Monday, June 16, 2014

DEBAT CEPIKA-CEPIKI CAPRES RONDE-2

             (Image source: surabaya.bisnis.com)


Blogspot. Minggu, 15 Juni 2014 pukul 20:00  di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta Selatan dimulai debat Capres yang ke dua, Jokowi vs Prabowo. Disiarkan secara live oleh beberapa tipi berita dan juga TVRI. Siapa pemenangnya? Karena bukan adu tinju, tentu saja tidak ada yang bonyok kena tonjok atau KO dan dinyatakan kalah oleh wasit. Debat diadakan memang tidak cari pemenang, hanya adu gagasan dan tanding membuat pertanyaan untuk mempermalukan lawan atau memberi jawaban untuk meyakinkan publik.


Setelah semuanya selesai, lalu seperti yang sudah-sudah pada acara semacam itu, baik setelah ronde pertama tanggal 9 juni yang lalu, maupun kampanye Pilpres-Pilpres sebelumnya, yang heboh adalah pengamat, jurnalis surat kabar dan majalah, tipi-tipi yang mengadakan acara kupasan debat, juga para lovers-nya masing-masing. Mereka semua mengutarakan pendapatnya, memberi nilai siapa yang menurut mereka sebagai pemenang debat.


Setelah saya amati secara serampangan, ternyata memang tidak penting-penting amat debat, justru menuai dosa bagi para calon pemenangnya. Coba kalau Anda dapatkan rekaman debat Capres pada Pilpres-Pilpres sebelumnya, pelajari janji-janji visi misi-nya, tidak kalah hebat dan mulia-nya janji-janji tersebut dibanding dengan yang sekarang, lalu bandingkan janji-janji itu dengan keadaan Negeri ini sekarang, dimana letak keberhasilannya? Korupsi masih merajalela, bahkan tindakan anarkis dihadapan penegak hukum justru hanya ditonton oleh aparat penegak hukum itu sendiri, dan mungkin masih banyak lagi kenyataan dan janji yang tidak berbanding lurus bukan?


Mencermati perdebatan Minggu malam itu, ketika Jokowi mengutarakan tentang 2 anak cukup, sementara anaknya sendiri ada 3. Lalu klaim Prabowo yang begitu nyata bahwa UU Desa yang menghasilkan keputusan adanya bantuan 1Milyar pertahun tiap desa adalah hasil usahanya, lebih seru lagi ketika Prof. Didik J.R. di-tipi membela hal itu, sementara kesaksian dari pihak yang merasa memperjuangkan mengatakan itu adalah hasil bersama banyak partai. Lalu kalau kita cermati tipi-tipi yang sudah jelas mendukung kubu siapa, semuanya sudah pasti memenangkan jagoan yang didukungnya. Termasuk betapa serunya artikel-artikel yang dibuat oleh lovers-nya masing-masing, yang juga tentu saja memenangkan jagoannya.


Dalam debat ke dua tersebut, Jokowi menanyakan tentang TPID kepada Prabowo, menjadi banyak dibicarakan oleh masyarakat karena Prabowo kebetulan tidak paham tentang itu, memang singkatan dari TPID tidaklah terlalu penting, tapi rupanya Prabowo juga gagal menerangkan substansinya. TPID adalah Tim Pemantau dan Pengendalian Inflasi Daerah dan kebetulan Jokowi pernah mendapat penghargaan untuk itu.


Begitu juga debat tentang Ekonomi Kreatif, walau Prabowo mendukung pendapat Jokowi, itu juga tidak berarti Prabowo kalah dalam debat tersebut, karena memang sangat tergantung dari siapa yang menilainnya. Itulah gambaran nyata bahwa debat tersebut tidak ada menang atau kalah-nya, sementara kita tahu bahwa dibalik debat tersebut ada tim sukses masing-masing kubu yang memang dibentuk untuk mempersiapakan atau memoles sang jagoannya menghadapi debat.


Jadi sesungguhnya debat adalah hasil polesan, kursus kilat yang disiapkan team sukses masing-masing kubu, juga konsultan politik dengan bayaran menggiurkan. Itulah sebabnya sampai dengan detik ini, saya masih beranggapan bahwa dalam pemilihan Presiden lebih penting REKAM JEJAK dari pada debat-kusir yang juga tidak bisa ditentukan siapa pemenang debat tersebut. Bukankah rekam jejak adalah sejarah tentang siapa jagoan yang kita idolakan? Dan yang pasti rekam jejak kecil sekali karena hasil polesan.


MetroTV menayangkan gambar Prabowo tidak melayani cepika-cepiki dari Jokowi ketika Prabowo baru nyampai ruangan persiapan untuk debat. Padahal itu bukan kali pertama mereka akan melakukan cepika-cepiki, jadi kalau alasannya adalah cara yang dilakukan Jokowi tidak lazim, kenapa harus membela dengan menganggap semua pemirsa bodoh? Atau karena buru-buru jadi tidak sempat melayani? Bukankah itu alasan yang sangat tidak masuk akal? Lalu banyak yang mengatakan bahwa Prabowo penuh kepura-pura'an, karena ketika dipanggung atau ditempat yang lebih umum, menampilkan seolah-olah orang yang ramah dan hangat. Terkadang banyak hal kecil lebih bermakna sesungguhnya. Tapi sekali lagi pasti tetap ada alasan positifnya untuk lovers-nya. Yach ...begitulah kalau bukan memberi ponten tentang matematika. Juga jadi ingat ketika Prabowo memberi hormat dan menyalami Megawati di KPU tapi Megawati tetap duduk saja. Semoga Prabowo bukan karena balas dendam, karena itu sifat yang sangat menakutkan bukan? (SPMC SW, Juni 2014)
.
---------------------------
.
 
"JANGAN PERMALUKAN PKS MENJILAT LUDAHNYA SENDIRI!"
.

  http://t.co/7wtgpFOZs0
.
----------------------
.
 "PRABOWO TUNTUT FITNAH-NYA AGUM GUMELAR DKK. || DEBAT-KUSIR CA(WA)PRES RONDE-1"
.

  http://t.co/Ix2QVdSBRZ
.
-----------------

No comments:

Post a Comment