Wednesday, February 12, 2014

SINGAPURA KEPO ATAU INDONESIA LOYO?



                                                  (Image source: news.detik.com)


blogspot. Tidak tahan juga menanti berita yang saya tunggu, atau karena usia yang bertambah tua, jadi rasa 'gregetan' susah diredam? Dari pada beritanya tidak kunjung ada yang sesuai, itulah sebabnya saya ciptakan opini saya sendiri, opini gregetan atas sikap Singapura dan juga kita sebagai Bangsa.

Waktu mengikuti pemberitaan tentang rencana penamaan Kapal Perang KRI USMAN - HARUN yang dibeli dari Inggris dan ditentang oleh Singapura, beritanya sudah sangat masif, termasuk berita ketidak hadiran Panglima TNI Jenderal Moeldoko pada pameran kedirgantaraan internasional yang digelar Singapura (Singapore Airshow, 11-16 Februari 2014), karena undangan untuk 100 perwira TNI pada acara tersebut di batalkan sepihak oleh Singapura. Sampai dengan segitu, beritanya wajar dan memang harusnya begitu. Tapi ketika berita tentang "Tim Aerobatik Jupiter dengan Enam pesawat tempur TNI AU tetap tampil pada ajang Singapore Airshow", sungguh ada rasa gusar dalam hati, kenapa hal itu terjadi?

Kenapa tidak dibatalkan saja oleh pihak Indonesia? Kenapa sepertinya kita begitu di-dikte oleh mereka? Saya sungguh tidak mengerti, bukankah acara itu juga paket yang berkaitan? Kenapa kita seolah-olah tidak berani? Hanya mengikuti saja kehendak Singapura. Memang betul dan salut Panglima TNI tidak berkenan hadir walau undangannya tidak dibatalkan, tapi kenapa acara aerobatik tetap dibolehkan? Kok sepertinya kita hanya disuruh menghibur mereka saja? Semoga pihak Singapura tidak berpikir "jongos menghibur majikan". Apalagi diberitakan bahwa Tim Aerobatik Jupiter kita cukup terkenal dan disegani banyak negara, apakah dengan tidak tampil sekali di Singapore Airshow kali ini akan menjatuhkan namanya?

Saya juga berpikir, bahwa dengan kelembekan kita dalam hubungan internasional, sepertinya kita bukannya disegani, tapi malah ada rasa 'dilecehkan'. Kalau kita berprinsif "Thousand friends - zero enemy", seharusnya juga tetap menjaga martabat Bangsa, dan berlogika "berani" supaya tidak mudah di-intimidasi. Saya juga tidak yakin, jika kasus semacam yang kita hadapi saat ini dengan Singapura dialami oleh misalnya Iran/Cina/Korut/Aussie/dan lain lain, apakah mereka juga akan tetap membolehkan tim aerobatik-nya untuk unjuk gigi diacara itu?

Dalam kasus pemberian nama yang diributkan Singapura, mestinya kita tidak usah terlalu membuang tenaga atas protes yang tidak rasional itu. Sebaiknya Singapura disuruh melihat contoh kejadian-kejadian lain saja. Coba kita telisik atas serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, bagaimana dampaknya? Berapa banyak rakyat umum menjadi korban? Bagaimana dengan pelakunya?
Kali ini, jangan-jangan memang Singapura sedang menepuk dada, melakukan test-case terhadap Indonesia. Semoga bukan test melecehkan ya.

Kalau seandainya benar bukan hoax, tidak perlu mencemaskan juga berita PM Singapura telah menghapus akun Facebook Presiden RI dari daftar teman, dan menghapus tag-tag foto yang menunjukkan SBY di dalam koleksi albumnya. Anggaplah bukan sesuatu yang penting, supaya tidak terkesan sangat membutuhkan.

Kita memang tidak seharusnya mencari masalah terhadap negara lain, tapi harga diri harus dijaga agar tidak sembarangan semua negara mempermalukan kita sebagai Bangsa. Lebih ngenes lagi kalau kita tidak merasa bahwa kita dianggap sangat lemah oleh negara lain, bahkan oleh negara sekecil Singapura. Mengenaskan kalau betul, semoga itu hanya karena saya terlalu sensi karena ternyata sudah uzur, dan biasanya orang uzur kurva-nya kembali menurun ya? Hehehehe ...mohon maaf kalau gitu. (SPMC SW, Februari 2014)

Friday, February 7, 2014

ARTI "KEMANUSIAAN" VERSI AUSTRALIA


                                            (Image source: jakartagreater.com)




blogspot. Mengusik sanubari ketika mengetahui berita ditemukannya sekoci canggih diwilayah Indonesia, sekoci berwarna orange mencolok yang anti tenggelam, tanpa kemudi. Ternyata sekoci tersebut bermuatan banyak manusia imigran dari berbagai negara. Terlebih ketika penumpang dari sekoci tersebut "sempat ada" yang merekam bahwa sekoci itu diseret oleh kapal Australia dan "dibuang" untuk terbawa ombak laut. Bukan main .......

Sungguh susah menyikapinya kejadian tersebut. Tapi kalau boleh mereka-reka kejadiannya, mungkin begini versi saya. Imigran-imigran tersebut menurut banyak berita yang kita dengar selama ini, bisa nyampai Aussie karena dibawa oleh orang Indonesia yang tergiur bayaran lumayan untuk "menyelundupkan" mereka ke sana. Apakah karena hal itu sehingga pihak Aussie "mengirim" kembali para imigran tersebut ke Indonesia dengan kemasan sekoci canggih?

Sekoci canggih tersebut tentulah tidak murah harganya, tapi Aussie rela 'membuang' sekoci tersebut. Kebijakan praktis dan sangat realistis, dari pada dipusingkan oleh para imigran yang sangat mungkin mereka pikir akan memerlukan waktu yang sangat lama untuk menanganinya, yang bisa jadi jika dihitung dari segala sudut, akan jauh lebih mahal dari pada harga sekoci tersebut. Terutama masalah sosial yang mengikutinya.

Tapi dengan apa yang telah dilakukan Aussie, bisakah Indonesia mempermasalahkan hal itu? Atas dasar kemanusiaan, apakah pantas apa yang mereka lakukan? "Membuang" banyak manusia kelaut untuk dibawa ombak tanpa dikendalikan(?), bagaimana kalau ternyata sekoci tersebut sangat lama terombang ambing ditengah laut dan kehabisan makanan/minuman, bagaimana dengan kebutuhan MCK-nya, bagaimana kalau ada yang sakit? Masih banyak 'bagaimana' yang lain kalau mau mempertanyakan atas dibuangnya "Paket Sekoci Imigran" tersebut, termasuk extrimnya kemungkinan "kanibal" untuk saling memangsa jika terjadi kelaparan dalam sekoci yang konon berukuran 8X5 meter itu.

Beranikah Indonesia membawa(melaporkan) ke Mahkamah Hukum(Pengadilan) Internasional atas kejadian "Paket Sekoci Imigran" itu? Bukankah tanda buktinya sudah cukup? Apalagi kalau rekaman video-nya juga ada, terutama waktu kapal Aussie menarik sekoci untuk melepaskannya supaya terkirim ke Indonesia.

Terlepas dari itu semua, sepertinya tindakan tersebut menggambarkan bagaimana Aussie menjaga wilayahnya. Bahkan kalau memang cerita tersebut benar, apapun bisa dilakukan untuk menjaga ketentraman negaranya. Kalau toh kita tidak setuju dengan apa yang dilakukan, setidaknya semangat untuk menjaga "kebaikan" negaranya perlu kita contoh bukan?

Untuk pembelajaran dan efek jera, seharusnya kita memberi hukuman yang berat bagi warga negara sendiri yang melakukan penyelundupan, dalam kasus ini, adalah penyelundupan terhadap para imigran sehingga masuk ke Indonesia dan juga termasuk mereka yang membantu para imigran menuju negara lain. Karena tindakan tersebut jelas tidak mencintai negara-nya sendiri, dan penalti tersebut belum terdengar gaungnya, sehingga kejadian tersebut akan terus berulang bukan?

Jadi ingat tentang berita penyelundupan lain yang juga dilakukan oleh mereka yang sangat pasti tidak mencintai negaranya sendiri, dan yang tidak jelas bagaimana penanganannya oleh negara, yaitu penyelundupan(import) limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Lalu tidak diambil oleh importir-nya dan menjadi barang tidak bertuan di gudang cargo pelabuan. Berita tersebut dulu pernah saya dengar, dan tidak jelas lagi bagaimana penanganannya, jangan-jangan negeri ini dijadikan tempat sampah oleh negara-negara maju.

Tentang limbah B3, kenapa kita tidak belajar dari negara lain, apakah kasus tersebut tidak pernah dialami oleh negara lain? Lalu apa yang mereka lakukan? Sebaiknya kita mencontoh negara maju untuk menanganinya. Atau .....secara sederhana, kalau kita mengirim barang/surat via pos, lalu alamat tujuannya tidak ditemukan, bukankah barang tersebut dikirim kembali ke-sipengirim? Apakah kasus itu tidak bisa dilakukan terhadap limbah B3?  Atau karena alasan klasik "tidak ada biayanya" untuk re-export?

Pasti ada jalan lain kalau berkehendak, bahkan bila perlu harus dibuatkan peraturannya kalau memang belum ada. Atau apakah ada "permainan" pihak petugasnya? Ternyata mencintai negeri sendiri tidak sesederhana yang diucapkan, harus dibarengi oleh tindakan dan yang penting tidak menerima sogok'an bukan? (SPMC SW, Februari 2014)

Catatan :
Saya tentu sangat bersalah "JIKA" ternyata kejadian tentang sekoci orange tidak seperti yang saya ceritakan, untuk itu mohon maaf terhadap Aussie, dan artikel ini layak dihapus.

Tentang limbah B3, konon kabarnya, penerimanya dibayar sangat mahal untuk ukuran kita. Wasalam ......
(SW)