Sunday, November 20, 2016

"PEMERINTAH BARU BERANI DITATARAN MENGHIMBAU"



"PEMERINTAH BARU BERANI DITATARAN MENGHIMBAU"
.
Opini Sensi Hidup Bernegara(#2) #SPMC Suhindro Wibisono.
.

Ketika Presiden membuat pernyataan setelah demo 4 Nopemper 2016 "demo juga ditunggangi aktor politik", maka tokoh politik ada juga yang mengancam presiden bisa di-impeach! (dimakzulkan/dilengserkan). LEBAI, CAPER, atau BIAR TAMPAK HEBAT?
.
Ketika Presiden dalam pernyataan tentang hal yang sama (demo 4 Nopember 2016) juga menyatakan "boleh demo tapi jangan memaksakan kehendak dan jangan merusak", lalu saya lihat dan dengar video Habib yang mengartikan bahwa Presiden sudah salah karena dianggap menganggap Presiden telah menuduh para demonstran memaksakan kehendak dan akan membuat rusuh. Sama saja, apakah itu bukan LEBAI, CAPER, atau BIAR TAMPAK HEBAT?
.
Ketika ada rencana demo besar-besaran jilid III pada 2 Desember 2016, Pemerintah melalui Presiden, Pangab, Kapolri, Kapolda DKI, dan juga banyak tokoh agama diseluruh pelosok nusantara menghimbau agar tidak melakukan demo, "karena bukankah kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok sudah ditangani, disegerakan dan Ahok juga sudah ditetapkan sebagai tersangka sesuai keinginan pendemo? Menurut kacamata saya, itu adalah "himbauan" yang sangat memprihatinkan. Jadi apakah keadilan itu sejatinya tergantung dari tekanan massa?
.
Kacamata saya (semoga salah pakai kacamata), menangkap makna bahwa Ahok harus salah dan dipenjara, bahkan saat inipun juga sudah menghendaki Ahok ditahan, itulah tekanan yang dibuat dengan menggalang massa. Jadi buntutnya hanya jumlah massa saja, jumlah massa yang dianggap harus menyiratkan keadilan, lalu adakah nanti hakim yang berani independen? Hakim yang yakin se yakin-yakinnya menemukan kesalahan dalam mengadili Ahok, seperti keinginan jumlah massa yang dikerahkan?
.
Karena menurut saya, sekali lagi saya nyatakan disini, Ahok tidak ada menghina agama. Ahok memang menyebut ayat al-maida, dan itu sangat jelas bahwa Ahok mengkritik penggunaan ayat tersebut oleh banyak oknum untuk tidak memilih dirinya di Pilkada nanti. Jadi sebetulnya tinggal membuktikan saja, apakah sebenarnya ayat tersebut tidak pernah dipakai oleh oknum untuk tujuan penolakan Ahok (non muslim) jadi pemimpin pemerintahan? Semoga Tim pengacara Ahok dapat mengumpulkan bukti-bukti itu untuk menyanggah tuduhan, karena sepemahaman saya Ahok hanya mengkritik maraknya oknum pengguna sebelumnya, bukan mencemarkan agama.
.
Ketika Presiden banyak anjang sana ke markas ABRI juga BRIMOB, itu baik-baik saja, cuekin saja kalau ada politisi atau pengamat yang nyinyir menganggap presiden mengancam rakyatnya sendiri. Karena mereka LEBAI, CAPER, atau BIAR TAMPAK HEBAT? Tapi ketika Presiden juga jumpa dengan pemimpin-pemimpin partai, ini yang harus hati-hati. Jangan sampai hal tersebut mengartikan (menjadikan) Presiden juga tidak akan berani menindak Ketua Partai yang salah bahkan tokoh-tokoh partai yang adalah anak buahnya ketua partai tersebut.
.
Memang tidak mudah jadi Presiden, pasti akan sangat sering dalam posisi dilematis. Kalau memang pemerintah belum berani menindak "ada tokoh partai yang menunggangi demo 4/11" karena takut dampak yang akan terjadi, kenapa tidak berani menindak mereka tokoh-tokoh yang mengatasnamakan agama yang sudah sangat jelas menyerukan penghasutan agar massanya cenderung makar terhadap pemerintahan yang sah? Sangat banyak beredar bukti video-video itu, dan organisasinya juga jelas, tapi kenapa tidak pernah dilakukan tindakan tegas? Apakah pemerintah takut? Ketika saya juga pernah melihat video pelarangan pengibaran bendera merah putih pada anak-anak sekolah, tak ada aparat yang berani memproses atau manangkap oknum tersebut. Sungguh aparat sepertinya takut menegakkan aturan, itu seperti menyimpan bara dalam sekam, maka ketika baranya semakin meluas lalu jika tertiup angin ribut, pastilah akan memakan korban lebih banyak.
.
Menurut kacamata saya, "preventif" itu adalah mencegah agar kerusakan tidak semakin banyak. Dalam hal menjaga ketentraman rakyat yang memang plural, preventif adalah berani menindak dengan tegas atas bukti-bukti yang ada, karena tanpa ditindak atas hasutan makar dan nuansa membenturkan massa dalam agamanya terhadap pemerintahan yang sah, itu bermakna pemerintah membiarkan api dalam sekam bertambah banyak. Tidak dilakukan tindakan apa-apa, artinya rakyat awam yang lebih mudah terprovokasi akan berpikir bahwa hal itu tidak ada yang salah, sementara video-video hasutan untuk makar dan melawan pemerintahan terus menyebar dan bukan tidak mungkin akan semakin banyak yang mengamininya. Bukankah kalau sampai tersulut dan meledak akan menimbulkan lebih banyak korban, dan kenyataannya semua adalah anak bangsa sendiri? Masih kurang jelaskan PREVENTIF yang saya maksudkan, preventif yang juga menumpas cikal bakal makar, menumpas tunas-tunas potensi memecah belah bangsa.
.
MENGHIMBAU agar demo tidak dilakukan apakah akan ada hasilnya? Saya kok yakin himbauan semacam itu tidak ada manfaatnya. Kalau dilain pihak pemerintah mengakui bahwa demo adalah juga hak yang sesuai UU, lalu kenapa harus menghimbau agar demo tidak perlu dilakukan? Apakah hal itu tidak terkesan pemerintah takut? Masih versi kacamata saya, harusnya demo yang berijin ya didiamkan saja, asal demo tersebut tidak melanggar aturan sesuai UU, kalau mereka ijin demo untuk sholat sepanjang jalan, ya dilihat saja sesuai UU atau tidak, kalau tidak sesuai ya jangan dikasih ijin atau jika masih tetap ngotot ya dibubarkan saja, atau siapa penanggung jawab demo (yang minta ijin) diberitahu dengan sangat jelas waktu meminta ijin, bila perlu diminta buat surat pernyataan diatas meterai, maka dialah yang harus bertanggung jawab. Tapi kalau jumlah massanya yang demo sebanyak waktu 4/11, ya biarkan saja kalau mau sholat, kan sama saja, sama menutupnya jalanan bukan?
.
Intinya sebaiknya pemerintah berani tegas menindak hal-hal yang anarkis, karena hanya dengan ketegasan tanpa pandang bulu maka pemeritahan akan disegani. Tapi ketika waktu demo 4/11 yang juga ada penjarahan waktu malamnya, dan andai tidak terberitakan dengan jelas apa sanksinya, bukankah hal itu akan terulang lagi karena tidak adanya contoh ketegasan oleh pemerintah melalui aparat keamanannya? Sekali lagi, membiarkan nuansa makar itu artinya pemerintah juga merestui hal itu. MENGHIMBAU agar rakyat/tokoh/politisi untuk tidak melakukan sesuatu hal yang dianggap buruk oleh pemerintah, itu TIDAK AKAN MENGHASILKAN APA-APA.
.
Himbauan untuk tidak buang sampah,
himbauan untuk tidak merokok,
himbauan untuk tidak mencopet,
himbauan untuk tidak maling,
himbauan untuk tidak nyopet,
himbauan untuk tidak korupsi,
himbauan untuk tidak memperkosa,
himbauan untuk tidak narkoba,
himbauan untuk tidak KKN, ...


Dan segala macam tetek-bengek lain soal himbauan, bisakah tunjukkan kesaya yang pernah berhasil? Percayalah, tanpa tindakan yang tegas, berani dan adil, "himbauan" itu adalah menggelikan. Jadi kalau menurut saya, apa yang sudah dilakukan Ahok itu sudah sangat betul, pegawai Pemda yang maling ya harus dipecat, yang tidak mau melayani rakyat ya harus digeser. Jadi ketika begitu banyak rakyat yang tidak setuju dengan Ahok, bukankah sebetulnya mereka itu yang ingin melanggengkan kebobrokan di negeri ini? Jadi masihkah Anda heran kenapa negara ini jadi selalu terbelakang? Salah satu hal terpenting adalah karena pemerintahnya tidak berani bertindak tegas, baru sampai tataran beraninya hanya menghimbau. Maaf atas kenyinyiran saya yang mengkhawatiran keadaan bangsa dan negara ini. (#SPMCSW, Minggu, 20 Nopember 2016)
.
.
Sumber gambar:
Merdeka .com

Friday, November 18, 2016

"SESRAWUNGAN BIDADARI TUHAN"



.
"SESRAWUNGAN BIDADARI TUHAN"
.
.
TUHAN, BOLEH AKU TANYA?

Apa sumua bidadari cantik?
Apa semua bidadari baik?
Apa semua bidadari cerdas?
Apa semua bidadari lucu?
Apa semua bidadari menarik?
Apa semua bidadari nggemesi?
.
.
TUHAN, BOLEH AKU TAU?

Ketika bidadari Kau jumpakan aku
Apa rencanaMu?
Andai aku tahu apa mau Tuhanku
Betapa senang hatiku
Agar aku tidak salah laku
Tidak sakiti bidadariMu
.
.
TUHAN, PESANKAN BIDADARIMU

Ingatkanku ketika jahil
Ingatkanku ketika iseng
Ingatkanku ketika gemes
Ingatkanku ketika caper
Ingatkanku ketika bawel
Ingatkanku ketika kepo
.
.
TUHAN, MOHON JANGAN SALAHKAN AKU

Kau kirim bidadari secantik itu
Mbetik dan sering kali lucu
Jika tak kuasa kendalikan gemesku
Aku kan sesali salah dalam laku
Lalu apa solusi galauku?
Tolong Tuhan bisiki aku
.
.
TUHAN, SALAHKAH JIKA AKU .....

Sering kangen jumpainya?
Sering pandang terlalu lama?
Sering iseng menggoda?
Sering senang ketika menggandeng?
Sering gemes untuk membelai?
Sering ingin memeluknya?
.
.
TUHAN, MAAFKAN PROTESKU

Kenapa aku Kau pertemukan?
Bidadari cantik begitu menawan
Bangunkan tapaku dalam kesendirian
Masih kurangkah dosa kulakukan?
Asal tidak sakiti bidadari Tuhan
Aku rela lunasi karma derita kehidupan
.
.
TUHAN, BIMBING DAN INGATKAN AKU

Bimbing aku tak menyakitinya
Bimbing aku tak mendustainya
Bimbing aku tak melecehkannya
Ingatkan aku wanita itu bidadariMu
Ingatkan aku tak tambah dosa melulu
Ingatkan aku perbaiki karma hidupku
.
.
.
***********
.
(PUISI dari alboem kenangan, disadur dan dimodif sesuai kekinian pada Medio Oktober 2016 tapi tetap pakai kacamata jadoel, by #PPSPMCSW) ~ #PangkalanPuisiSPMC Suhindro Wibisono
.
SEKUEL #bidadariqu
.
Sumber gambar:
realita-exsen.blogspot .com
.
**********

Wednesday, November 16, 2016

"PEMBIARAN POTENSI MAKAR, SENGAJA ATAU TIDAK TAU?"



"PEMBIARAN POTENSI MAKAR, SENGAJA ATAU TIDAK TAU?"
.
Opini Sensi Hidup Bernegara #SPMC Suhindro Wibisono.
.

Bom itu mencerabut nyawa anak batita (Intan, Gereja Oikumene, Samarinda, Kaltim), adakah pembenar yang bisa dialibikan, apapun itu? Bukankah sangat ngenes ketika juga ada yang bersuara "pemerintah mengalihkan isu", saya bingung andai yang bersangkutan ngaku sebagai warga negara yang juga cinta negaranya.
.
Ketika kebakaran rumah ibadah di Tolikara - Papua terjadi, saya hampir tak dengar suara lantang dari kelompok beragama sama dengan pelaku pembakaran bersuara, yang ada adalah suara sangat keras hampir dari seluruh pelosok negeri ini untuk mengusut tuntas, bahkan yang garis keras justru berseru untuk jihat membalas, yang bahkan mengancam sangat menakutkan, termasuk ancam kepala pemerintahan segala. Duh serasa negara ini hanya miliknya.
.
Ketika kebakaran rumah ibadah di Aceh Singkil terjadi, saya juga tidak dengar suara keras dari kelompok korban bersuara lantang, tapi tentu saja ada di dumay yang bersuara agar diusut tuntas, dan yang paling menyakitkan ada oknum ummat iseng yang bersuara itu adalah pembalasan.
.
Pembakaran rumah ibadah memang mencederai kemanusiaan, apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah agar hal itu tidak terus berulang?
.
Menurut saya, harusnya diusulkan bahwa setiap agama harus punya hirarki penanggung jawabnya. Strukturnya harus jelas sehingga ada penanggung jawab dan tidak terkesan serba liar, atau tidak terkesan begitu banyak masing-masing kelompok merasa paling benar, dan sok jagoan, jadinya malah terkesan seperti hidup dijaman batu, yang merasa hebat, kuat, berani, brutal adalah pemilik kekuasaan. Terus bagaimana manajemennya kalau hukum rimba yang diberlakukan?
.
Andai diseluruh NKRI ada hirarki tertinggi dalam agama (kepercayaan) A, B, C, D, E, F dstnya .... Contohnya ya, jangan emosi atau marah, ini hanya contoh dan hanya pemikiran saja. Dalam Islam kan ada banyak aliran, bisa saja dalam setiap aliran itu punya pemimpin tertinggi, tapi diatas semua pemimpin tertinggi itu, maka ditunjuklah yang mewakili mereka. Agar lebih mudah memahami yang saya maksud, lihatlah struktur pada angkatan bersenjata kita plus kepolisian misalnya, ada jenjang pemegang kekuasaan yang jelas.
.
Jadi misalnya, boleh saja NU dianggap TNI AD, Muhammadiyah dianggap TNI AL, aliran lain dianggap TNI AU, dan seterusnya, dan seterusnya. Yang tertinggi dalam suatu aliran dianggap ada KASAD, KASAL, KASAU, dan seterusnya. Lalu mereka semua yang pakai nama bendera sama, dalam hal ini contohnya misal Islam, maka yang tertinggi dari seluruh NKRI adalah Panglimanya (PANGAB) agama tersebut. Mengenai penunjukan mulai dari ketua wilayah sampai jejang atasnya, dan sampai paling atas, ya terserah mau bagaimana mekanismenya, silahkan dirundingkan berdasarkan aturan-aturan kesepakatan bersama, karena yang terpenting adalah penghormatan atas kesepakatan tersebut, karena tanpa penghormatan tidak ada gunanya struktur tersebut dibuat bukan?
.
Jadi bukankah kalau ada penanggung jawabnya maka akan mudah dicari siapa penanggung jawabnya? Begitu juga jika ingin menggalang massa, maka akan mudah dilakukan, tapi kesemuanya harus sepakat tunduk pada hukum negara, karena hukum negara memang adalah hukum yang menjebatani untuk semua rakyatnya yang tidak pedulikan apapun agamanya. Tapi yang repot adalah adanya banyak yang bersuara, bahwa konstitusi negara itu harusnya dibawah kitab sucinya, karena kitab suci itu produk Tuhan, sedangkan konstitusi negara adalah produk manusia. Dan hembusan pemahaman semacam itu kepada ummat itulah akar masalah penanaman wacana ke ummat agar berbuat makar. Pemahaman yang dianggap paling benar karena mengadu kitab sucinya dengan konstitusi negara. Padahal tanpa adanya ketentraman dalam negara, apakah mungkin agama dapat berkembang dan terimplementasi dengan nyaman? Contohnya di Palestina, Irak, Suriah apakah mereka dapat menjalankah ibadah sesuai agamanya dengan nyaman dan tentram?
.
Percayalah kesadaran dan rasionalitas dalam beragama itu sangat penting. Membiarkan para pendakwah dari agama apapun sesukanya mengutarakan pendapat, menghina pemimpin negara dan menyerukan makar atau bahkan bersuara lantang agar ummatnya siap jihad, menjadi syuhada, dan siap mati demi agama, bahkan dibarengi dengan mengutarakan ayat-ayat kitab suci, itu sama dengan menanamkan ummat agar berbuat makar, dan itulah akar masalah sesungguhnya. Tapi sepertinya negara (pemerintah) tidak pernah berbuat apapun untuk mencegah hal itu terjadi, berharap rakyatnya cerdas dan bisa memilah dan memilih sendiri mana yang baik dan mana yang buruk. Pemerintah seolah takut mendapat stempel memasung demokrasi, takut dikira melanggar HAM, takut distempel membrangus, takut dikira berbuat sewenang-wenang. Padahal bukankah pemerintah diharapkan dapat menyaring sekaligus membentengi rakyat agar tidak terjerumus untuk terjadinya makar yang bukan tidak mungkin sangat berpotensi negara NKRI menjadi banyak negara?
.
Memberantas itu lebih banyak memakan korban dari pada mencegah, dan untuk mencegah juga perlu tindakan keras dan tegas, tapi berkeadilan. Artinya siapapun menyebarkan kebencian dan potensi menimbulkan makar atas pemerintah yang sah, ya harus ditindak dengan tegas sesuai hukum yang berlaku, membiarkan hal itu berlarut-larut sangat terkesan pemerintah "takut" dan tidak mampu. Maaf. Sama seperti lemahnya penindakan hukum terhadap kasus narkoba, bahkan terkesan banyak oknum pejabat yang juga terlibat, lihatlah kenyataannya sekarang, seolah kasus narkoba sudah menjadi santapan berita sehari-hari, lalu ketika hal itu sudah mewabah, ketika saat ini berkehendak melakukan pemberantasan dengan tindakan keras, itu sudah sangat terlambat bukan? Karena menjadi tidak mudah lagi, sudah terlalu banyak rakyat yang kecanduan, artinya hukum ekonomi tentang "permintaan" sudah merupakan hal yang sangat menggiurkan. Bukankah hal itu merugikan negara dan bangsa karena banyak anak bangsanya yang menjadi "rusak" dan tentu saja menghabiskan biaya jauh lebih banyak dari pada seandainya doeloe-doeloe berani tegas dan keras menindak?
.
Apakah hal semacam itu juga akan terjadi pada makar yang diawali dari hembusan agama? Kalau memang banyak (mayoritas) rakyat berkehendak mendirikan negara ini menjadi negara berlandaskan agama, dan memang pemerintah tidak ingin membendung karena menganggap suara rakyat adalah suatu yang dianggap paling benar, ya kenapa tidak dengan damai saja mencarikan jalan keluarnya? Bukankah UUD juga bisa diamandemen, artinya negara itupun juga bisa diubah jika memang mayoritas rakyat menghendaki bukan? Percayalah jika pemerintah membiarkan penanaman doktrin kepada rakyat yang berpotensi makar itu didiamkan, hanya menunggu waktu saja untuk implementasinya. Dari pada begitu, hal yang tentu akan menelan banyak korban yang semuanya adalah anak bangsa juga, kenapa tidak membagi saja negara ini menjadi banyak negara, lalu negara-negara itu berserikat ..... Jadi seolah tiap propinsi dibagi sesuai agama yang dimau, lalu dibagi secara berkeadilan, dan tiap propinsi mempunyai hukum yang mandiri sesuai dengan kemauan mereka rakyatnya. Hanya khusus ibukota perserikatan negara saja yang memiliki hukum demokrasi seperti saat ini? Dan ibukota perserikatan negara itulah Jakarta ..... Semuanya bisa dibicarakan dan diatur dengan berkeadilan, jadi biarkan rakyat memilih mau tinggal di propinsi (negara bagian) yang mana yang sesuai keinginannya, dengan catatan hak miliknya akan diganti dengan hak milik di negara bagian yang diinginkan, pokoknya semua dengan keadilan. Mungkin butuh waktu teransisi 10 tahun untuk hal itu. Jika ternyata masih banyak rakyat yang mau negara demokrasi, ya bisa saja seluruh pulau Jawa dijadikan satu negara, lalu setelah referendum itu diberlakukan, hendaknya pemerintahan yang akan ada berani menindak potensi adanya penyebaran pemikiran makar. Bukankah intinya tetap sama, keberanian menindak potensi makar adalah hal terpenting untuk kelangsungan hidup bernegara? Jadi mau tunggu apalagi Pak Presiden? Kalau memang UU-nya belom ada untuk penindakan hal itu, ya mbok segera dibuat sebelum semuanya menjadi abu. Bukankah begitu? Maaf, itu semua hanya uneg-uneg yang ada dibenak saya. (#SPMCSW, Rabu, 16 Nopember 2016)
.
.
Sumber gambar:
eradamusmalum.blogspot .com

Wednesday, November 9, 2016

"APAKAH AGAMAMU BENAR UNTUK UNIVERSAL?"



"APAKAH AGAMAMU BENAR UNTUK UNIVERSAL?"
.
Opini Sensi ala #SPMC Suhindro Wibisono
.

Begitu banyak wacana dapat kita perhatikan, lihat, baca dan dengar di sosmed (dumay = WA, FB, Web, dll.), koran/majalah cetak, tipi berita, radio ....
.
Politik "menculik" agama sebagai sarana pembenar bukanlah hal baru di negeri ini, ketika ada calon wanita yang niat jadi pemimpin, maka dinyatakan wanita tidak boleh jadi pemimpin menurut agamanya, ketika ada yang berbeda agama juga jadi calon pemimpin, maka juga diserang pakai agama, "tidak boleh karena tidak seiman".
.
Kenapa hal semacam itu didiamkan? Bukankah penolakan itu untuk pemilihan pemimpin pemerintahan? Bukankah calon pemimpin pemerintahan punya pakemnya sendiri, bukankah konstitusi negeri ini menyatakan "semua warga negara punya hak dan kewajiban yang sama?" Artinya semua warga negara tidak dibedakan atas dasar SARA.
.
Pembiaran itulah akar masalah, karena pembiaran juga bisa diterima bahwa hal itu dianggap tidak salah. Repotnya, kehendak pembiaran juga menggunakan dalil agama, yang mereka semua lupa bahwa agama yang digunakan sebagai pembenar adalah agamanya pembenar itu sendiri. Bukankah negara ini milik kita semua warga negara yang sama? Yang rakyatnya terdiri dari berbagai macam suku, kepercayaan dan agama? Jadi penggunaan alibi hanya berdasar satu keyakinan, apakah itu menjamin keadilan bagi seluruh rakyatnya yang multi itu tadi? Dan hal itulah yang saya tenggarai sejak lama, adanya KESEWENANG-WENANGAN YANG MENYENANGKAN. Andai sejak lama kita sebagai bangsa berani membuat aturan bahwa ranah politik tidak boleh "mencatut" agama apapun, saya kok yakin justru negeri ini akan lebih tentram dan damai.
.
Walau Tuhan adalah Esa, tapi agama adalah relasi antara manusia dan Tuhannya masing-masing individu sesuai dengan keyakinannya. Mencampur adukkan agama dengan politik (kekuasaan/pemerintahan), menurut kacamata saya jelas salah kaprah, karena agama hanya mengurusi ummat seagama, sedang pemerintah harus adil terhadap semua rakyat yang nota bene terdiri dari pemeluk berbagai macam agama.
.
Menurut rasa saya, kementrian agama seharusnya terdiri dari subsistem agama-agama yang ada dimasyarakat ini, termasuk pengadaan subsistem aliran kepercayaan, lalu semuanya itu dibawah naungan Menteri sebagai penanggung jawab secara keseluruhan agama/kepercayaan. Jadi harusnya MUI juga ada didalam bagian subsistem agama yang sesuai. Itu kalau masih mengharap pemerintah seharusnya ikut cawe-cawe urusan agama, kalau tidak mau ikut cawe-cawe, ya kenapa tidak mengikuti apa yang dilakukan banyak negara lain, yang bahkan kementrian agama saja ditiadakan? Bukankah kenyataannya negara-negara itu lebih tentram dari pada negara-negara yang berdasarkan agama? Lalu banyak tokoh-tokoh kita yang ngotot ingin menjadikan negeri ini berdasarkan agamanya? Rujukannya negara mana yang hasilnya lebih baik, keadaannya "toto tentrem kerto raharjo" pak de, bude , om, tante, bro, sis??
.
Ketika jutaan rakyat dari negara berdasar agama ngungsi ke Eropa, padahal sangat ceto welo-welo negara tempatnya ngungsi itu bukan negara yang rakyatnya harus beragama, dan pemerintahannya juga bukan dari agamanya para pengungsi, kenapa kalian diam seribu bahasa? Apakah mereka para pengungsi itu tidak jadi musrik, kafir, murtad, dan entah apalagi julukan kalian yang sering kalian utarakan di dumay? Kalau sejatinya agama itu benar secara universal, bukankah artinya kebenarannya juga bisa berlaku dimana saja dan dalam case apa saja? Bukankah artinya jutaan para pengungsi itu otomatis hampir pasti dipimpin oleh pemimpin yang tidak seagama dengan para pengungsinya?
.
Maaf kalau saya banyak salah dalam tanya, karena hal-hal itu merisaukan nurani saya yang ingin negara ini dalam damai. Dan saya percaya untuk mengurus negara yang menganut demokrasi dengan rakyat yang terdiri dari banyak suku, ras, agama, golongan, memang dibutuhkan kepemimpinan yang tegas adil dan berani. Pembiaran potensi yang mengancam keutuhan negara justru membuat pemerintahan (negara) dalam bahaya. Membiarkan penyebaran potensi-potensi perpecahan, itu ibarat menyebarkan dan memelihara api dalam sekam, membiakkan fenomena gunung es, memelihara macan tanpa kandang dengan penanganan bukan oleh ahlinya, dan semua itu tinggal tunggu waktu saja meledaknya. Lalu kalau peledakan itu terjadi bukan pada masa pemerintahan yang membiarkan potensi tersebut terjadi, seolah pemerintahan lama tidak ikut bertanggung jawab, bahkan klaim bahwa era/masanya adalah masa paling aman, tentram, baik dan benar. Lupa bahwa masalah yang timbul itu bukan seperti membuat popcorn yang langsung meledak dalam waktu singkat. Padahal pemerintahan itu sangat dibatasi waktunya, banyak yang belum menyadari bahwa mewariskan pemerintahan yang membahayakan keutuhan negara dan bangsa seharusnya juga dianggap kesalahan atau kegagalan pemerintahan tersebut. Maknanya, purna bakti pemerintahan jangan menganggap masalah selesai dan menganggap semua hal jadi bukan tanggungjawabnya lagi, mantan memang tidak bisa ikutan cawe-cawe masalah pemerintahan, dan yang dibutuhkan adalah siap mempertanggungjawabkan hasil karya yang siap ditelaah atau dinilai oleh orang lain, juga jangan memakai dalil usang "mikul duwur mendem jero", yang menganggap mantan pejabat tertinggi negara seolah kebal hukum karena layak dan harus dilindungi martabatnya, menurut saya itu justru membahayakan keberlangsungan hidup bernegara kita. Karena pemerintahan yang sedang berlangsung hanya memikir "yang penting selamat", tidak berpikir mewariskan pemerintahan yang baik dan benar. Maaf atas tuangan unek-unek kenyinyiran yang saya pikirkan.
.
Jika Ahok dinyatakan bersalah karena menukil ayat kitab suci kepercayaan ummat lain dan diutarakan pada khalayak umum, dan kesalahannya adalah karena Ahok bukan ummat penganut agama yang ayatnya disuarakan itu, kenapa oknum lain yang banyak memakai ayat yang sama untuk menolak pencalonan Ahok tidak dipermasalahkan dan tidak dipersalahkan? Bukankah ayatnya sama? Ketika juga ada tokoh-tokoh hebat yang beragama sama tidak mempermasalahkan pemimpin dari agama lain, bolehkah saya tanya "kebenaran universalnya dimana atas perbedaan pendapat tersebut?" Saya juga mbatin gini: Jika Ahok menukil ayat yang memang tidak pernah digunakan oleh oknum lain dalam menolaknya, saya setuju Ahok salah. Tapi jika Ahok membicarakan ayat yang justru banyak digunakan oleh oknum lain untuk menyerangnya agar tidak dipilih, lalu Ahok dipersalahkan karena bukan ayat dalam kitab sucinya, salahkah jika oknum-oknum tersebut telah memlintir agamanya demi kepentingan politiknya? Salahkah pendapat pemimpin negara, jika demo Jumat, 4 Nopember 2016 kemaren juga ditunggangi oknum tokoh politik? Lalu banyak yang mengail diair keruh, mempermasalahkan pernyataan pemimpin negara, ada yang bahkan mengancam presiden bisa di impeach! (dimakzulkan). Lebai, kalau yang merasa tokoh tidak merasa menjadi penunggang demo, ngapain jadi tersinggung?
.
Ketika mendengarkan video peryataan pendapat dari SBY, ada mewacanakan "Intelijen Error" dan sebagainya, lalu sumbernya juga menyatakan mendapat info, kok tokoh-tokoh politik yang mengkritik presiden tidak menuntut agar SBY juga membuka nara sumber pembisiknya? Bukankah hal itu lebih berpotensi bahaya? Bagaimana kalau seandainya pejabat tinggi yang membawahi Intelijen emosi dan marah lalu memecat banyak pejabat anak buahnya yang bertanggung jawab terhadap informasi intelijen tersebut karena dianggap membocorkan informasi kepada SBY? Itupun jika dianggap intelijen memang mendeteksi seperti yang dikeluhkan SBY, tapi jika instansi resmi tidak ada yang menuding SBY, lalu SBY berkeluh kesah karena dasar berita dari sosmed yang memojokkannya dalam suatu kasus tertentu, apakah tidak terkesan aneh?
.
Balik kesoal agama yang memang sangat sensi dan juga demo 411 pada Jumat minggu lalu itu. Wacana yang berkembang adalah menuntut agar Ahok diseret untuk diadili, tapi saya membacanya dengan tafsir Ahok harus dipersalahkan dan dipenjara, karena yang utama MUI sudah mengeluarkan pernyataan bahwa Ahok dinyatakan menista agama. Dan itulah ancaman "api dalam sekam" yang saya maksud, keadilannya dimana kalau sudah mengadili sebelum sidang pengadilan digelar? Mengingat begitu banyak tokoh yang berwacana untuk mengadili Ahok tapi juga sekaligus "memastikan" bahwa Ahok harus disalahkan karena terbukti menimbulkan kegaduhan, apakah benar hal semacam itu termasuk ciri-ciri negara hukum? Muatan pesan dan ancaman oleh banyak tokoh bahwa Ahok harus diadili dan harus dinyatakan salah, bahkan jika tidak dinyatakan salah maka Presiden dianggap melindungi juga aparat berwenang dianggap tidak adil, termasuk keinginan transparan presiden juga bisa dianggap kepura-puraan saja, itulah makna yang saya tangkap pakai kacamata saya, dan saya mengharap saya salah pakai kacamata. Andai Ahok dinyatakan TIDAK bersalah, bukankah itu potensi ancaman akan keadaan yang tidak kondusif untuk negeri ini? Itu maknanya ekonomi negara akan terpengaruh, lalu keadaan menjadi tidak tentram, dan pemerintahan dipertarohkan. Apakah agama tidak menjadi menakutkan kalau itu yang terjadi? Lalu pemerintah yang juga harus mengurusi agama kalau kenyataannya sampai harus tumbang karena agama, apakah engga ngenes? Maaf saya ngawur dalam rasa mengkhawatirkan bangsa dan negara ini. (#SPMCSW, Kamis, 10 Nopember 2016.)
.
~~~~~

.
BONUS UNEK-UNEK:
Selamat memperingati Hari Pahlawan, semoga hasil karya para pejuang bangsa sehingga negara ini masih tegak berdiri tidak diluluh lantakkan oleh generasi penerusnya .....
Negara ini jika menjadi banyak negara, percayalah itu bukan karena ulah negara lain, tapi karena ulah rakyatnya sendiri yang mudah terprovokasi, dan sangat egois. Dan kalau hal itu terjadi, negara-negara kecil yang awalnya adalah NKRI, menjadi bukan apa-apa lagi didunia, dan itu semua hasil karya para tokoh kita, yang lebih memilih bercerai-berai demi membela ego agama dan Tuhannya, padahal bukankah Tuhan itu Esa saudaraku? Maaf. (SW)
.
.
Sumber gambar:
Karikatur online