Thursday, May 26, 2016

TERJERUMUS "MIKUL DUWUR MENDEM JERO" (?)



TERJERUMUS "MIKUL DUWUR MENDEM JERO" (?)
.
.
Opini Nyinyir Idealis ala: (‪#‎SPMC‬) Suhindro Wibisono.
.
Selasa malam 24 Mei 2016 nonton ILC di TVONE, debat kusir pro kontra gelar pahlawan untuk mantan Presiden Soeharto, tentu saja ada yang pro dan kontra, karena kalau tidak ada yang pro dan kontra pasti tidak ada perdebatan itu bukan?
.
Kedua kelompok (pro vs kontra) "makna inti" alasannya adalah "DENDAM", yang pro berwacana "Jangan Dendam" yang kontra mengingat semua trauma akibat Pemerintahan Presiden Soeharto, kata singkatnya adalah "Dendam".
.
Secara psikologi perorangan alias individu yang trauma, istilah populer sekarang "gagal move on", jelas tidak bagus untuk orang tersebut secara pribadi. Trauma atau dendam atas perlakuan buruk tidak sama akibatnya terhadap semua orang. Bagi yang pendendam (biasanya kepribadian introvet) sangat mungkin sampai mati juga tidak akan bisa melupakannya walau sudah mendapat pengobatan "trauma healing" sekalipun. Itulah sebab pencegahan atas perbuatan yang mengakibatkan trauma seharusnya sangat diutamakan, jangan heran kalau misalnya perbuatan "pemerkosaan" akan dikutuk oleh banyak orang, karena percaya atau tidak perbuatan itu akan mengakibatkan korban mengalami trauma, bahkan sangat mungkin trauma seumur hidup bagi korbannya. Jadi saya sangat setuju perbuatan yang mengakibatkan trauma selayaknya dikutuk dan hukumannya diperberat, bahkan untuk perbuatan-perbuatan sadis sangat layak pelakunya dihukum mati saja. Sori jadi ngelantur nyerong wacana.
.
Ketika Pak Mahfud MD sebagai nara sumber terakhir di ILC Selasa malam mewacanakan "baginya semua presiden layak diberikan gelar pahlawan" dengan alasan tentu saja yang positif-positif sambil mengutarakan bahwa semua presiden juga melakukan hal yang negatif, jadi intinya lupakan saja negatifnya, maka gelar pahlawan itu layak disandang bagi semua mantan presiden (NKRI tentu saja) jika sudah meninggal dunia.
.
Dan wacana Pak Mahfud MD itulah yang membuat saya ingin menulis artikel ini. Karena saya renungkan mungkin Pak Mahfud lupa bahwa negara ini adalah negara hukum, maaf ya kalau menganggap Pak Mahfud lupa walaupun beliau adalah Profesor Hukum, karena bukankah beliau juga lupa ketika mengira Gus Dur masih hidup dalam pembicaraannya Selasa malam itu?
.
Negara hukum adalah negara yang memperlakukan semua warga negaranya setara dihadapan hukum. Maka ketika orang besar / orang kaya / orang penting / orang vvip, oleh rakyat terbaca atau dimaknai tidak boleh diadili dihadapan hukum, apakah sejatinya benar NKRI adalah negara hukum? Hal itu termasuk "pameran" jalannya persidangan hukum yang sudah dapat ditebak oleh rakyat hasil akhirnya, atau pengadilan korupsi puluhan milyar yang hasil putusannya hanya berbeda sedikit dengan para maling sapi atau maling jemuran, seolah memberi "hiburan" kepada rakyat bahwa semua sama dihadapan hukum.
.
Sementara ini yang "hanya boleh" diadili baru pejabat yang terlibat korupsi, dan itupun juga masih dengan pertimbangan klasik yang sangat di pegang erat oleh para pengambil keputusan "MIKUL DUWUR MENDEM JERO". Karena kata "keramat" itu awalnya diwacanakan oleh orang nomor satu, maka seolah-olah hal itu juga dikeramatkan hanya berlaku untuk orang nomor satu saja. Mikul Duwur Mendem Jero, menurut rasa saya ya seharusnya tidak untuk diperlakukan pada urusan pemerintahan, kalau menjadi Presiden lalu seolah kebal hukum, apa iya negeri ini termasuk negara hukum?
.
Bukankah menjadi Presiden itu lebih diharapkan sebagai pengabdian terhadap negara dan seluruh rakyat? Jika Presiden dan semua tokoh bahkan seluruh rakyat sudah dikondisikan "Mikul Duwur Mendem Jero" bagi orang nomor satu, yang konotasinya lebih dimaknai untuk menjaga dan selalu terjaga kehormatan orang nomor satu (plus nomor 2), bukankah hal itu sangat membahayakan dan bahkan cenderung tidak sehatnya bernegara itu sendiri?
.
Presiden pertama NKRI kita semua tahu ditetapkan menjalani tahanan rumah, apakah pernah diadili di pengadilan? Presiden kedua NKRI juga ditetapkan oleh MPR untuk diusut kesalahannya, apakah lalu pernah diadili di pengadilan? (Maaf kalau salah ingat data). Ketika Presiden dilengserkan, bukankah itu artinya punya kesalahan, kalau tidak salah kenapa dilengserkan, kalau salah kenapa tidak pernah diadili? "Mikul Duwur Mendem Jero", sungguh menyesatkan kalau dianggap dalil dan diberlakukan untuk urusan bernegara, utamanya berlaku untuk paket Presiden dan Wapres. Bagaimana kalau yang menjadi Presiden kebetulan orang yang licik, serakah, dan piawai, lalu menyadari sesadar-sadarnya bahwa maksimal yang dapat dilakukan terhadap dirinya adalah "dilengserkan" dan tidak akan ada pengadilan karena "Mikul Duwur Mendem Jero" itu tadi?
.
Korsel, Jepang, Amerika dan banyak negara lain lagi, pernah mengadili (mantan) Pemimpinnya, apakah negara-negara itu menjadi tidak punya kehormatan lagi? Dengan makna lain, apakah negara kita menjadi lebih terhormat karena Pemimpinnya belum pernah ada yang diadili? Apakah bukan menjadi terbalik? Atau apakah tidak mengesankan bahwa kita adalah Bangsa yang munafik? Bangsa yang tidak paham apa makna negara hukum karena kenyataannya hukum di negara ini dikuasai kepentingannya oleh para politisi maupun para penegak hukum itu sendiri, hukumnya digadaikan sedemikian rupa sehingga lupa apa makna negara hukum itu, dan ngenes pelakunya adalah tokoh-tokoh yang justru sangat paham tentang hukum. Atau memang sejatinya kita adalah Bangsa yang sangat serakah yang masih diperparah dengan egois? Lalu kalau itu kenyataannya tentang Bangsa kita, dan masih berprinsip melanggengkan "Mikul Duwur Mendem Jero", apakah tidak membuat negara ini semakin lama dalam keterpurukan?
.
Apakah Presiden yang sedang berkuasa berani mengadili atau mengungkap kesalahan Presiden sebelumnya? Saya tahu memang mengadili bukan ranahnya Presiden, tapi bukankah sudah bukan rahasia lagi bahwa Presiden juga punya "kesaktian" untuk meredam lajunya kasus yang sedang bergulir? Itulah sebab kenapa Presiden Pertama tidak pernah diadili, juga Presiden kedua, dan seterusnya kalau memang dilengserkan. EWUH PEKEWUH karena Mikul Duwur Mendem Jero.
.
Pemimpin negara di NKRI sebutannya Presiden, adalah pemimpin pemerintahan yang sedang berlangsung, tanggung jawab akhir pemerintahan memang ada di pundak Presiden, karena bukankah Presiden yang memilih dan melantik semua Menteri, Kepala Kepolisian, pimpinan ABRI dan lembaga tinggi negara lainnya, termasuk semua Gubernur diwilayah NKRI? Memang bukan berarti semua kesalahan yang dilakukan oleh mereka yang dilantik dan disumpah oleh Presiden atas nama Negara dan Bangsa menjadi tanggung jawab Presiden. Tapi jika kita tengok kebelakang kejadian mengerikan secara masal yang terdekat adalah kerusuhan Mei'98, kejadian terparah utamanya terjadi di ibu kota negara dan tidak ada pimpinan penanggung jawab keamanan yang diadili untuk dijebloskan kedalam penjara, apa sebetulnya tugas dan tanggung jawab Gubernur DKI, Kapolda Metrojaya, Kapolres, dan lain-lain itu? Kalau mereka dianggap tidak ada yang bersalah padahal kejadian mengerikan itu nyata ada, bukankah itu artinya kesalahan ada di pundak pemimpin negara?
.
Andai Presiden pertama pernah diadili, lalu jika terbukti bersalah putusannya dijatuhi hukuman, dan atas pertimbangan jasa-jasa terhadap negara maka kesalahannya diampuni (grasi) oleh Presiden kedua, bukankah itu akan lebih terhormat? Bagaimana mungkin mengangkat seseorang menjadi Pahlawan Bangsa, sementara kasusnya sendiri tidak pernah diselesaikan oleh pengadilan? Saya setuju dan paham bahwa tidak ada manusia yang sempurna, maka juga tidak ada pahlawan yang sempurna, tapi ketika seorang presiden dilengserkan lalu tanpa diadili dan ditetapkan sebagai pahlawan, jelas itu bukan jalan terbaik untuk perjalanan sejarah Bangsa ini, adili dulu lalu ampuni berdasarkan pertimbangan-pertimbangan positif yang pernah dilakukan sang tokoh terhadap Bangsa dan Negara, baru kemudian silahkan ditetapkan sebagai pahlawan kalau memang layak, tapi "garansi" bahwa semua Presiden layak dijadikan pahlawan, jelas itu wacana yang kurang wise. Atau apakah label pahlawan justru bermaksud untuk menghapus semua dosa yang pernah dilakukan oleh Pimpinan? Sekali lagi menurut saya, pendapat bahwa semua Presiden yang sudah meninggal sudah selayaknya dijadikan pahlawan, justru beraroma sangat kuat terhadap motto "MIKUL DUWUR MENDEM JERO" yang sangat menjerumuskan kita kelembah TIDAK terhormatnya kita sebagai Bangsa. Hayo perlakukan semua warga negara sama didepan hukum, tak peduli walau iya adalah seorang presiden, itulah baru negara yang hebat dan menjunjung tinggi martabat. Karena jika hukum tajam kebawah tumpul keatas, itu maknanya negara yang sejatinya tidak menjunjung tinggi HAM, padahal perlakuan penghormatan HAM adalah ukuran mutlak suatu negara itu terhormat atau tidak, karena HAM adalah ukuran mutlak kehidupan manusia yang dijunjung tinggi negara-negara beradap didunia. ( #SPMC SW, Kamis, 26 Mei 2016 )
.
.
Sumber gambar:
www.goodnewsfromindonesia .org

Tuesday, May 24, 2016

"HAYO KERJA RODI Teman Ahok, JANGAN SAMPAI DIKADALIN"



"HAYO KERJA RODI Teman Ahok, JANGAN SAMPAI DIKADALIN"
.
.
Opini “tolak bala” ala ‪#‎SPMC‬ Suhindro Wibisono.
.
BENAR-BENAR BERNALAR GILA, WACANA UNTUK MENGGUGURKAN BALON PASANGAN GUBERNUR DAN WAGUB DARI PERSEORANGAN (INDEPENDEN) JIKA MENEMUKAN 10 SAJA COPY KTP PENDUKUNG ADALAH KTP ABAL-ABAL, DAN ITU SANGAT RAWAN DISELUNDUPAN OLEH MUSUH, BUKANKAH FORMULIR DUKUNGAN AHOK DISEBARKAN BEGITU MASSIF DAN SIAPA SAJA BOLEH MINTA TANPA PERLU PENCATATAN DATA SIAPA YANG MINTA, DAN JUMLAH YANG DIMINTAPUN JUGA BEBAS-BEBAS SAJA ...
.
MENANGKAL WACANA DUKUNGAN KTP ABAL-ABAL MAKA CALON PERSEORANGAN AKAN DIDISKUALIFIKASI, BERIKUT WACANA SAYA MENGHADAPINYA .........
.
Teman Ahok, Jangan lupa "rekapitulasi" yang diserahkan sebagai bukti juga tertulis nama semua copy KTP yang memberikan dukungan, dan rekap itu HARUS di foto copy sebagai pegangan, jadi setidaknya kalau ada pernyataan dukungan menggunakan copy KTP palsu, cari dulu di rekap itu untuk mencocokkan, betulkah itu copy KTP dukungan yg memang di kirim oleh Teman Ahok?? Siapa tahu diselundupkannya belakangan?? Jadi Teman Ahok bisa menolak klaim jika nama yang dimaksud tidak ada di rekap itu.
.
Setidaknya merupakan filter dan perisai, sambil juga waktu merekap juga mengamati dan meneliti dukungan copy KTP yang diberikan warga, jika meragukan dipinggirkan dulu saja, jangan disertakan untuk dikirim ke KPU sebagai syarat dukungan ..... bukankah dukungannya sudah melebihi?
.
Teman Ahok, Waktu rekapitulasi yang saya maksud sebetulnya juga memerlukan waktu yang lama, semoga sudah dimulai ya, jangan lupa di rekap itu setidaknya disebutkan nama dan nomor KTP. Lalu yang ingin saya tanyakan, sepintas saya pernah ingat untuk mencocokan KTP tsb asli atau palsu, adakah aplikasi atau Web milik Dinas Kependudukan yang bisa di akses dengan kita memasukkan nomor KTP maka data KTP-nya akan keluar, bukankah kalau ada di Dinas Kependudukan itu artinya KTP-nya asli?? Jangan lupa butuh waktu yang cukup lama untuk melakukan itu semua .................. segera ya.
.
Teman Ahok, Ada lagi yang ingin saya usulkan, buatlah stempel khusus, stempel khusus "verifikasi", jadi yang telah kalian verifikasi, dan akan disertakan sebagai bukti dukungan warga, formulir yang "Teman Ahok" sebarkan untuk warga isi itu, yang ditempeli copy KTP pendukungnya, dan yang akan dikirim sebagai syarat dukungan itu, HARAP DIBELAKANG FORMULIRNYA DIBUBUHI STEMPEL VERIFIKASI YANG SAYA MAKSUD DAN TANDATANGAN PETUGAS YANG SUDAH MELAKUKAN VERIFIKASI.
.
Jadi kalau mau pesan/buat stempel verifikasi sebaiknya jumlahnya disesuaikan siapa saja yang nantinya akan ditugaskan, karena kalau hanya bikin satu pastinya tidak memadai, lalu gunakan pulpen tinta seragam untuk tanda tangan petugasnya, misalnya warna hijau, pink atau ungu, jangan warna hitam, merah dan biru yang adalah warna standard. Jadi beli pulpennya juga sekalian dan dibagikan kepada petugas yang diberi tugas (satu warna seragam lho ya). Jangan lupa kumpulkan dalam satu formulir kosong contoh tanda tangan petugas verifikasi, siapa namanya, dan nomor hp-nya sebagai pegangan pimpinan "Teman Ahok" jika sewaktu-waktu diperlukan untuk keperluan cross check.
.
AHOK sepertinya sudah “dianggap” iblis oleh mereka yang merasa harus menyingkirkan dari tampuk kekuasaan, sementara rakyat menganggap AHOK adalah malaikat, adu “anggapan vs menganggap” itulah yang sedang terjadi, berbagai trik disodorkan oleh mereka yang menganggap Ahok adalah iblis untuk meraih kemenangan, berbagai rekayasa untuk menjadikan AHOK menjadi tersangka dalam banyak kasus belum membuahkan hasil.
.
GUBERNUR AHOK (BASUKI TJAHAJA PURNAMA) MEMANG FENOMENAL, SANG WAKTU SEDANG MEMAHAT LEGENDA SEJARAHNYA, dan sekaligus rakyat dapat mengamati, karena sejatinya pengelompokan secara alami sedang terjadi, para maling biasanya akan nyaman berkomplot dengan maling juga, para bandit juga nyaman berkomplot sesama bandit untuk mengalahkan sang jagoan, tapi itu adalah cerita film yang diskenariokan, sedangkan ini adalah kenyataan. Fenomenanya memang begitu, tapi hasil akhirnya yang belum diketahui, itulah sebab dibutuhkan dukungan oleh rakyat, mau memilih sang jagoan atau para mafia penggarong yang bahagia dengan nyolong uang rakyat yang terkumpul dalam APBD DKI, APBD terbanyak di negeri ini. APBD yang sudah setengah abad dijadikan bancaan untuk para penggarong dan yang diselamatkan Gubernur Ahok untuk dijadikan sistemnya menjadi terbuka dan mudah dipelototi oleh rakyat agar tidak mudah dicolong oleh tikus-tikus bertopeng pejabat yang justru bertugas sebagai pengawas maupun pengelola APBD itu sendiri, dan untuk itu memang butuh waktu agar sistemnya terlaksana sebagaimana mestinya.
.
AHOK MEMANG FENOMENAL YANG AKAN MELEGENDA, DAN SAYA BELUM PERNAH MELIHAT ADA TOKOH DIPERLAKUKAN SEPERTI AHOK, DITOLAK JUSTRU KARENA KEJUJURANNYA, LALU DIBUMBUI PENOLAKAN KARENA SARA.
.
Lalu saya pingin tanya, apakah tokoh-tokoh negeri ini sebetulnya banyak yang sudah sakit jiwa? Atau nuraninya yang sakit? Atau apakah memang sejatinya kita adalah bangsa pendengki? Bangsa egois? Maaf, itu hanya tanya-tanya dalam benak yang saya tuliskan agar banyak yang tahu isi benak saya yang galau atas kenyataan negeri ini. ( #SPMC SW, Selasa, 24 Mei 2016 )
.
.
Sumber gambar:
Diberi Agus Jumadi (TQ).

Thursday, May 19, 2016

APA MUNGKIN RAKYAT MAU JUJUR BAYAR PAJAK?


APA MUNGKIN RAKYAT MAU JUJUR BAYAR PAJAK?
.
.
Opini "minta info": ‪#‎SPMC Suhindro Wibisono.
.
Maaf saya tidak paham persyaratan perhitungan perpajakan, berapa persen sesungguhnya potongan pajak yang harus dibayar untuk karyawan penerima gaji, berapa persen harus bayar pajak ketika belanja di supermarket, berapa persen bayar pajak ketika makan di resto, berapa persen bayar pajak ketika beli motor, berapa persen bayar pajak ketika naik bus, berapa persen bayar pajak ketika naik pesawat, berapa persen harus bayar pajak ketika beli mobil, berapa persen harus bayar pajak untuk semua pengeluaran ketika menggunakan uang untuk pembelanjaan, baik belanja barang maupun belanja jasa.
.
Memang semua ada aturannya, ada ketetapannya berapa-berapanya besaran pajak yang harus dibayar, dan uang pungutan itulah yang "juga" digunakan pemerintah sebagai penyelengara negara untuk melaksanakan keberlangsungan roda pemerintahan yang rencana peruntukannya sudah dibuat sebelumnya dan di setujui oleh DPR, itulah cerita bagian dari RAPBN menjadi APBN. Betapa sulitnya pengawasan penerimaan uang pajak dari usaha swasta tanpa pembukuan secara langsung yang terkomputerisasi, contohnya pajak resto laris yang tidak menggunakan komputer, pajak salon, dan sebagainya. Itulah sebab perpajakan itu sangat rawan diselewengkan, baik oleh oknum pegawai pajak yang memang bertugas memungut pajak, maupun oknum pengusaha swasta yang memang seharusnya membayar pajak karena telah mengumpulkan pungutan uang pajak dari para pelanggannya. Pembenahan hal itu memang sangat sulit, jadi jangan heran kalau banyak dari mereka (oknum-oknum itu) yang tertangkap aparat karena telah main mata kongkalikong menyelewengkan uang pajak, oknum pengusaha ingin mengurangi uang pajak, oknum pegawai pajak ingin minta bagian dari pengurangan yang seharusnya dibayarkan untuk negara itu. Kerja sama yang saling menguntungkan dari para oknum, ingat belum tentu kesalahan awal adalah oknum pengusahanya lho ya, karena bisa saja oknum pegawai pajak yang mengajarkan kongkalikong itu. Dan sesungguhnya andai oknum pengusaha mau nyogok agar bayarnya pajak dikurangi tapi pegawai pajak tidak mau disogok, bukankah hal persekongkolan itu tidak bisa terjadi? Konon paling gawat dari urusan perpajakan adalah ASUMSI, asumsi tidak ada pengusaha yang dianggap jujur melakukan pembayaran pajak, bahkan andai sudah jujur juga tetap "diasumsi" tidak jujur, jadi dari pada begitu banyak pengusaha yang akhirnya menyerah dalam situasi dilematis, membayar konsultan pajak yang dibelakang itu semua ada persetujuan dari oknum pegawai pajak untuk kalkulasi perpajakannya. Semuanya justru merasa diuntungkan, dan negara yang penerimaan keuangannya dari pajak berkurang karena dibuat bancaan oleh oknum pegawainya sendiri yang nota bene digaji dengan uang negara dan oknum pembayar pajak. Dan negara adalah milik seluruh rakyat sebagai warga negara secara keseluruhan. DRAMA MENYEBALKAN!
.
Semoga itu hanya cerita usang yang salah karena ngawur ala saya yang tidak paham apa-apa tentang perpajakan, karena awalnya saya justru hanya ingin tanya besaran pajak yang harus dibayar oleh seoarang karyawan sebagai penerima gaji. Kok menurut rasa saya potongannya menjadi dobel walau memang sebenarnya sudah benar sesuai aturan. Dikasih contoh saja ya ....
.
Saya mengabaikan aturan perhitungan tentang potongan-potongan sebelum kena pajak karena beranak berapa, dan lain-lain karena memang ini hanya ilustrasi secara kasar saja. Andai saya karyawan dengan gaji 10 juta, anggap harus bayar pajak 15% = 1,5 juta, jadi gaji saya tinggal 8,5 juta, untuk makan di resto tiap hari sekeluarga dalam sebulan 150 ribu X 30 = 4,5 juta, sudah "termasuk" dikenakan pajak "misal" 15% = 675 ribu. Belanja untuk keperluan harian keluarga sebulan, bayar uang sekolah swasta anak, dan keperluan lainya 4 juta, juga sudah "termasuk" dikenakan pajak "misal" 15% = 600 ribu. Bukankah itu ceritanya menjadi:

Gaji 10 juta
Bayar pajak = 1.500.000 + 675.000 + 600.000 = 2.775.000.
Artinya 15% dari penerimaan awal, dan sisanya 8,5 juta dikenakan pajak lagi 15% karena dibelanjakan.
.
Singkatnya,
gaji...... : 10.000.000
Pajak... : 2.775.000
.
Persentase pajak yang dikenakan adalah:

2.775.000
---------------- X 100% = 27,75%
10.000.000
.

Jadi aslinya pajak yang dikenakan dari penghasilan yang kita terima itu 27,75% bukan? Saya tanya lho, karena saya memang tidak paham apa-apa.
.
Pengampunan pajak lagi rame diwacanakan, tujuannya agar dana para milyader bisa ditarik ke negeri ini, sengaja saya tuliskan para milyader bukan para pengusaha, karena bukan tidak mungkin memang yang punya dana banyak di LN bukan hanya para pengusaha tapi juga para oknum koruptor.
.
Lalu wacana pengampunan pajak tersebut menuai pro dan kontra, seperti biasa tentang apapun di negeri ini, justru para jurnalis, baik jurnalis berita cetak, dumay, utamanya tipi yang mengaduk-aduk berita agar pro-kontra itu semakin eksis. Padahal ya apa masalahnya kalau pengampunan pajak itu diberlakukan, ketidak adilan itulah yang sering digembar-gemborkan.
.
Bagaimana kalau urusan perpajakan ini di rampingkan saja? Contoh kalkulasi yang saya ceritakan diawal sekalian juga disederhanakan, jangan dikenakan pajak lagi bagi penerimaan awal alias pajak penghasilan tenaga kerja, bukankah kalau uang gaji itu dibelanjakan maka akan dikenakan pajak? Berarti juga menambah penghasilan gaji karyawan yang tentu saja akan menambah daya beli rakyat, usaha semakin bergairah, roda ekonomi semakin lancar berputar. Tapi pajak gaji tenaga kerja asing harus tetap dikenakan dan pajak bunga simpanan juga tetap berlaku. Kalau pemerintah mampu sedemikian rupa menarik/menghipun pajak tanpa adanya penyelewengan kongkalikong oknum pengusaha dan oknum pegawai pajak, saya kok yakin penghasilan dari pajak karena menghapus pajak penerimaan gaji pegawai/karyawan tidak akan mengurangi penerimaan keuangan negara dari sektor pajak. Itu semua butuh kejujuran dan kepiawaian, dan untuk mendukung hal itu dibutuhkan manajemen yang mumpuni, bukan manjemen yang hanya berbasis "kepercayaan", karena sesungguhnya kepercayaan itu bukan termasuk sistem tapi amanah, dan manusia itu punya sifat serakah yang luar biasa yang hanya bisa dikendalikan oleh sistem yang baik dan nurani. Karena nurani juga bukan wilayah manajemen, maka satu-satunya pengendali adalah manajemen.
.
Saya juga tidak paham penjualan export itu prosedurnya bagaimana, juga pengenaan pajaknya. Itulah sebab saya juga akan ngawur lagi berwacana. Ketika andai saya menjual barang dagangan keluar negeri melalui export senilai 1M, lalu saya sudah membayar pajaknya 15% ketika akan melakukan export tersebut (andai ketentuannya begitu), bukankah artinya saya tidak punya tunggakan lagi terhadap negara? Lalu kalau uang hasil penjualan itu saya pakir diluar negeri, masalahnya dimana? Atau sangat mungkin ketentuannya bukan begitu, export dulu baru beberapa waktu kemudian bayar pajaknya, bukankah itu hanya masalah administrasi saja? Jadi kalau sekarang pemerintah berwacana menghapus uang pajak agar dana para milyader mengalir ke negeri ini, itu untuk menghilangkan pajak yang mana? Kenapa digembar-gemborkan adanya ketidak adilan? Pajak penghasilan apa yang belum dibayar oleh mereka yang mermarkir dananya diluar negeri? Karena mereka yang memarkir dananya di LN, bukankah artinya mereka juga kehilangan kesempatan untuk mendapat bunga bank didalam negeri yang biasanya lebih besar? Maaf ya, saya memang tidak paham apa-apa dan bermaksud mendapat ulasan dari ahlinya, ulasan sederhana agar mudah saya pahami. Adakah yang berkenan memberi pencerahan itu? Suwun. ( #SPMC SW, Kamis, 19 Mei 2016)
.
.
Sumber gambar:
drise-online .com
.
.
TAMBAHAN WACANA:
.
Ketika para TKW kita yang kerja diluar negeri dan membawa masuk uang asing ( Dolar, Riyal, Ringgit, Won, dll ), bukankah dibilangnya pahlawan devisa? Apakah juga harus dipajakin lagi? Kalau tidak dipajakin dengan alasan jumlahnya sedikit padahal kalau dikali banyak hasilnya juga banyak, bukankah itu artinya sama saja dengan para milyader yang membawa masuk uang kedalam negeri? Jadi ya mestinya menurut rasa saya jangan dibedakan.
.
Bagaimana kalau uang itu uang hasil penjualan barang terlarang, bukankah dikhawatirkan cuci uang? Lha ngapain kita yang terlalu pusing? Kalau uang tersebut tidak dicurigai oleh asal negara dimana uang itu tersimpan, kenapa mesti kita yang cari-cari seolah tidak butuh devisanya bertambah?
.
Bagaimana kalau uang itu uang hasil judi, mestinya ya sebodo amat lah, yang penting uang itu bukan uang bermasalah dari negeri asal uang itu datang, dan tidak perlu dipajakin karena memang bukankah sudah dikenai pajak dari didapatnya uang tersebut? Jangan terkesan mempersulit atau terkesan ngiri kalau ada orang punya uang sehingga harus dipajakin padahal seharusnya tidak perlu kena pajak, kecuali punya bukti bahwa uang itu hasil dari korupsi dari negeri ini.
.
Ketika semua uang itu akhirnya masuk didalam negeri, bukankah kalau disimpan di bank akan mendapat bunga bank dan bunganya itu dikenakan pajak sebagai pengasilan pajak negara, kalau diinvestasikan bukankah juga akan menciptakan lapangan kerja dan seterusnya .....? (SW)



Sunday, May 15, 2016

PELAT GANJIL GENAP, GARANSI GAGAL TOTAL!!




.
PELAT GANJIL GENAP,
GARANSI GAGAL TOTAL!!

===================
.
(Pak Ahok, jangan ambil kebijakan itu)
.

Opini ‪#‎SPMC‬ : Suhindro Wibisono
.

"Jika" Pemprov DKI benar ambil kebijakan kendaraan yang boleh jalan sesuai hari apa untuk nomor polisi kendaraan genap atau nomor ganjil, saya garansi kebijakan itu akan gagal total.
.
Pak Ahok, jangan lupa belajar kegagalan negara lain yang pernah coba melakukan hal itu, seingat saya Filiphina pernah gagal total. Dan kegagalannya "mungkin" begini:
.
1. Yang kaya akan beli mobil baru lagi.
2. Yang setengah kaya (menengah) akan beli mobil bekas.
3. Lalu oknum Polisi (atau yang mengeluarkan/memberi nomor kendaraan) akan memperdagangkan nomor-nomor itu agar sesuai ganjil-genap-nya dengan yang diinginkan oleh pemilik mobil.
.
Dan kalau di berlakukan di DKI Jakarta, sangat mungkin hampir separonya akan pakai nomor palsu, resikonya kecil, probabilita adanya operasi pemeriksaan nomor kendaraan sangat jarang. Bagaimana mau diadakan operasi, akan seperti apa macetnya menghentikan banyak kendaraan di jalanan DKI? Kalau terjadi kecelakaan ternyata nomornya tidak sesuai, memang apa hukum terberatnya yang pernah terjadi? Ini negeri "gila" bung, mereka anggap "apes" saja kalau itu semua terjadi. Itulah sebab saya garansi kebijakan itu akan GAGAL TOTAL!!
.
Kebijakan "Ganjil-Genap" adalah kebijakan yang akan sangat disenangi oleh produsen mobil dan "oknum" Polisi nakal. Coba bayangkan kalau ada satu atau beberapa mobil yang nomornya genap pada hari jadwalnya nomor ganjil, sementara kendaraan itu ada di tengah-tengah kemacetan yang luar biasa? Mau di stop justru malah bikin macet toh? Sudah dibayangkan belum, andai menerima surat keluhan warga gara-gara ada keluarganya warga yang meninggal karena mau antar kerumah sakit tidak bisa jalan karena plat nomornya tidak sesuai? Lalu mobil dari luar kota bagaimana, apakah juga tidak boleh lewat karena nomornya tidak sesuai hari ganjil genapnya? Masih akan sangat banyak lagi kemungkinan-kemungkinan lain Pak Ahok, mohon jangan diberlakukan kebijakan ganjil-genap tersebut, karena kebijakan tersebut justru akan menambah jumlah kendaraan di DKI Jakarta, bukan menguranginya. Belum kalau nanti ada fitnah bahwa kebijakan itu "dibisikin" oleh juragan produsen mobil.
.
Kalau mau serius mengurangi jumlah kendaraan agar jalanan tidak terlalu padat dan macet, caranya adalah mengumumkan dari sekarang, bahwa pemilik mobil harus punya garasi dan hal itu akan diberlakukan 1 tahun atau 2 tahun lagi, terserah bagaimana pertimbangannya. Pengumumannya yang harus disegerakan agar rakyat bisa bersiap-siap, yang mau benerin rumahnya agar punya garasi jadi punya waktu, yang rencana mau beli mobil bisa mikir ulang, dan pemerintah juga punya waktu mempersiapkan angkutan umum yang lebih banyak di banyak jurusan dengan lebih baik, sekaligus bertepatan dengan selesainya angkutan massal MRT / LRT. Jadi pemberlakuannya disesuaikan dengan kesiapan Pemprov DKI, bukankah itu lebih adil dan bagus untuk semuanya?
.
Membatasi nomor genap-ganjil atau melarang orang membeli mobil adalah sangat tidak etis kalau tidak boleh dibilang melanggar HAM, tapi mensyaratkan harus punya garasi untuk setiap kendaraan yang dimilikinya, bukankah sudah seharusnya dan layak?
.
Pernahkah Pak Ahok jalan-jalan masuk kampung di DKI bakdo magrib atau malam hari? Berderet mobil warga diparkir dipinggir jalan, banyak yang menyita kiri dan kanan jalan, sehingga jalanan yang seharusnya luas menjadi sangat sempit. Kalau kebijakan pemilik mobil harus punya garasi dilaksanakan, perkiraan saya setidaknya kendaraan di DKI Jakarta akan berkurang 30~40 persen. Membuat peraturan itu memang gampang, tapi melaksanakannya yang tidak gampang, kecuali kerja sama dengan PM (Polisi Militer), kepolisian dan ABRI, karena bukankah tidak lucu kalau pada saat waktu penertiban tiba lalu ada mobilnya anggota ABRI / Polisi yang justru tidak mau ditertibkan dan yang menertibkan juga takut? Mumpung Pak Ahok terkenal tegas, sangat mungkin akan berhasil melaksanakannya.
.
Tapi rencana itu memang sangat rawan penolakan warga, kecuali yakin dapat menyediakan sarana angkutan umum ketika waktunya tiba. Harus benar-benar dikalkulasi apalagi menjelang Pilkada DKI 2017 mendatang. Apakah pak Ahok berani? (SPMC SW , Minggu, 15 Mei 2016)
.
.
Catatan:
Artikel dengan wacana "Pemilik kendaraan harus punya garasi", seingat saya juga pernah saya tulis pada April 2013 yang lalu (SW).
.
Sumber gambar:
Metro.news.viva .co .id

Thursday, May 12, 2016

"NESTAPA PDIP AKIBAT GERAM TERPENDAM PADA AHOK"






"NESTAPA PDIP AKIBAT GERAM TERPENDAM PADA AHOK"
.
.
Opini SPMC versi "Rasa Saya" oleh: Suhindro Wibisono
.
.
(Kejutan)
"MELAWAN AHOK, PDIP PILIH Prof. NURDIN ABDULLAH (Bupati Bantaeng)"

.
.
PDIP menjaring Balon Gubernur DKI untuk Pilkada 2017, supaya terlihat serius dan keren para Balon (bakal calon) di test dahulu, ada banyak macam testnya termasuk didalamnya test psikologi, wawasan, motifasi, dll. Biaya test-nya Rp. 5 juta perpeserta, itulah yang juga ingin saya rumpi disini, tentu saja versi saya ya, versi orang ndeso yang tidak paham pakem apa-apa selain menurut "rasa saya", sori untuk semuanya, utamanya juga untuk PDIP.
.
Pemprov DKI yang dipimpin oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) baru saja memboyong 4 piala penghargaan dari 7 yang disediakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), piala dianugrahkan saat acara penutupan Musrenbangnas 2016, di Istana Negara pada Rabu, 11 Mei 2016. Dan empat penghargaan yang diraih Pemprov DKI Jakarta adalah: Terbaik I Kategori Provinsi dengan Perencanaan Terbaik ; Terbaik I Kategori Provinsi dengan Perencanaan Inovatif ; Terbaik I Kategori Tingkat Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) Tertinggi Tahun 2015 ; Terbaik I Kategori Tingkat Pencapaian Indikator MDGs Terbanyak pada Tahun 2013-2015. Kalau ada yang menyatakan bahwa itu semua bukan karena kepemimpinan Gubernur Ahok, lalu karena kepemimpinan siape bos? Nggreges dan mbrebes mili ya melihat kenyataan kehebatan Ahok? Wong sudah menggalang persatuan untuk fitnah menjatuhkan kok malah terungkap kehebatan. Saya rasa itu mungkin pencapaian yang pertama kali diperoleh oleh Pemprov di negeri ini. Sori kalau ngawur karena mungkin ada Pemprov yang pernah menyamai bahkan melebihi? Perolehan penghargaan yang sekaligus membuat "galau" para bakal penantang Ahok pada kompetisi Pilkada Gubernur DKI 2017 yang akan datang, semakin "hopeless" untuk bisa menang bagi Balon Gubernur DKI 2017.
.
Nama Balon Gubernur DKI untuk Pilkada 2017 yang masih (pernah) beredar adalah:


Ridwan Kamil (pernah)
Ahmad Dhani
H. Lulung (PPP, Wakil Ketua DPRD DKI)
Adhyaksa Dault (mantan Menpora)
Mischa Hasnaeni Moein
Menteri Susi P (pernah)
Sandiaga Uno
Yusril Ihza Mahendra
Tri Rismaharini (Risma) (?)
Djarot (Wagub DKI saat ini)
Sanusi (pernah)
M.Taufik (Gerindra)
Suyoto (Bupati Bojonegoro)
Dessy Ratnasari
Muhammad Idrus (PKS)
Yoyok (Bupati Batang)
DLL
.
Dari semua nama yang beredar itu, yang ada "kemungkinan" seru untuk tanding lawan Ahok & Heru (Ahok Heru sudah menyatakan maju lewat jalur independen / perseorangan) untuk Pilkada DKI 2017 yang akan datang, menurut saya hanya nama Risma jika dipasangkan dengan Yoyok atau Ridwan Kamil+Yoyok.
.
Ridwan Kamil+Risma, kecil kemungkinan bisa terlaksana, siapa yang mau dijadikan Cawagubnya? Keduanya sama-sama kecil kemungkinan untuk mau jadi nomor 2, lagian ngapain untuk jadi nomor dua kalau didaerahnya saat ini sudah jadi nomor satu? Berbeda dengan Yoyok, karena Yoyok masa kerjanya sudah akan berakhir dan juga merasa banyak belajar dari Risma, jadi Yoyok besar kemungkinan untuk bersedia menjadi nomor 2 jika dipasangkan untuk Risma maupun untuk Ridwan Kamil.
.
Karena Ridwan Kamil sudah menyatakan tidak akan maju untuk Pilkada DKI 2017, maka kita lupakan saja tokoh yang satu itu, walau saya melihatnya itu adalah pilihan realistis yang waras oleh RK, taruhannya adalah "anak dipangku dilepaskan", sementara besar kemungkinan kekalahan berdasarkan data yang ada waktu keputusan tersebut diambil oleh RK, jadi memang RK mengambil keputusan yang paling waras saat itu.
.
Calon yang lain lupakan saja, menurut "rasa saya" tidak akan menang lawan inkamben Ahok, termasuk Profesor Yusril IM. Memang apa pengalaman hebatnya YIM untuk layak jadi Gubernur? Bukankah yang bersangkutan pernah mencalonkan diri sebagai Capres dan tidak laku, bahkan partai pimpinannya saja (PBB) tidak mendapat suara untuk dapat duduk di DPR/D, masih menurut rasa saya, nama yang bersangkutan kadarnya mirip-mirip dengan Prof. AR, sama-sama hebat karena sama-sama Profesor, tapi tidak lebih dari itu. Padahal ujarnya pada Februari lalu ingat saya sudah mendapatkan dukungan dari 6 partai untuk mencalonkan dirinya maju sebagai Cagub, mana buktinya? Yusril IM apakah tidak malu jika diposisikan sebagai Balon Wagub oleh PDIP? Jadi itulah sebabnya bisa punya tiket untuk maju saja menurut saya masih susah kalau harus lewat PDIP, kecuali PDIP secara internal hanya ingin posisi Cawagub, apakah itu mungkin sebagai pemilik suara mayoritas di DPRD DKI? Apa PDIP tidak malu? Logika warasnya apa ketika sebagai "pemimpin" suatu partai (maaf, apakah partainya YIM sudah dibubarkan atau belum?) lalu melamar sebagai kandidat Cagub lewat partai lain? Tentu saja beda seandainya yang bersangkutan diminta atau dipinang oleh partai lain untuk maju, dan karena tidak punya kendaraan jadi masih elok pinjam kendaraan partai lain yang memintanya, bukan dengan cara "memohon" kalau tidak boleh saya katakan "mengemis", banyak sekali tokoh-tokoh kita yang sudah meninggalkan "logika waras" dengan melupakan rasa malu bahkan sangat memalukan tapi tidak bisa dirasakan sendiri, out of control, maruk, kebas, atau memang kita semua sudah banyak yang menjadi monster? Jangan lupa, untuk menjadi pemimpin rakyat bukan hanya dilihat dari pendidikan, tapi terlebih juga adalah rekam jejak. Dan rekam jejak itu bercerita tentang sangat banyak hal yang terlalu sangat panjang kalau harus diurai satu persatu disini, itulah cara ngeles saya untuk menutupi ketidak tahuan yang ingin saya utarakan, sori, karena semuanya memang hanya versi "rasa saya".
.
PDIP jelas salah kalkulasi kalau harus memajukan Risma untuk melawan Ahok, boleh saja PDIP punya prisip "petugas partai" atau "harus bersedia ditugaskan dimana saja" jika partai menghendaki. Pertanyaan besarnya adalah, apakah hal-hal itu tidak terkesan kediktatoran? Lalu unsur demokratisnya didalam partai itu dimana?
.
Petugas Partai atau "harus bersedia ditugaskan dimana saja", apakah iya harus mengutamakan tameng kepentingan partai? Lalu sejatinya kepentingan partai itu apa? Bukankah kepentingan partai adalah seaspirasi kepentingan rakyat (setidaknya rakyat pemilihnya)? Lalu apakah seandainya menugaskan Risma itu demi rakyat atau demi keegoisan partai? Menurut saya, yang terpenting kalau ingin memajukan Risma untuk ikut Pilkada DKI 2017 adalah mendengarkan suara keinginan Risma sendiri, itu adalah porsi terpentingnya, karena Risma memang sudah bukan hanya menjadi "petugas partai" saja yang bisa di tugaskan kemanapun sesuai keinginan partai. Sangat berbeda dengan posisi Ganjar Pranowo ketika ditugaskan untuk maju menjadi Cagub Jawa Tengah waktu itu, karena memang waktu itu Ganjar Pranowo sedang tidak memegang jabatan publik, dan yang terpenting GP bersedia maju. Jadi alasan rasional dan masuk akal adalah unsur terpenting dari Balon itu sendiri, tentu saja partai boleh memberi dukungan dan bujukan, tapi bukan tekanan yang menjurus pemaksaan, apa lagi pemaksaan yang menjurus mencederai keinginan rakyat utamanya rakyat konstituen PDIP itu sendiri. Kalau rakyat yang memang dasarnya bukan penyuka PDIP tentu akan semakin bertepuk tangan ketika PDIP terkesan ngawur dan salah kaprah bukan?
.
Ketika (andai) Risma "dipaksa" maju untuk Pilkada DKI 2017, tentu saja unsur paksa itu tidak akan tampak, karena Risma pasti juga tidak akan berani mengakui bahwa iya dipaksa, karena itu citra yang sangat tidak bagus untuk masa kampanyenya. Jadi pada akhirnya unsur paksa hanya akan diterima dan ditanggung sendiri oleh Risma apapun hasil akhirnya, kalau menang ya syukur, kalau kalah ya nasib. Kemenangan itu banyak saudaranya sedangkan kekalahan itu yatim, tapi kalau sampai Risma maju dan kalah, PDIP juga akan menerima getah, dituding punya agenda tersembunyi untuk menyingkirkan Risma karena untuk maju sebagai Cagub DKI maka calon harus melepaskan jabatannya, dan yang akan menggantikan adalah wakilnya, dan wakilnya Risma saat ini dari PDIP juga. Bukankah pada periode pertama sebagai Walikota Risma pernah berniat mengundurkan diri karena ada gosip mendapat tekanan dari partainya? Kalau ditilik sejarahnya, Risma orangnya mirip Ahok juga, keterikatan pada partai bukanlah yang utama. Berikutnya jika kekalahan dengan mengajukan Risma tentu juga akan berimbas suara "kecewa" khususnya dari rakyat Surabaya kepada PDIP, dan Jatim lingkup besarnya, kecewa juga akan dituai dari rakyat DKI, dan bukan tidak mungkin gabungan semua itu gaungnya juga sampai ke seluruh negeri. Dan itu baru akan terasa pada Pemilu Legislatif 2019 mendatang, tapi PDIP boleh saja menghibur diri karena punya Jokowi sebagai jurkam untuk kampanye 2019, dan semoga rakyat tidak dendam pada PDIP atau tidak banyak partai yang lebih baik saat itu. Tapi menurut kalkulasi saya NASDEM yang akan semakin berkibar, Hanura hanya sedikit kecipratan walau juga sesama mendukung Ahok saat ini, jangan lupa NASDEM punya tipi yang lebih waras dari "tipi beda" yang justru tidak mampu mengangkat pemiliknya (ARB) walau sudah mengkampanyekan beberapa tahun sebelumnya ...... Ngenes, sekaligus memberi pelajaran kepada kita semua, pencitraan tanpa fakta itu hanya akan menuai kehebatan kosong melompong, apa dipikir semua rakyat masih terlalu bodoh? Itulah juga yang terjadi saat ini, Ahok diserang oleh hampir semua tipi, semoga rakyat masih banyak yang punya logika waras, sehingga dapat membedakan mana emas murni atau hanya besi rongsokan yang disepuh emas!
.
Menurut tebakan saya PDIP tidak akan memajukan Risma untuk ikut Pilkada DKI 2017, bukan juga karena Risma dan Ahok pernah dipanggil ke Istana oleh Presiden Jokowi belum lama ini. Memangnya masih "model sendiko dawuh gusti?" Pertimbangan Risma masih sewaras pertimbangan Ridwan Kamil, dan jangan lupa Jokowi adalah juga kader PDIP yang tidak mungkin mengkhianati partainya sendiri. Semuanya masih pakai pertimbangan logika waras, dan bersyukur masih ada beberapa tokoh yang waras di negeri ini, dan semoga kewarasan itu semakin banyak baranak pinak. Saya menyatakan Risma tidak menjadi Cagub PDIP pada Pilkada DKI 2017 karena menerka memang Risma tidak ingin maju, dan bukankah kenyataannya Risma tidak ikut test yang diadakan PDIP untuk Balon Cagub yang mendaftar seperti yang contohnya diikuti oleh Djarot (Wagub DKI saat ini), kalau tidak ikut test lalu tiba-tiba nyodok dengan kartu truf dicalonkan, apa kata peserta lain? Itulah sebab saya "yakin" Risma tidak akan ikut maju sebagai peserta pertandingan yang akan datang.
.
Jadi sebetulnya apa yang diharapkan oleh PDIP dengan mengadakan test Balon Gubernur DKI itu? (diikuti 26 peserta?). Apalagi test itu dengan berbayar? Apakah tidak semakin berakibat membenamkan diri ke lumpur jika nantinya semua yang ikut test ternyata tidak ada yang diloloskan? Apakah juga sudah dipikirkan orang sekelas Profesor Yusril atau Sandiaga Uno, jika dinyatakan tidak lulus test? Siapa yang akan dipermalukan, Profesornya atau partai penyelenggaranya? Yakin semua hal sudah dipertimbangkan oleh para tokoh partai PDIP? Mau terkesan hebat dengan mengadakan test atau justru menuai blunder? Hemmm .... Maaf Bu Mega, saya hanya milihat pakai kacamata versi saya, dan berusaha menyampaikan apa adanya, tentu saja sekali lagi versi "rasa saya". Menurut saya harusnya test itu ditiadakan, dan nantinya siapa yang sreg untuk diusung baru dipanggil untuk wawancara janji dan kontrak persetujuannya, karena apa artinya test kalau ujung akhirnya semua terserah hak veto ketua partai? Kalau mau ya dibalik, yang sreg betul mau dicalonkan saja yang di test, karena test itu memang bukan test penjaringan beneran, karena test penjaringan tentu tidak ada hak veto pimpinan. Kenapa harus menuai masalah yang tidak perlu?
.
Kenapa harus malu kalau memang ingin mengusung Ahok? Lakukan saja seperti apa yang dilakukan Nasdem, karena itu lebih waras menyesuaikan keinginan rakyat utamanya membenarkan yang memang benar. Kalau menurut Partai PDIP memang Ahok ada salah karena korupsi misalnya, ya silahkan dilanjut menuju ke medan laga dengan konsekuensi menang atau kalah. Tapi kalau menilai Ahok karena dianggap hanya bisa mencaci-maki dan ucapan-ucapannya selalu kotor, itu artinya PDIP justru termakan gosip murahan dan menjadi korban penggiringan berita, dan itu justru sangat melas. Sekaligus mengingatkan saya pada Prof. Tjipta L., profesor komunikasi, yang juga pernah saya lihat di tipi sebagai salah satu nara sumber yang menyatakan Ahok seolah hanya bisa bersuara kotor atau caci-maki saja. Penilaiannya atas dasar apa Pak profesor? Pakar komunikasi kok tampak seperti menjadi korban pemberitaan juga? Logika warasnya bagaimana ketika menyatakan Gubernur Ahok isinya hanya caci-maki saja? Kalau itu yang terjadi, pastinya Ahok sudah masuk rumah sakit jiwa dong Pak Tjipta. Pasti hanya orang gila yang hanya marah-marah tanpa sebab bukan? Apakah Bapak tidak paham hal yang sesimpel itu saja? Atau apakah Bapak Tjipta dan semua tokoh partai PDIP dapat membuktikan Ahok marah-marah tanpa sebab? Sehingga Ahok pantas kita juluki sebagai orang gila? Yakin kalian semua memberi penilaian tanpa bermaksud punya kepentingan? Andai Ahok tanpa pernah terlihat marah dan lalu langsung melengserkan banyak anak buahnya? Bukankah itu juga akan rawan fitnah? Bukankah itu juga akan rawan diplintir suatu keanehan yang lain lagi? Kok aneh anak buah tidak pernah dipersalahkan tiba-tiba dipecatin semua? Pasti itu Gubernur gila! Jadi itu semua tergantung kepentingan keberpihakan bukan? Bapak - ibu!
.
Menurut saya sekali lagi ukurannya sangat jelas, buktikan Ahok pernah marah-marah tanpa sebab, jadi jangan hanya melihat pemberitaan-pemberitaan tipi yang hanya sepenggal yang terlihat marah-marahnya saja, apa iya yang begitu saja tidak tahu, apa tidak berpikir seandainya Bapak diminta harus selalu marah, dan dibolehkan untuk marah, apa Bapak sanggup untuk hanya marah-marah terus sepanjang harinya? Sanggupkah melakukan itu dalam waktu seminggu, sebulan, setahun, ...... Apa mungkin belum masuk RS Jiwa kalau melakukan itu? Ingat ketegasan adalah keharusan untuk memimpin rakyat, tanpa ketegasan dan keadilan jangan berharap bisa menegakkan bernegara, dan itu semua hanya bisa dilakukan oleh orang yang jujur. Tanpa dasar kejujuran, bagaimana Anda berani tegas, tanpa kejujuran pada diri sendiri, bagaimana mungkin Anda bisa adil? Hanya orang jujur yang berani lantang menyuarakan kebenaran, karena tidak ada beban kemunafikan, beban rahasia yang ditertawakan oleh orang lain karena mengetahui ketidak jujurannya. Apakah Anda tidak nyengir seperti kuda sakit perut, ketika Anda mengetahui bahwa orang yang pernah menerima suap dari Anda tiba-tiba Anda lihat koar-koar untuk memberantas penyuapan atau korupsi? Kalau itu yang terjadi, Anda pasti ceritakan betapa lucunya "badut" itu kepada anak, istri/suami, saudara, sahabat Anda, lalu mereka yang mendapat cerita dari Anda juga akan menceritakannya serupa kepada komunitasnya masing-masing, yang akhirnya semua menjadi rahasia publik, TST! (tau sama tau)
.
Dapatkah Anda membuktikan Ahok korupsi? Siapa yang pernah atau dapat membuktikan Ahok terima duit dari kalian semua, baik kalian sebagai pengusaha atau pejabat yang pernah menyuap Ahok? Yang ingin menjatuhkannya banyak, tapi hanya gosip tanpa bukti! Bahkan bukti Ahok menumpuk kekayaan saja tidak ada? Buktikan secara terbalik kekayaan semua pejabat yang pernah menjabat sebagai Gubernur DKI kalau berani, atau semua Gubernur diseluruh negeri ini kalau itu mungkin, berapa banyak yang akan terbukti bersih, yang akan bisa membuktikan asal usul harta kekayaannya? Sori, jadi terbawa emosi ngelantur kemana-mana. Maaf juga kalau dianggap menyinggung Pak Tjipta sebagai profesor komunikasi, juga kepada partai PDIP, tapi menyatakan pendapat masih boleh toh dinegeri ini? Maaf kalau dianggap tidak sopan dalam penyampaian, karena memang saya bukan pakar apa-apa dan hanya bisa menyampaikan berdasarkan "rasa saya" saja.
.
Apakah mungkin PDIP gabung dengan Gerindra untuk agar dapat mengalahkan Ahok? Apa yang tidak mungkin dalam politik? Kepentingan adalah soko-gurunya. Sejujurnya munurut "rasa saya", kalau gabung memang mungkin, tapi untuk mengalahkan Ahok? Hehehehe .. Kecil kemungkinan itu bapak ibu saudara sekalian ..... (Sori)
.
Sepertinya saya pakai kacamata kuda, atau ngefans berat sama Ahok, atau bahkan terkesan membabi-buta dalam membela Ahok, tuduhan itu memang layak untuk saya dari Anda yang memang tidak suka Ahok, ayo kita kupas lebih dalam ya landasan logikanya ....
.
Saya tidak kenal Ahok, ketemu saja belum pernah, saya dilahirkan dinegeri ini, saya cinta negeri ini sangat iya, karena saya cinta negeri ini, tentu saja saya ingin negeri ini menjadi lebih baik, utamanya tidak digarong justru oleh banyak pejabatnya. Kalau pengusaha yang berniat menggarong uang negara atau menjarah kekayaan alam negeri ini, menurutku itu masih waras logikanya, siapa yang tidak ingin cepat kaya? Apa lagi kalau ada jalan pintas untuk menjadi kaya bukan? Itulah landasan dasar setiap manusia yang ingin cepat kaya pada umumnya, keinginan instan untuk kaya raya, jadi menurut saya masih tergolong waras walau tidak ideal, tidak elok, menyebalkan dan tidak wise. Untuk mencegah ketamakan manusia-manusia itu, oknum manusia-manusia pengusaha itu, itulah tugasnya pemerintahan negera, baik dilingkup pusat maupun pemerintah daerah diseluruh negeri, dan itu meliputi semua pegawai institusi dan instansi yang pegawainya dibayar oleh uang negara, uang hasil pengumpulan pajak atau pungutan maupun hasil alam negeri ini.
.
Bukankah sangat kebangetan sekaligus memuakkan dan membuat banyak orang waras geregetan, pegawai yang dibayar pakai uang negara, yang semua itu bertujuan menyejahterakan seluruh rakyat, menjaga kepemilikan negara, JUSTRU menggarong uang dan kepemilikan negara (milik seluruh rakyat negeri ini) baik itu secara kelompok pegawai negara maupun kerjasama dengan swasta? Itu sungguh sangat memilukan dan terlebih lagi semuanya itu dibawah sumpah dengan mengatasnamakan Tuhannya masing-masing untuk janji akan berkelakuan jujur! Tidak masalah swasta ingin berbuat curang, kalau penjaganya tidak ikut berbuat curang, dan berani memberantas dengan tegas semua yang berbuat curang! Dan ketegasan pemberantasan korupsi itulah yang ditunjukkan oleh Gubernur Ahok yang ngenesnya justru ingin dijatuhkan oleh begitu banyak orang yang justru juga mengaku paling waras dan merasa lebih bersih dari Gubernur Ahok. Kenapa tidak menyeret saja ke depan pengadilan kalau memang Ahok juga terlibat penggarongan uang negara??
.
Pada prinsipnya, swasta tidak mungkin bisa menjarah kekayaan negara jika tidak direstui oleh oknum pegawai negara itu sendiri! Jadi jangan dibalik-balik, apalagi menyalahkan pihak swasta yang tidak jujur. Yang ada memang justru swasta boleh saja dianggap selalu mencari celah untuk tidak jujur agar pengawas (pegawai negara) selalu waspada dan cermat dalam bekerja sebagai pengawas dan merangkap juri keberlangsungan kepemerintahan itu sendiri, sehingga negara semakin cepat mendekati cita-citanya, mengurangi atau kalau mungkin melenyapkan pengiriman TKW / TKI sebagai buruh tanpa keahlian yang sangat melas dibanyak negara, menyejahterakan semua rakyatnya. Langkah besar yang tidak mudah, tapi harus ada progres untuk memulainya, dan awal dari langkah itu adalah "stop" korupsi! Jadi kalau mau menjadi kaya raya, atau utamanya tidak sanggup berlaku jujur, ya jangan jadi pegawai yang dibayar pakai uang negara! PAGAR MAKAN TANAMAN, dan itu sangat memuakkan bukan? Semoga negeri ini berani memberantas dengan tegas oknum yang korupsi, baik melalui perubahan UU untuk mendukung itu, maupun keberanian petugasnya. Sedih, tampaknya itu jauh panggang dari api. NGENES!
.
Ide untuk PDIP kalau mau memaksakan Risma ikut kompetisi Pilkada DKI 2017, meminta Presiden Jokowi memberikan jaminan akan memberikan "job" (jika kalah), entah sebagai Menteri atau apa saja sebagai ganti jabatan Walikota yang ditinggalkan, memang itu sepertinya tidak elok, tapi tidak elok jika tersiar, kalau tidak tersiar toh tidak apa-apa bukan? Apalagi kalau pada kenyataannya justru nantinya Risma punya kinerja sebaik Menteri Susi ..... Hayo ..... Monggo saja .... Karena menurut saya memang hanya pilihan salah satu nama dari: Risma, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Prof. Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng) sebagai Balon Gubernur untuk bisa ada greget jika melawan inkamben Ahok, dan itupun harus didampingi oleh Balon Wagub dengan pilihan nama: Yoyok, Suyoto, Yusril, Musthofa (Bupati Kudus), Enthus (Bupati Tegal), Dedi Mulyadi (Bupati Purwakarta), Sandiaga Uno. Hanya kemungkinan pasangan itu yang menurut saya akan seru kalau "dipertandingkan", walau sejujurnya saya masih pegang Ahok-Heru sebagai jagoan saya, sori. (SPMC SW, dibuat mulai Kamis, 12 Mei 2016, until after midnight, Jumat, 13 Mei 2016)
.
.
CATATAN PLUS TAMBAHAN:
Jangan lupa, judul artikel adalah juga sarana untuk penglaris dagangan artikelnya, jadi agar tidak terjebak pada sesuatu yang sesungguhnya satir, sarkas, ironi, anti tesis, paradoks, harap biasakan baca artikelnya sebelum memberi tanggapan. Dan kali ini entah yang keberapa saya sulit menemukan kata yang pas untuk judul artikelnya, awalnya artikel ini hanya akan saya beri judul:


(Kejutan)
"MELAWAN AHOK, PDIP PILIH Prof. NURDIN ABDULLAH (Bupati Bantaeng)"
.
Sori kalau judulnya tidak nyambung, karena judulnya memang sengaja memprovokasi PDIP siapa tahu berminat atau malah segera kembali merenungkan, rakyat kebanyakan sesungguhnya menginginkan Gubernur siapa? Dan yang terpenting diatas semuanya itu, untuk kebaikan negara ini apakah memang Ahok "sejatinya" banyak berlumur dosa sehingga tidak layak menjadi pemimpin DKI? Semoga partai-partai utamanya PDIP bukan mengambil keputusan karena "benci", karena memang partai diadakan untuk menopang negara, bukan malah mengacak-acak kenegaraan dengan keputusan-keputusan yang semakin menjauhkan negara dari kebaikan.
.
Apakah PDIP lupa begitu banyak tokoh (juga politisi) di negeri ini yang justru tertangkap KPK karena korupsi? Lalu tokoh Ahok menurut PDIP posisinya ada dimana? Karena saya banyak memperhatikan diskusi di tipi-tipi, juga ada tokoh dari PDIP yang beranggapan seolah Ahok sudah melakukan korupsi, sengaja melempar wacana agar rakyat awam berasumsi Ahok adalah koruptor, apakah itu model kampanye yang sehat untuk negara ini? Kalau memang Ahok korupsi, rakyat akan lebih suka kalau segera ditetapkan sebagai tersangka lalu segera dijebloskan ke penjara, jangan sampai ngenes seperti kasus Sanusi, justru OTT oleh KPK, dan sejatinya itu semakin membuat rakyat jadi muak, muak kepada semua politisi. Saya tidak mempermasalahkan sudah waktunya kampanye atau belum. (SW)
.
Sumber gambar:
www.jitunews .com

Wednesday, May 11, 2016

"KPK TAKUT TERSANGKAKAN AHOK, BUKTI PRESIDEN LINDUNGI !?"



"KPK TAKUT TERSANGKAKAN AHOK, BUKTI PRESIDEN LINDUNGI !?"
.
.
Opini Amatan: SPMC Suhindro Wibisono
.

Kemarin, pada acara diskusi dengan tema  "Fenomena Pilgub DKI 2017" di Gedung Joeang 45, Cikini, Jakarta Pusat, yang juga dihadiri Ahmad Dhani, Hasnaeni "wanita emas", Boni Hargen, dll. Heboh ketika pulangnya Hasnaeni menebar uang puluhan ribu .....
.
Ketika di tipi melihat pernyataan Ahmad Dhani yang intinya menyatakan "Jika KPK sampai September nanti tidak berani menyatakan Ahok sebagai tersangka atas kasus Sumber Waras atau Reklamasi ~ itu artinya Ahok dilindungi Jokowi, saya sarankan semua kandidat Gubernur untuk mengundurkan diri, saya juga akan mengundurkan diri ...."
.
Hehehehehehe ..... mendengar pernyataan tersebut saya langsung mbatin: Emang ente jadi dicalonkan ama siape bro? Kok melas begitu rasa PD-nya, kok lupa nengok kedalam, emangnya ente bisa maju sebagai Cagub? Pakai kendaraan apa? Repot kalau banyak yang tidak peka dan merasa yang paling hebat didunia .... Kalau yang begitu jadi Gubernur beneran, apa tidak justru merusak negara?
.
Pernyataan Ahmad Dhani itu, apakah tidak sama saja dengan menyatakan: "Jika matahari tidak terbit dari barat sampai September yad, itu artinya Tuhan tidak sakti atau bahkan memang Tuhan tidak ada" (?) KEBACUT ..... Harusnya Ahmad Dhani dijadikan ketua KPK saja supaya "lebih" bisa menetapkan Ahok sebagai tersangka dan menyeret Ahok untuk dijebloskan kepenjara. KOCAK dan tidak punya kemaluan .....
.
Begitu juga ketika semalam nonton JAKTV dalam acara PRO KONTRA yang menghadirkan nara sumber dari PDIP - GERINDRA - PENGAMAT dan pembawa acaranya adalah Rahma Sarita, kupasannya juga tentang Calon Gubernur DKI 2017. Agar sesuai dengan judul acara PRO KONTRA, lalu siapa yang "PRO" kalau semua pembicara mengharapkan AHOK ditetapkan sebagai tersangka?
.
Kalau hampir semua tipi dalam negeri ini sudah begitu condong menyerang Ahok, padahal katanya pemberitaan yang baik adalah "cover both side", lalu nanti Ahok tetap terpilih menjadi Gubernur DKI, itu artinya rakyat masih banyak yang waras dan menginginkan DKI semakin bersih, bersih dari para penjarah, penjarah kelas bawah sampai penjarah berkedok pejabat. Terus berkarya Pak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), masih banyak rakyat waras ber KTP DKI menginginkan Anda tetap menjadi Gubernur DKI. GBU (SPMC SW, Rabu, 11 Mei 2016)
.
.
CATATAN:
Judulnya dalam tanda petik ya, masih ada tanda tanyanya juga.
.
Sumber gambar:

www.youtube .com

Monday, May 2, 2016

"POLITISASI PEMBEBASAN SANDERA ALA INDONESIA"



"POLITISASI PEMBEBASAN SANDERA ALA INDONESIA"
.
.
Opini Amatan Berita: SPMC Suhindro Wibisono.
.
.
Sebagai warga negara dan rakyat biasa senang tahu berita bebasnya saudara sebangsa kita, 10 WNI ABK Brahma12 tawanan kelompok bersenjata pimpinan Abu Sayyaf di Philipina.
.
Tiga tipi beda sempat saya simak beritanya: KompasTV, MetroTV dan TVONE.
.
.
KompasTV
Nyatakan pembebasan hasil kerja banyak pihak.
.
MetroTV
Nyatakan pembebasan hasil kerja banyak pihak. "JUGA" kepedulian Owner MetroTV, Yayasan Sukma, Media Grup dan Partai Nasdem yang telah mulai ikut terlibat perundingan sejak 4 April 2016 dan menamainya "tim kemanusiaan" yang anggotanya adalah juga Anggota Komisi Satu DPR dari Nasdem: Mayjen (Purn) Supiadin Aries Saputra, Victor Laiskodat, ..... (Maaf, anggota yang lain saya tidak tahu, dan jangan lupa ini versi MetroTV). Jurnalis MetroTV dan tim kemanusiaan (Victor Laiskodat Ketua Fraksi Nasdem di DPR) tampak ikut satu pesawat dengan para WNI yang kembali ke tanah air. (Pakai pesawat bosnya?)
.
TVONE
Nyatakan pembebasan hasil kerja banyak pihak. Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein (sohibnya Prabowo partai Gerindra) sangkal keterlibatan tim yang merasa ikut membebaskan (sangat jelas yang dimaksud adalah "Owner MetroTV, Yayasan Sukma, dll itu") dengan menyatakan tanggal 27 April 2016 "mereka" baru masuk ke Philipina, mustahil waktu 4 hari dapat membebaskan tawanan sandera. (Wawancara berita lewat telepon Minggu malam 1 Mei 2016 yang saya lihat di TVONE)
.
.
Begitulah "hebatnya" Indonesia, kasus penyanderaan WNI juga bisa dikaitkan keranah politik, rebutan pahala dan saling cela, pamer pamrih agar banyak rakyat memilih, sangkal pamrih agar tidak banyak rakyat memilih, semoga hal itu tidak mempengaruhi proses pembebasan 4 tawanan lain WNI yang masih disandera (ABK TB Henry). Pamrih, pencitraan atau kenyataan biar sang waktu yang akan menelanjangi. (SPMC SW, 2 Mei 2016)
.
.
Sumber gambar:
nasional.kompas .com