokowi terpilih jadi Presiden, lalu Pengamat tersebut diminta untuk jadi penasehat politik Presiden, kira-kira mau atau tidak ya?

Banyak sekali para tokoh dinegeri ini juga para simpatisan partai yang keblinger logika berpikirnya, gelap mata, lupa menilai ulang sebelum membuat pernyataan, banyak sekali yang justru sangat mempermalukan diri-sendiri, padahal banyak dari mereka yang berpendidikan formal sangat tinggi jika dibanding rata-rata pendidikan warga negeri ini. Apakah berpolitik harus melupakan etika kesantunan, melupakan rasa malu, atau justru harus membuat pernyataan bombastis, menghujat, menghina, yang penting "harus" bersuara menjatuhkan lawan? Atau apakah karena memang mereka tidak punya etika dan tidak punya rasa malu?

Pada periode hebohnya kampanye sekarang di negeri ini, tidak ada tokoh politik selain Jokowi yang disuarakan dengan berbagai macam cara untuk dapat "menghalangi" pencalonan dirinya sebagai Capres oleh partainya, ada yang mengatakan Jokowi harus memenuhi janjinya untuk tetap jadi Gubernur, tapi juga diminta jadi Cawapres dari partainya, benar-benar keblinger, memang kalau jadi Cawapres boleh tetap jadi Gubernur? Huh! ......

Lalu ada yang mengatakan sangat tidak etis kalau belum menyelesaikan tugasnya sudah mencalonkan ditempat lain, lupa kalau ada tokohnya juga melakukan hal serupa.

Begitu banyak yang mengecam ketika Jokowi pergi ke Blitar, dikecam lebih heboh padahal samar-samar saya ingat ketua partai yang mengecam juga merangkap petinggi negeri ini pernah mengurusi partainya pada jam kerja. Entah berapa banyak Anggota DPR/DPRD/Gubernur/Bupati/Walikota yang meninggalkan jam kerja karena urusan pribadi? Dan yang lebih absurd, melupakan koleganya yang saat-saat ini banyak absen sebagai anggota DPR/DPRD, menyiasati peraturan absen 6 kali berturut-turut, maka ketika sudah absen 5 kali baru hadir lagi ... Huh! ... Memang meninggalkan jam kerja adalah tidak etis, tapi melupakan kotoran didepan mata sendiri yang ternyata jauh lebih besar dan lebih bau, bukankah itu lebih tidah etis?

Ada juga yang membuat artikel ayahnya Jokowi adalah "cino", kalau benar apakah para tokoh lain akan mendiamkan? Padahal menurut konstitusi negeri ini, semua warga-negara punya hak dan kewajiban yang sama, atau maksudnya ingin memancing sentimen ke masalah SARA? Jangan-jangan mereka pikir Ahok juga tidak punya hak jadi presiden negeri ini, atau mereka pikir telah lebih berbuat hebat atas negeri ini dibanding Jokowi, Ahok, Kwik Kian Gie, Megawati, ...? Sebaiknya baca lagi konstitusi negeri ini, janganlah mengadu domba rakyat kemasalah SARA.

Lalu ada lagi yang membuat artikel kalau Jokowi adalah koruptor sejak menjadi Walikota Solo, lho... kalau punya bukti dan dilaporkan ke KPK bukankah "Anda" bisa jadi sangat terkenal, dan pasti status Anda akan naik bukan saja mendapat bayaran untuk artikel yang Anda buat, tapi bisa jadi Anda dijadikan petinggi partai atas kepahlawanan Anda bukan?

Setelah kini Jokowi mendapat mandat untuk dicalonkan sebagai Capres dari partainya (PDIP), membuyarkan wacana yang sudah ditebar untuk pencegahannya, momok tersebut kini menjadi nyata, genderang perang dimulai, tanpa komando sepertinya semua partai rival sangat bernafsu untuk menjatuhkan Jokowi. Semoga tidak lupa pengalaman Pilkada DKI, memalukan kalau sudah mengumbar sumpah-serapah tapi ternyata kalah juga. Karena memang kendali ada ditangan rakyat, dan rakyat butuh rekam jejak yang baik, bukan profesor atau banyak titel tapi ujung akhirnya seperti yang banyak ditangkap KPK dijadikan penghuni penjara. Juga bukan penyandang masa lalu yang menggantung dan konon masih tetap diperjuangkan keadilannya oleh keluarga korban dengan cara berdiri didepan Istana pada hari dan tanggal tertentu bahkan memakai pakaian hitam, payung hitam, simbul berkabungnya rasa keadilan dinegeri ini. Perjuangan tanpa lelah atas janji yang mungkin sudah dilupakan oleh pemberinya .... Memilukan!

Memperhatikan kenyataan yang ada, begitu bombastisnya kempanye penyerangan dilakukan oleh tokoh rival, sepertinya banyak yang lupa, bukankah para sufi mengatakan bahwa dunia ini seperti cermin yang akan memantulkan apa yang Anda lakukan? Jadi itu semua juga boleh disimpulkan, bahwa "ketakutan pasti kalah" dalam pertandingan adalah pencerminan kampanye bombastis yang dilakukan, menuduh dan merendahkan dengan membabi-buta adalah petunjuk pasti ketakutan kalah tersebut, dan itu tampak telanjang dimata rakyat bukan?

Bahkan ada yang sangat kalut menyerang dari segala sudut, mengatakan jangan sampai Pemilu dimenangkan oleh pemimpin partai yang mencla-mencle, presiden yang tidak menepati janjinya sendiri, presiden boneka, dan lain-lain yang justru sangat tampak takut 'pasti' kalahnya.

Konon kabarnya ada yang meminta kepada Tuhan dan menyebut-nyebut Nabi-nya dalam status doa-nya agar Jokowi kesambar petir. Kalau tidak terlaksana bagaimana? Apakah juga akan menyalahkan Tuhan dan juga Nabi-nya? Mempertaruhkan Tuhan dan Nabi untuk urusan Politik rasanya sungguh menggunakan logika yang keblinger, padahal konon Tuhan hanya mewahyukan ajaran kebenaran dan bahkan tidak pernah menciptakan agama, apalagi diminta ngurusi politik dan menyambarkan petir kepada lawan politiknya. Jangan-jangan inilah contoh beragama yang tersesat, bagaimana menurut Anda?

Ada juga tuduhan Jokowi akan meng-kafir-kan Indonesia, sungguh luar biasa 'kreatif' tokoh tersebut. Apakah Jokowi bisa "sehebat" itu? Atau memang agama sangat menarik untuk diwacanakan dalam perpolitikan? Jangan-jangan banyak dari kita yang "memlintir" agama demi ambisi kerdil? Atau mereka sebetulnya tidak percaya lagi dengan agamanya, sehingga dengan begitu mudah memutar balikkan kebenaran demi tujuan sesaat walau harus menyesatkan umat? Jangan-jangan saya yang justru tidak paham tentang agama, atau tokoh tersebut yang logikanya keblinger?

Dari kaca mata saya, ternyata banyak para tokoh yang keblinger logikanya ya? Maaf, atau jangan-jangan hanya saya yang keblinger? Semoga terbaik untuk negeri ini ...... (SPMC SW, MARET 2014)

--------------------------------
.
Omong Kosong Jika ....
.
"JOKOWI & PDIP BISA MERUBAH PERPOLITIKAN NKRI SETARA AMERIKA"

http://t.co/u7XhF9YLrO

.

Wednesday, March 12, 2014

"AKU GOLPUT WALAU JOKOWI JURKAM"


                                                (Image source: antarariau.com)
Blogspot. Sebelum saya menulis artikel-artikel opini beberapa waktu ini, saya tidak terlalu peduli dengan apa itu yang namanya “golput”, terutama sekali kenapa mereka harus golput kalau waktu dan kesempatan mereka miliki untuk ikut nyoblos pada waktu pemilu? Kini setelah mencoba ikut nimbrung memperhatikan perpolitikan dinegeri ini, dan juga menulis beberapa opini yang “sedikit-sedikit nyerempet” ke arah perpolitikan, dan utamanya memperhatikan begitu massif-nya korupsi terjadi pada para tokoh politik kita, selain rasa “geregetan” juga menerka-nerka dan mencoba memahami kenapa begitu banyak rakyat yang golput.
Geregetan kenapa mereka yang “tadinya” begitu tampak terhormat, berpendidikan tinggi, bahkan yang ada diposisi Anggota DPR, Ketua MK, Meteri, Gubernur, Deputi Gubernur BI, Ketua SKK Migas, dan lain-lain yang bahkan sampai bergelar Profesor tapi menghuni hotel prodeo. Lebih geregetan lagi ketika mereka tidak punya malu, dan itu menunjukkan penurunan kasta mereka, karena rasa malu itulah yang membedakan antara manusia dan mahluk lainnya.
Ketika ada Anggota DPR yang begitu korup, yang bersangkutan tampak menitikkan air mata ketika pembacaan keputusan, kawatir mendapat keputusan maksimal oleh Yang Mulia Hakim, dan setelah sidang keputusan tentang kasusnya ternyata tidak seperti yang ditakutkan, tampak beberapa anggota keluarganya ber-foto-ria dengan latar belakang meja Majelis Hakim diruang persidangan, mengabadikan moment-moment kebersamaan dengan pesakitan, sirna seketika air mata kekawatiran sebelumnya ….. Melegakan ketika akhirnya MA memperberat hukuman pesakitan tersebut.
Ada lagi mantan menteri yang begitu flamboyan, punya dua saudara, dan mereka tiga bersaudara semuanya berpendidikan tinggi, menggalang opini publik sangat yakin bahwa saudara tua-nya tidak bersalah sama sekali, kenapa itu dilakukan? Bukankah lebih baik menyiapkan amunisi dipersidangan saja? Apakah kepandaiannya dimaksudkan menggiring opini publik untuk menyesatkan masyarakat, supaya menilai bahwa saudaranya itu malaikat yang dituduh koruptor? Kenapa sebagai saudara yang tidak terlibat kok malah melibatkan diri memasuki arena kubangan sesat dan menyesatkan? Sebagai saudara apakah harus membela membabi-buta? Apakah tidak kawatir banyak orang berpikir ternyata kalian semua setali-tiga-uang? Bagaimana logika-nya ketika saudara menteri menerima uang 4 milyar walau itu dilabelkan hadiah ulang tahun? Apa ada hadiah semacam itu diberikan oleh mereka yang bukan sanak saudara? Kalau memang tidak ada apa-apa-nya, masak iya berpendidikan begitu tinggi kok tidak berlogika kebenaran sama sekali? Lebih absurd lagi uang tersebut dikembalikan ke KPK setelah saudaranya ditetapkan sebagai tersangka, lalu mau menjadi pahlawan bahwa yang bersangkutan siap dipenjara sekalipun, karena memang sang kakak tidak terlibat sama sekali. Ah….. bukankah lebih baik diam dari pada membuat pernyataan-pernyataan konyol dan menggelikan yang tidak bernalar logika kebenaran, dan ternyata berpendidikan tinggi tidak menjamin orang mempunyai rasa malu, tapi menjamin mau menang sendiri, mau benar sendiri, atau mau memaksakan kebenarannya. Apakah banyak para orang tua kita menginginkan anak-anaknya berpendidikan tinggi untuk korupsi? Memilukan, sekaligus meyakinkan bahwa negeri ini telah alpa mendidik moral warganya. Bagaimana tidak geregetan ketika sang kakak juga menyatakan bahwa dirinya tidak tanda tangan, dan itu sebabnya merasa tidak salah, tapi anak buahnya yang salah, lho …. kok sebelum dinyatakan tersangka tidak ada kata-kata tersebut, dan kok juga mendiamkan saja anak buahnya? Atau jangan-jangan jadi Menteri tapi tidak ngerti tugas dan wewenangnya?  Jadi apa hebatnya ketika sudah dinyatakan tersangka oleh KPK lalu mengundurkan diri?
Geregetan juga kalau menulis tentang mantan ketua SKK Migas dan MK, konyolnya juga serupa, tidak punya malu-nya juga serupa, itulah sebabnya tidak perlu dikupas ya, jangan-jangan nanti para pembaca ikut geregetan, atau malah geregetan sama saya karena memang ternyata saya tidak bisa menuliskannya, maaf.
Tapi kalau boleh saya suarakan, mohon jangan jadikan mereka Dosen atau kembali menjadi Guru Besar kalau para pesakitan tersebut telah selesai menjalani kasusnya. Itu memalukan sangat dan sungguh tidak etis. Kecuali memang kita sengaja ingin menghapuskan rasa malu yang mungkin masih ada tersisa.
Apakah pembaca yakin ketika beberapa tokoh mengatakan bahwa “masih banyak” tokoh baik dinegeri ini? Konyolnya, beberapa waktu kemudian sang tokoh yang mengatakanpun dicekal keluar negeri … huh!
Mengupas tentang golput sesuai dengan judul artikel ini dan yang sepertinya mulai bisa saya pahami, apakah UU-nya melarang golput? Karena kalau tidak melarang, sebetulnya saya juga berminat untuk ikut golput. Maaf ya, bukan saya mau menarik Anda sekalian untuk ikut golput, tapi hal tersebut lebih dikarenakan untuk menebus rasa salah menerka dalam beberapa artikel saya sebelumnya yang sangat mengharapkan diumumkannya seseorang menjadi Capres sebelum Pemilu Legislatif, tapi karena sampai detik ini pengumuman tersebut tidak terjadi, itulah sebabnya tidak ada alasan lagi untuk saya harus mencoblos pada Pemilu Legilatif kali ini. Padahal menurut kalkulasi saya, kalau Ketua Umum partai tersebut berkenan mengumumkan saat-saat ini, saat sebelum Pemilu Legislatif tiba, saya yakin banyak para golput yang akan turun gunung untuk ikut memeriahkan pesta demokrasi kali ini.
Dan itu tentu saja menguntungkan partai dimana tokoh tersebut berada, serta para calon anggota DPR/DPRD-nya yang ketiban ndaru. Maaf, karena bukankah kalian semua juga menganggap bahwa semua partai hampir sama, yang membedakan adalah kebetulan tokoh idola Anda ada didalam partai tersebut bukan? Tapi ketika tokoh yang Anda harapkan untuk membuat perubahan atas negeri ini belum pasti dicalonkan, apakah Anda masih tertarik untuk ikut nyoblos pada Pemilu Legislatif yang akan datang? Mohon maaf kalau saya salah sangka dan meng-gebyah-uyah banyak diantara Anda. Semoga Anda tidak terkontaminasi pemikiran saya.
Semoga sang Ketum tidak terjebak oleh hembusan opini yang sengaja digalang para politikus, menciptakan suasana serba salah - tidak etis - tidak sesuai janji kampanye sebelumnya - dan lain-lain yang serupa, yang bertujuan untuk menghalangi pencalonan tersebut terjadi, karena itu memang kekawatiran para pesaing atas kekalahan telak yang kalkulasi berdasar survei akan menimpanya. Coba bayangkan betapa banyak mereka sudah mengeluarkan biaya promosi yang begitu lama, masif, dan terus menerus sampai nanti menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Itulah sebab apapun caranya, entah itu etis atau tidak, akan dilakukan untuk menghalangi, karena kalau partai sang “satrio-piningit(?)” tidak menang di Pemilu Legislatifnya, itu berarti harus berkoalisi, dan tentu saja lebih mudah di-skenario-kan kemudian bukan? Itu urusan nanti!
Jadi apakah kesempatan emas ini akan disia-siakan? Bukankah sang Ketum justru bisa berperan sangat hebat untuk menangkis semua cegah-tangkal yang beredar saat ini, seperti misalnya: “Menugaskan sang satrio-piningit untuk di Capres-kan demi kemaslahatan yang lebih besar, demi Indonesia yang lebih baik, demi memenuhi keinginan rakyat yang tertangkap oleh partai.” Karena dengan MENUGASKAN, bukankah itu berkonotasi sang satrio-piningit maju sebagai Capres bukan karena ingkar janji kampanye sebelumnya? Dan penyusunan kata-katanya dalam mengumumkan memang harus pas, dan sangat terukur, karena ini politik, terlalu berlebihan akan menimbulkan konotasi “seolah-olah sang presiden nantinya adalah boneka”, atau jangan-jangan warning saya ini menerbitkan ide bagi mereka yang memang gemar menyerang, hak paten ya, jangan dicuri hehehehe ….
Yang mencemaskan adalah, diluaran sana ada suara-suara kalau sang Ketum tidak mencalonkan sang satrio-piningit saat ini, karena berpikir akan mencalonkan diri sendiri seandainya perolehan suara di Legislatif nantinya memungkinkan. Memang tidak mudah menyikapi gosip tersebut, itulah sebabnya, kalau memang tidak ingin mencalonkan diri sendiri, menurut pendapat saya, lebih banyak untungnya kalau diumumkan sekarang.
Dan kalau dipikir-pikir, sepertinya saya masih menaruh harapan pada detik-detik terakhir, memalukan diri sendiri saja, menyodorkan opini yang ternyata disesuaikan dengan keinginan hati. Tapi ….bukankah diluaran sana banyak yang lebih “heboh” dari yang saya opinikan kali ini? Walau masih juga saya tambahkan, bahwa kalau menang mayoritas pada pemilu Legislatif, akan lebih mudah menjalankan roda Pemerintahan. Rakyat tidak perlu kawatir akan munculnya diktator baru, karena rakyat dan mahasiswa pasti berani menentang kediktatoran terjadi dinegeri ini. Pasti saya sangat menjengkelkan bagi mereka yang tidak sepaham, silahkan membuat opini sendiri, dan kita tidak harus saling mencaci-maki bukan? (SPMC SW, Maret 2014)



Friday, March 7, 2014

"BENARKAH ALLAH-MU PLIN-PLAN?" || SENSITIF




                           (Image source: adekkecenk.blogspot.com)




Blogspot. Dalam semua ajaran agama, ada pernyataan yang INTINYA adalah : "Kalau tidak beragama/memeluk/ikut/melalui agama tersebut, maka tidak akan masuk surga ~ alias akan masuk neraka." Jika semua ajaran agama menyatakan begitu, padahal Tuhan hanya satu, bolehkah kita mengatakan bahwa Allah plin-plan?

Atau kita harus menyalahkan agama yang bukan kita anut? Dan menuduh ajaran agama lain adalah palsu? Alias agama yang bukan diturunkan atas petunjuk Tuhan? Atau juga berdalih kitab suci agama mereka tidak benar - sudah tercemar - bukan sabdaNYA? Kalau semua pemeluk agama mengklaim hanya agamanya saja yang benar, yang asli, yang atas petunjuk Tuhan, bukankah itu sama dengan pernyataan: "Kalau semuanya benar - Bisa jadi semuanya salah. ; Kalau SEMUA orang menyatakan hanya punyaku yang paling benar - Bukankah itu berarti semuanya benar?" Bukankah itu semua hanya ditentukan oleh sudut pandang saja? Jadi betapa menyedihkannya ketika ada saudara kita memeperjuangkan kebenaran tersebut dengan teror bom? Apa sebetulnya yang ingin dicapai? Apakah pemaksaan dengan pengeboman tidak justru berlawanan dengan ajaran agama-nya itu sendiri? Pemaksaan semacam apakah yang ingin didapat?

Saya pernah coba merenungkan, seandainya hanya ada satu agama saja di-dunia ini, apakah itu yang ingin kita perjuangkan? Baik itu terjadi dinegeri sendiri maupun dinegeri lain, bukankah kita juga sering mendengar pertengkaran gara-gara agama padahal mereka berkeyakinan sama? Jadi sebetulnya apa yang terjadi dengan kita sebagai manusia, yang dengan begitu mudah diadu domba, lebih ngenesnya lagi yang meng-adu-domba kebanyakan adalah orang yang begitu kita idolakan - yang begitu kita kagumi - begitu kita hormati, sehingga kita tidak merasa kalau kita telah dicekoki virus benci terhadap saudara sebangsa juga sesama ciptaan Tuhan kita yang sama, atau kita akan mengatakan bahwa manusia lain yang bukan seagama dengan kita bukan ciptaan Tuhan kita juga? Konyol!

Mungkin kita tidak menyadari, bukankah begitu yang sering terjadi pada diri kita? Bisa jadi itu karena kita lupa intropeksi diri, merasa semuanya harus sesuai dengan yang kita kehendaki, dan yang pasti itu karena kita tidak merasa, bahwa kita sebetulnya sangat fanatik dan egois. Tidak berpikir panjang, bahwa setelah kita seandainya menjadi satu agama sekalipun, kita tetap akan bertengkar. Menyedihkan!

Ketika merasa pernah membaca beberapa buku yang entah dimana dan apa saja klasifikasi serta judulnya, karena sudah sangat lama dan banyak yang terlupa.  Samar-samar teringat dituliskan bahwa Tuhan memang tidak pernah menciptakan agama, bagaimana menurut Anda?

Apakah tidak mungkin, ketika ada agama yang begitu hebat terlahir dari suatu kaum, karena memang begitu juga hebat-nya masalah terjadi pada kaum tersebut dimasa itu. Maka semakin keras ajaran agama tersebut mengajarkan tentang kebenaran, karena memang kaum dimana agama tersebut terjadi, sangat membutuhkan kekerasan itu untuk mengatasinya. Dan itu rasional bukan?

Tapi dari semua ajaran agama yang ada, kesamaan lainnya adalah "mengajarkan kebenaran". Dan kebenaran tersebut ternyata melalui jalan-jalan yang sudah banyak kita kenal, yakni: kasih - adil - toleran - tolong menolong - dan lainnya.

Maka ketika ada orang menjelekkan agama orang-lain, menghina, merendahkan, dapat dipastikan bahwa orang tersebut tidak memahami agamanya sendiri, atau memahami agamanya sendiri dengan tersesat, tersesat oleh fanatik dan egois yang justru bertentangan dengan agamanya. Karena sejatinya agama Anda ada adalah untuk menuntun Anda menuju kebaikan, lalu apakah dengan menghina atau merendahkan keyakinan orang lain termasuk kebaikan yang diajarkan agama Anda? Terlebih batasan antara fanatik dan mengimani adalah sangat tipis alias transparan, maka ketika kita terjebak dalam kubangan fanatik, bisa jadi kita merasanya mengimani, bahkan ketika ada yang mengingatkan bahwa kita terjebak dalam ke-fanatikan, maka ada sebagian orang yang berdalih, tidak apa-apa asal fanatiknya adalah fanatik yang baik - fanatik yang di ridho Allah. Itu membuktikan lebih rela terjebak dalam kefanatikkan, apalagi kalau mereka terjebak dalam kefanatikkan yang menyenangkan alias fanatik yang melibatkan banyak masa dan itu biasanya menjadi fanatik yang menyenangkan karena bisa berlaku sewenang-wenang, padahal bukankah sejatinya fanatik itu berlawanan dengan mengimani? "Padahal mengimani merupakan intisari dari ajaran agama itu sendiri"(*) Begitulah kenyataan dari banyak diantara kita, segala kenikmatan yang tersesatpun juga diatas namakan dengan ridho Allah.

Zaman selalu berubah, itu adalah keniscayaan. Tapi nilai-nilai kebaikan secara universal mempunyai garis merah yang tetap bisa dirasakan kebaikannya oleh semua umat manusia, dan itulah kebaikan universal tersebut. Maka apapun agama Anda, kalau Anda melakukan sesuatu kebaikan yang bisa diterima oleh semua umat manusia, saya sangat yakin hal tersebut juga dibenarkan oleh agama Anda.

Mengetahui adanya berita “Posko FPI Peduli Banjir” di Jakarta pada Januari 2014 yang lalu, itulah contoh kebaikan universal yang sudah semestinya dikedepankan, percayalah kalau FPI dapat lebih mengedepankan kebaikan-kebaikan universal semacam itu, dan menghindari sweeping yang banyak ditakutkan oleh masyarakat yang beritanya juga pernah beredar beberapa waktu yang lampau, saya yakin FPI juga akan mendapat hati dimasyarakat. Itu juga membuktikan bahwa kebaikan universal adalah kebaikan lintas batas, yang tidak akan salah menurut agama pelaku kebaikan itu sendiri. Semoga FPI mengingat bahwa berita "heboh/vulgar/kekerasan" lebih menjual, itulah sebabnya akan lebih ter-expose oleh awak media, dan tidak usah kaget kalau berita kebaikannya tidak banyak diliput media. Itulah sebabnya dibutuhkan konsistensi perbuatan kebaikan yang bersifat universal, dan menghilangkan perjuangan secara keras, karena kita sudah ada di era informasi yang serba canggih, apa yang terjadi pada belahan lain bumi ini, sudah hampir seketika itu juga diketahui oleh seluruh negara, utamanya adalah berita vulgar ataupun berita tentang kekerasan, terlebih kini penghormatan HAM sangat diutamakan, tentu saja amat sangat berbeda dengan zaman dimana para nabi dulu mengemban amanatnya, jadi sudah harus diubah cara dan trik-nya. Dan yang sangat penting diingat, bukankah "susu sebelanga akan rusak oleh setitik nila?"

Bukankah begitu juga yang dilakukan Yayasan Buddha Tzu Chi, kebaikannya juga hampir tidak pernah terberitakan oleh media cetak maupun media tipi selain DAAI-TV yang memang milik Yayasan itu sendiri. Tapi konsistensi dan garis kebijakan demi kebaikan secara universal yang dilakukan, walau lambat akan mencitrakan kebaikan ajaran dibelakang Yayasan tersebut. Salut untuk keteguhan kebaikan yang dilakukan, juga ketika mengetahui ada Yayasan agama mayoritas negeri ini di daerah Parung-Bogor-Jabar yang "berani" menerima kebaikan tersebut. Karena bukankah kebaikan tidak berarti tanpa ada yang menerima kebaikan tersebut? Dan itu juga mencerminkan wawasan keterbukaan dari kedua belah pihak, saya sangat yakin itu adalah bagian dari penebaran bibit-bibit kebaikan dan toleransi secara riil bagi warga negeri ini.

Menyejukkan ketika mengetahui berita  bahwa ketika perayaan Natal tiba, NU ; FPI dibeberapa daerah juga membantu menjaga keamanan. Begitu juga ketika sholat Ied tiba, dari agama Kristen dan Katolik juga berkenan membantu menjaga keamanan. Ayolah kita galakkan toleransi, dan menurut perasaan saya, hal tersebut tidak akan menyalahi ajaran agama Anda.

Banyak juga kebaikan dari agama Kristen, Katolik, Hindu, Khonghucu, dan lainnya yang telah dilakukan, tapi tidak perlu risau kalau hal tersebut tidak ter-expose, maaf, juga tidak ter-expose lebih banyak pada artikel ini. Dan menurut saya, kebaikan yang tulus adalah kebaikan yang menyenangkan bagi yang memberi dan yang menerima tanpa embel-embel pamrih dibelakangnya.

Mencermati banyaknya perselisihan yang dipicu oleh agama dinegeri ini, apakah agama memang rumit dan sangat peka? Atau tergantung siapa yang mempermasalahkannya? Menurut saya, mohon maaf kalau salah, itu semua karena agama biasanya dikaitkan oleh politik, kalau sudah begitu, saya jamin siapapun yang memerintah negeri ini, tidaklah mudah mengurai masalah perselisihan yang disebabkan oleh agama tersebut. Bahkan masalah yang bukan dipicu oleh agama sekalipun juga bisa dikaitkan ke-masalah agama, begitulah rumitnya menangani rakyat yang serba multi.

Seperti contohnya kasus meletusnya Gunung Sinabung, lambatnya tanggapan oleh pemerintah pusat, membuat opini liar(benar?) berkembang dimayarakat, apalagi kemudian masyarakat membandingkan dengan penanganan kasus Gunung Kelud. Banyak berita opini menghubungkannya ke SARA, terutama karena memang warga yang menjadi korban ternyata dari lingkup berbeda, tentu saja sangat mendukung "seolah" benar opini liar tersebut. Rumit memang, dan itulah sebabnya dibutuhkan ketegasan, kesegeraan dan keadilan tanpa memihak demi kemaslahatan hidup bersama dalam bernegara di negeri ini.

Tapi masalahnya ..... apakah pemerintah yang (kapanpun)sedang berkuasa berani melakukan ketegasan tersebut? Ketegasan tanpa memihak dan sangat rentan ditunggangi oleh usur agama yang sangat ingin dimenangkan, dengan iming-iming vote suara untuk kelanggengan kekuasaan yang memang dibutuhkan oleh pemegang kekuasaan pemerintahan, atau bisa jadi ancaman jatuhnya pemerintahan sangatlah tidak mudah untuk dikesampingkan. Sungguh rumit dan tidak mudah bukan? Hanya individu pemimpin "berani" tidak populis mungkin bisa mengemban amanat itu, pemimpin yang berpegang teguh pada konstitusi negara dan berpihak pada kebenaran bukan yang lainnya, dan sepertinya agak sulit negeri ini mendapatkannya.

Atau jangan-jangan kita akhirnya akan juga mencontoh Amerika, bahwa pemerintah tidak seharusnya mencampuri urusan antara umat dan Tuhannya? Semoga yang terbaik untuk negeri ini, dan kita tidak usah harus berdarah-darah terlebih dahulu karenanya. Karena memang terlihat tidak elok ketika misalnya ada seorang Menteri, bahkan misalnya Menteri Agama tidak berkenan memberi ucapan selamat pada hari raya kepada kelompok umat lain yang tidak seagama karena merasa tidak dibenarkan oleh agamanya. Tapi mengapa mau menjadi Menteri, apakah tidak tahu jabatan Menteri adalah jabatan publik, walaupun itu Menteri Agama sekalipun, dan bukankah jabatan tersebut dimaksudkan untuk membawahi semua agama warganya? Tapi sekali lagi itu hanya "misal-nya", jadi tidak perlu menimbulkan polemik, syukur kalau kenyataannya tidak begitu. Mohon maaf ya kalau contohnya kurang berkenan.

Kembali kemasalah judul artikel ini, itupun saya juga memohon maaf kalau ternyata membuat Anda sekalian ingin ngamuk. Tapi cobalah ayo kita renungkan, dan mencoba mencari jawaban apa makna kebaikan dari ajaran tersebut, karena bukankah memang ajaran agama Anda juga mengatakan bahwa begitulah kenyataannya? Bukankah itu menunjukkan kesamaan ajaran semua agama, lalu kalau begitu apakah benar bahwa Allah memang plin-plan?

Bukankah agama adalah jalan pribadi menuju Tuhan .... Kitab suci semua agama menuntun umatnya menuju-NYA dengan hadiah surga. (*)

"Kalau dalam agama Anda, Tuhan mengajarkan kasih, lalu misal ada seseorang yang kebetulan tidak seagama dengan Anda, tapi hidupnya penuh dengan kasih sesuai dengan yang diajarkan oleh kitab suci Anda, apakah orang tersebut pasti akan masuk neraka? Kok seperti justifikasi oleh supir angkot jurusan surga ~ neraka saja?"(**)

"Untuk mendapatkan tiket masuk surga, Anda tidak harus memohon kepada Tuhan. Karena TUHAN ITU MAHA ADIL, maka berbuatlah baik sebanyak-banyaknya, maka tiket ke surga otomatis akan Anda dapatkan." (***)

Jadi kalau menurut saya yang awam ini, saya tentu saja tidak menuduh bahwa Allah plin-plan, tapi memaknainya sebagai ajaran kebaikan yang SAMA terhadap semua agama, dan kebaikan yang sama itu adalah kebaikan yang bisa diterima oleh semua umat manusia dengan latar belakang agama apapun juga. Atau istilah sederhananya adalah kebaikan universal. Itulah tiket kesurga sebenarnya, jadi bukan agama Anda yang menjamin Anda kesurga, tapi tindakan Anda, tindakan atas hasil AJARAN/TUNTUNAN agama yang Anda pilih atau jalankan selama ini.

Karenanya, ayo kita berlomba bertindak kebajikan, utamanya adalah kebajikan universal terhadap sesama manusia atau bahkan untuk bumi ini dan segenap isinya, bumi dimana kita tinggali bersama sebagai umat manusia. Bukankah apa yang Anda lakukan juga mencerminkan "ajaran/tuntunan" Anda? Apakah tidak boleh saya simpulkan, bahwa sebagai umat atas suatu agama, ternyata hasil tindakan kita-lah yang lebih mencerminkan kebaikan agama kita. Atau dalam bahasa lain, baik buruk-nya agama kita, akan dinilai karena perilaku kita sebagai umatnya, hasil dari ajaran/tuntunan agama yang kita anut. Setuju? (SPMC SW, Maret 2014)

----------------------------------------
CATATAN:

Setelah jadi dan saya baca, ternyata artikel ini banyak terpengaruh oleh artikel:

AKU TAHU AGAMA TUHANNYA KAUM HINDU/KRISTEN/MUSLIM/... || SENSITIF

http://t.co/IAWkAuxqFW


Artikel yang saya unggah pada November 2013 itu sebetulnya ingin saya beri judul:

"TUHAN AGAMAMU APA?" || SENSITIF

Tidak terjadi karena artikel dengan judul tersebut ternyata sudah banyak ada.

Jika Anda suka ber-kontemplasi dan tidak takut "tertampar", saya referensikan Anda juga membaca artikel:

SENSITIF || "AHOK MUSLIM SEJATI BERJUBAH NASRANI"

http://t.co/VyRkfTmzgo

----------------------------------------

(*) Artikel:
SENSITIF || DEBAT-KUSIR CARI AGAMA BERGARANSI SURGA

http://t.co/HdqRbsE2eE


(**) Artikel:
SENSITIF || "SELAIN MUSLIM NYEMPLUNG NERAKA"

http://t.co/hwmiE9t6Zw


(***) Artikel:
CALO RAHASIA TIKET SURGA

 http://t.co/InS7s93O53

-------------------------------------------

Monday, March 3, 2014

"BODO AMIR NEGERI BOBROK, PENTING AKU HEBAT !"


                                                 (Image source: dimasgandhi.wordpress.com)

blogspot. Beberapa waktu lalu gaduh rencana pelantikan pejabat tersangka yang ada ditahanan KPK. (Hambith Bintih, Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah.) Sungguh kebangetan menurut saya, apalagi pelantikan tersebut bukanlah kali pertama dalam kasus serupa, mungkin sudah akan yang kelima kalinya.
Ketika mengetahui syarat untuk menjadi pejabat salah satunya adalah : “Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana kriminal yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengadilan Negeri setempat.” Apakah didalam penjara masih kurang bukti atas pelanggaran tersebut, atau semuanya harus menunggu keputusan pengadilan?
Berbagai argumentasi diutarakan pihak departemen dalam negeri untuk membenarkan hal itu karena tugas merekalah yang melantik pejabat tersebut. Seperti kita ketahui bersama, jangan-jangan kebanyakan UU kita adalah “persepsi”, jadi tergantung kaca-mata apa yang digunakan. Jika dilihat dari kaca-mata harus dilantik, pasti bisa menemukan justifikasi untuk bisa dilantik sesuai kebenaran UU, begitu juga sebaliknya.
Lebih menggemaskan ketika alasannya adalah : “Supaya bisa dilengserkan, maka harus dilantik terlebih dahulu.” Benar-benar alasan yang absurd, apakah begini cara kita mendidik moral rakyat? Beruntung KPK tidak mengijikan pelantikan tersebut.
Ketika ada Gubernur yang tetap menyandang jabatan tersebut walau yang bersangkutan mendekam dalam tahanan, saya tunggu kehebohan wacananya, dan ternyata sampai saat ini pemerintah tidak bisa mencarikan jalan keluarnya, dan mendiamkan adalah jalan paling praktis (Gubernur Banten). Begitulah kita menyelesaikan masalah pada banyak hal. Kalau banyak hal diselesaikan dengan cara didiamkan, bukankah itu menunjukkan dengan jelas bahwa negeri ini sebenarnya tidak beres? Kalau yang tadi alasannya supaya bisa dilengserkan maka harus dilantik, maka yang ini alasannya pasti lain lagi …… tunggu ditingkatkan statusnya …. jadi tidak pernah habis alasan untuk suatu pembenaran pribadi/kelompok/kepentingan, tidak peduli kebaikan moral Bangsa harus dikorbankan.
Saya mencoba mereka-reka atas kejadian-kejadian semacam itu, termasuk ada beberapa kasus tentang Pemilu-Kada yang dimenangkan oleh calon yang nota-bene ada dalam tahanan. Aneh bin ajaib memang, rakyat sepertinya tidak peduli tentang moral yang baik itu seperti apa, bukankah itu juga menegaskan kepada kita bahwa moral Bangsa ini sudah salah kaprah?
Lebih absurd ketika mengetahui, bukankah para tokoh-tokoh yang bermasalah tersebut ada dalam lingkup Parpol? Kenapa Parpol yang menjagokan tidak menarik jagoannya yang bermasalah? Kenapa justru mendiamkan terjadinya salah kaprah yang mencerminkan bobroknya moral? Apakah tidak terpikir bahwa itu juga menyiratkan bahwa Parpol yang bersangkutan juga bobrok secara moral? Atau tidak berpikir sejauh itu? Yang penting tidak menyalahi UU, atau bahkan lebih bagus kalau bisa menghindari/menyiasati UU walau sebetulnya mengetahui tidak etis secara moral?
Dalam kasus Gubernur Banten misalnya, kenapa DPRD-nya tidak mengambil tidakan untuk melengserkan Gubernurnya? Apakah mereka semua tidak mementingkan moral dan etika yang baik sebagai Bangsa? Bagaimana juga dengan Parpol dimana Gubernur bernaung?
Aneh….setidaknya itu menurut kaca mata saya sebagai rakyat jelata, dimana para elit negeri ini tidak bisa menyelesaikan masalah moral atau memberikan teladan tentang moral yang baik kita sebagai Bangsa. Sepertinya kita benar-benar telah kehilangan rasa malu, itulah sebabnya tidak ada yang malu demi egois kita secara pribadi, kelompok dan golongan kita sendiri. Padahal rasa malu itulah yang membedakan antara manusia dan mahluk yang lainnya. Memilukan! (SPMC SW, Maret 2014)