(Image source: surabaya.bisnis.com)
Blogspot. Minggu, 15 Juni 2014 pukul 20:00 di Hotel Gran Melia,
Kuningan, Jakarta Selatan dimulai debat Capres yang ke dua, Jokowi vs
Prabowo. Disiarkan secara live oleh beberapa tipi berita dan juga TVRI.
Siapa pemenangnya? Karena bukan adu tinju, tentu saja tidak ada yang
bonyok kena tonjok atau KO dan dinyatakan kalah oleh wasit. Debat
diadakan memang tidak cari pemenang, hanya adu gagasan dan tanding
membuat pertanyaan untuk mempermalukan lawan atau memberi jawaban untuk
meyakinkan publik.
Setelah semuanya selesai, lalu seperti yang sudah-sudah pada acara
semacam itu, baik setelah ronde pertama tanggal 9 juni yang lalu, maupun
kampanye Pilpres-Pilpres sebelumnya, yang heboh adalah pengamat,
jurnalis surat kabar dan majalah, tipi-tipi yang mengadakan acara
kupasan debat, juga para lovers-nya masing-masing. Mereka semua
mengutarakan pendapatnya, memberi nilai siapa yang menurut mereka
sebagai pemenang debat.
Setelah saya amati secara serampangan, ternyata memang tidak
penting-penting amat debat, justru menuai dosa bagi para calon
pemenangnya. Coba kalau Anda dapatkan rekaman debat Capres pada
Pilpres-Pilpres sebelumnya, pelajari janji-janji visi misi-nya, tidak
kalah hebat dan mulia-nya janji-janji tersebut dibanding dengan yang
sekarang, lalu bandingkan janji-janji itu dengan keadaan Negeri ini
sekarang, dimana letak keberhasilannya? Korupsi masih merajalela, bahkan
tindakan anarkis dihadapan penegak hukum justru hanya ditonton oleh
aparat penegak hukum itu sendiri, dan mungkin masih banyak lagi
kenyataan dan janji yang tidak berbanding lurus bukan?
Mencermati perdebatan Minggu malam itu, ketika Jokowi mengutarakan
tentang 2 anak cukup, sementara anaknya sendiri ada 3. Lalu klaim
Prabowo yang begitu nyata bahwa UU Desa yang menghasilkan keputusan
adanya bantuan 1Milyar pertahun tiap desa adalah hasil usahanya, lebih
seru lagi ketika Prof. Didik J.R. di-tipi membela hal itu, sementara
kesaksian dari pihak yang merasa memperjuangkan mengatakan itu adalah
hasil bersama banyak partai. Lalu kalau kita cermati tipi-tipi yang
sudah jelas mendukung kubu siapa, semuanya sudah pasti memenangkan
jagoan yang didukungnya. Termasuk betapa serunya artikel-artikel yang
dibuat oleh lovers-nya masing-masing, yang juga tentu saja memenangkan
jagoannya.
Dalam debat ke dua tersebut, Jokowi menanyakan tentang TPID kepada
Prabowo, menjadi banyak dibicarakan oleh masyarakat karena Prabowo
kebetulan tidak paham tentang itu, memang singkatan dari TPID tidaklah
terlalu penting, tapi rupanya Prabowo juga gagal menerangkan
substansinya. TPID adalah Tim Pemantau dan Pengendalian Inflasi Daerah
dan kebetulan Jokowi pernah mendapat penghargaan untuk itu.
Begitu juga debat tentang Ekonomi Kreatif, walau Prabowo mendukung
pendapat Jokowi, itu juga tidak berarti Prabowo kalah dalam debat
tersebut, karena memang sangat tergantung dari siapa yang menilainnya.
Itulah gambaran nyata bahwa debat tersebut tidak ada menang atau
kalah-nya, sementara kita tahu bahwa dibalik debat tersebut ada tim
sukses masing-masing kubu yang memang dibentuk untuk mempersiapakan atau
memoles sang jagoannya menghadapi debat.
Jadi sesungguhnya debat adalah hasil polesan, kursus kilat yang
disiapkan team sukses masing-masing kubu, juga konsultan politik dengan
bayaran menggiurkan. Itulah sebabnya sampai dengan detik ini, saya masih
beranggapan bahwa dalam pemilihan Presiden lebih penting REKAM JEJAK
dari pada debat-kusir yang juga tidak bisa ditentukan siapa pemenang
debat tersebut. Bukankah rekam jejak adalah sejarah tentang siapa jagoan
yang kita idolakan? Dan yang pasti rekam jejak kecil sekali karena
hasil polesan.
MetroTV menayangkan gambar Prabowo tidak melayani cepika-cepiki dari
Jokowi ketika Prabowo baru nyampai ruangan persiapan untuk debat.
Padahal itu bukan kali pertama mereka akan melakukan cepika-cepiki, jadi
kalau alasannya adalah cara yang dilakukan Jokowi tidak lazim, kenapa
harus membela dengan menganggap semua pemirsa bodoh? Atau karena
buru-buru jadi tidak sempat melayani? Bukankah itu alasan yang sangat
tidak masuk akal? Lalu banyak yang mengatakan bahwa Prabowo penuh
kepura-pura'an, karena ketika dipanggung atau ditempat yang lebih umum,
menampilkan seolah-olah orang yang ramah dan hangat. Terkadang banyak
hal kecil lebih bermakna sesungguhnya. Tapi sekali lagi pasti tetap ada
alasan positifnya untuk lovers-nya. Yach ...begitulah kalau bukan
memberi ponten tentang matematika. Juga jadi ingat ketika Prabowo
memberi hormat dan menyalami Megawati di KPU tapi Megawati tetap duduk
saja. Semoga Prabowo bukan karena balas dendam, karena itu sifat yang
sangat menakutkan bukan? (SPMC SW, Juni 2014)
.
---------------------------
.
"JANGAN PERMALUKAN PKS MENJILAT LUDAHNYA SENDIRI!"
.
http://t.co/7wtgpFOZs0
.
----------------------
.
"PRABOWO TUNTUT FITNAH-NYA AGUM GUMELAR DKK. || DEBAT-KUSIR CA(WA)PRES RONDE-1"
.
http://t.co/Ix2QVdSBRZ
.
-----------------
No comments:
Post a Comment