Monday, June 23, 2014

"SPMC: DENGAN CARA APAPUN JOKOWI HARUS MENANG!!"

               (Image source: kaskus.co.id)

Blogspot. “Dengan cara apapun Prabowo harus menang”, adalah pernyataan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani yang sedang hot diberitakan di tipi-tipi maupun saya baca di Kompas.com, pernyataan tersebut terlontar ketika di depan para anggota Partai Gerindra Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, di Magelang, Sabtu malam 21 Juni 2014.
 

Mungkinkah seorang Sekjen Partai kita anggap yang bersangkutan tidak paham tentang demokrasi? Oke-lah kalau misal sebelumnya kita anggap tidak paham, bukankah waktu itu di KPU ada deklarasi Capres&Cawapres untuk “Siap menang dan siap kalah” yang sudah ditanda tangani oleh para kontestan Pilpres?


Ah …..pasti akan berlalu begitu saja.


Malam ini kabarnya akan ada deklarasi dari Ruhut Sitompul untuk mendukung Jokowi, kalau itu terjadi …… sepertinya sepele, tapi dukungan Ruhut ini menurut saya belum tentu murni berkah, kalau salah memaknainya bukan tidak mungkin akan jadi musibah. Apalagi banyak sekali awak media menyimpan rekaman tentang Ruhut menghujat dan mencaci maki Jokowi sejak Pilkada DKI sampai dengan selesai Pemilu Legislatif yang lalu. Semoga kubu Jokowi arif menyikapinya, walau tidak menolak dukungan yang diberikan, tapi juga jangan memberi peran apapun kepada Ruhut. Lebih bagus kalau dukungan tersebut tidak pernah ada.


Semoga itupun juga akan berlalu begitu saja.
 

Prof. Mahfud MD kembali telah mempermalukan diri sendiri dengan meminta maaf pada keluarga Soekarno yang diterima oleh Rahmawati. Gara-garanya adalah ketika Prabowo diterpa tuduhan pelanggar HAM, maka Mahfud MD menuduh banyak tokoh “juga” pelanggar HAM, salah satu yang disebut adalah Soekarno. Padahal pernyataan tersebut menurut saya justru Mahfud MD sangat terang mengakui bahwa Prabowo memang pelanggar HAM yang disejajarkan dengan tokoh-tokoh yang disebutnya dan sekaligus meminta maysarakat memakluminya untuk juga melupakan saja. Pernyataan tersebut sama konyolnya ketika petinggi Partai Demokrat membandingkan tokoh yang korupsi dipartainya masih lebih sedikit dibanding tokoh dari partai lain. Benar-benar “gila”, atau jangan-jangan saya yang gila sendirian? Ketika Prof. Mahfud meminta maaf memang sepertinya elegan, dan memang elegan dari pada lebih dipermalukan lagi ketingkatan lain sehubungan kasusnya. Tapi sebagai seorang Profesor, apalagi ahli hukum, sungguh sangat memalukan ….. apakah tidak paham tentang kata-kata bijak: “Pikirkan dulu apa yang akan Anda ucapkan, tapi jangan ucapkan semua yang Anda pikirkan” (maaf, siapa pengarangnya?)


Dan itupun juga akan berlalu begitu saja.


Tabloid Obor Rakyat beberapa pekan membuat heboh masyarakat, isi tabloid tersebut 100 persen berisi tentang Jokowi yang serba kelam karena direkayasa dan difitnah, oleh Kubu Jokowi diadukan ke Bawaslu, lalu setelah terungkap siapa tokoh dibalik beredarnya tabloid tersebut, ada nama Setiyardi Budiono sebagai penanggung jawab dan Darmawan Sepriyossa sebagai jurnalis yang ikut membantu, tentu saja media lebih heboh mewawancarai Setiyardi, selain yang bertanggung jawab, karena dirinya mengaku sebagai Asisten Staf Khusus Presiden. Tabloid Obor Rakyat menurut pendapat Dewan Pers yang disampaikan oleh Bagir Manan adalah: “Bisa disimpulkan tabloid itu bukan produk pers”. Lalu Kubu Jokowi juga melaporkannya ke Kepolisian. Aneh menurut saya, Setiyardi mengatakan itu adalah produk jurnalis biasa, tapi pakai alamat palsu, dan sudah ada pernyataan dari Dewan Pers bahwa Tabloid Obor Rakyat adalah produk haram. Dan yang paling “gila” adalah, kurang lebih dua hari setelah huru-hara atas kemunculan Setiyardi, justru tabloid Obor Rakyat edisi ke 3 diedarkan! Ternyata tak ada yang takut dengan hukum di Negeri ini, apakah itu karena memang hukum selalu tumpul keatas? Bisa jadi cara berpikirnya mungkin gini: Toh sudah terlanjur dicetak, kalau tidak diedarkan kan mubazir. Atau jangan-jangan ada orang “besar” dibalik itu semua sehingga tidak takut hukum, atau berpikir: Pelanggaran HAM berat saja tidak ada masalah kok, lanjuuuuutt …. Lagian apa bedanya diedarkan atau tidak, sama-sama sudah membuat ribut dan juga tetap sama di permasalahkannya, tidak akan mengurangi atau menambah masalah kalau memang akan ada. Bukankah begitu juga dengan kasus Emon pelaku sodomi, saya heran kenapa tidak ada yang ingin menuntut hukuman sesuai korbannya 100 X 2 tahun misalnya, maka setidaknya Emon bisa dihukum 200 tahun. Pemikiran saya adalah, apa yang dilakukan Emon bukan tindakkan satu saat dan korban yang merasakan penderitaan juga berbeda. Jadi tidak harus disatukan. Sama seperti kalau misalnya Emon hanya melakukan sodomi pada 1 anak, bukankah Emon juga akan dituntut misalnya 2 s/d 5 tahun? Sori jadi ngelatur kemana-mana.


Apakah kasus tabloid Obor Rakyat ini juga akan padam dengan sendirinya? 


Kubu Prabowo melaporkan Wiranto ke Bawaslu sehubungan pernyataan Wiranto yang menyatakan secara terbuka bahwa Prabowo adalah pelaku pelanggaran HAM, padahal Wiranto sudah menyatakan itu adalah pernyataan pribadi sebagai mantan Pangab yang merupakan atasan Prabowo waktu Prabowo “dipecat” sebagai anggota ABRI. Kalau mau benar tuntas, bukankah seharusnya JUGA dilaporkan ke Kepolisian? 


Besar kemungkinan kasus ini juga tidak akan merubah apapun juga.


Satu lagi saja supaya tidak terlalu panjang, karena memang juga tidak tahu kasus yang lain hehehe. Saya tidak bisa membayangkan andai Ibu-nya Prabowo adalah Ibunya Jokowi, adik Prabowo adalah adik Jokowi. Anda tentu tahu kemana tujuan kupasan saya bukan? Apakah karena masalah itu sehingga Rhoma Birama tidak tampak bekerja hebat sebagai bagian team Kubu Pemenangan Prabowo? Saya hanya melihat yang bersangkutan menghibur penonton sesudah orasinya Prabowo, atau sudah kembali “kehabitat” awalnya karena tidak punya bahan untuk diserang? Atau justru takut kalau ditanya wartawan usil tentang Ibunya Prabowo? Walahualam. 


Dan ajaibnya, kok tidak ada yang mempermasalahkan tentang hal yang “sensitif” itu ya, padahal bukankah di Kubu Prabowo ada PKS dan FPI yang biasanya sangat sensi mempermasalahkan agama. Apakah sebelum bergabung mereka tidak tahu? Rasanya impossible bukan? Juga bersyukur Kubu Jokowi tidak membalas mengungkit masalah tersebut walau punya kesempatan yang sangat faktual dan tidak meng-ada-ada. Semoga dengan peristiwa kali ini Allah menunjukkan pada kita semua, jangan suka membawa-bawa agama dalam ranah politik. Karena rasanya masih terngiang ditelinga, betapa mereka sebelum-sebelumnya selalu mengatakan jangan sampai memilih pemimpin yang bukan dari keturunan agama bukan mayoritas, karena menurut kitab suci adalah bla-bla-bla! Bahkan juga sangat sering mengutip sabda-sabda Nabi. Sungguh ini adalah hikmah yang luar biasa, semoga mereka bukan karena menggadaikan ideologi, tapi kesadaran bahwa sebetulnya selama ini mereka telah “memlintir” agama untuk kepentingannya. Setidaknya ada bahan untuk kita mengingatkan siapa tahu pada pemilu-pemilu yang akan datang mereka lupa, dan mencoba menggadaikan agamanya lagi untuk kepentingan sendiri. Semoga Allah memang punya rencana yang luar biasa untuk kebangkitan Negeri ini. Sekaligus membuktikan Konstitusi Negeri ini tidak salah, semua warga negara punya hak dan kewajiban yang sama dengan tidak membeda-bedakan agama, ras, dan gender-nya. Walau tidak yakin, setidaknya saya berharap mereka tidak akan terus-terusan plin-plan. (SPMC SW, Juni 2014)

.

———————-

Catatan:

Judul Artikel ini sengaja memprovokasi supaya menarik perhatian. Tentu saja juga ada pertimbanganya, antara lain:

- Saya menjagokan Jokowi.

- Sampai dengan saat ini survei di media netral masih mengunggulkan Jokowi.

- Adanya pernyataan-pernyataan vulgar seperti awal atikel ini, maka seandainya Prabowo yang menang, akan dicurigai karena kecurangan. Dan itu akan tidak menentramkan kita semua.

- Memperhatikan dukungan yang diberikan oleh rakyat kecil dari banyak kalangan, yang justru rela menyumbang dana untuk kemenangan Jokowi. Dan itu sangat fenomenal juga anomali yang menggembirakan.

- Dan lain-lain pertimbangan.

- Mohon maaf kalau judul artikel ini ada yang tidak suka. (SW)

No comments:

Post a Comment