( Image source : kartun.inilah.com )
.
FATSAL-1
Sebelumnya saya minta maaf, semoga artikel ini tidak menimbulkan debat hebat, jika “BANYAK” yang tersinggung karena-nya, artikel ini akan saya hapus.
FATSAL-2
Kalau saya mengritik yang menjurus tendensi ke-salah satu agama, selain tidak bisa menghindarinya dalam tulisan ini, maafkan saya, karena saya mengeritik justru karena cinta, dan sangat mengharap yang dicinta menjadi idola.
Dan mohon kedewasaan untuk tidak alergi menerima kritik.
Tapi kalau “BANYAK” yang tetap tidak bisa menerimanya, maka yang berlaku adalah FATSAL-1, terutama statement terakhirnya.
—————————-
Pertama teringat artikel saya ~ “Kasihan” TERORIS ~ yang menurut saya sensitif untuk dibicarakan di negeri ini, tapi karena tidak ada gejolak, itulah modal saya memberanikan diri menulis artikel ini.
Kehebohan sesaat yang baru lalu adalah ledakan di Wihara EKAYANA, ledakan itu sendiri istilah kepolisiannya “low explosive”, dan syukurnya tidak menimbulkan korban jiwa.
Jadi heboh-nya lebih dikarenakan terjadi di-Bulan Suci Ramadhan, itu mencederai Bulan yang sangat di-sucikan oleh umat Islam, apalagi kalau menjadikan banyak mata tertuju karenanya.
Kalau menurut saya, AGAMA adalah “JALAN PRIBADI” menuju TUHAN, apakah Anda setuju ?
Kitab suci semua Agama menuntun umatnya menuju-NYA dengan hadiah SURGA.
Saya memang pernah membaca kitab suci agama, tapi tidak ada yang sanggup saya hafal isinya.
Semua panduan kehidupan umat-nya ada didalam kitab suci, baik itu larangan, kewajiban, maupun petunjuk, saya yakin begitulah yang tertulis disemua kitab suci - disemua agama.
“JALAN PRIBADI”, inilah menurut saya awal dari pertikaian yang sering terjadi, maaf, mungkin banyak yang tidak menyadari atau bahkan terlupakan.
Dalam hidup bernegara, khususnya di Indonesia ( karena saya tidak tahu bagaimana dinegara lain, walaupun saya pikir ± sama ), UUD-nya atau kesepakatannya, atau falsafahnya, negara diharuskan/dituntut/berkewajiban untuk dapat mengayomi semua warga negaranya dengan tidak membedakan, dan mengakui kesetaraannya walaupun berbeda agama - berbeda ras/sukunya, bahkan kesetaraan gender juga didalamnya.
Sedangkan dalam kitab suci, lebih ditujukan hanya untuk umat-nya. Bahkan mungkin dalam agama tertentu ada yang tidak menyamakan hak antara lelaki dan perempuan, seperti contohnya, konon dinegara tertentu wanita bahkan tidak boleh mengemudikan mobil. Padahal bukankah mobil belum ada ketika kitab suci itu ada ?
Tapi setidaknya itu menggambarkan bahwa tafsirnya bisa dikembangkan sesuai dengan konteks zaman-nya.
Jadi disitulah pangkal mulanya, agama merupakan JALAN PRIBADI “umat-nya” menuju TUHAN, sedangkan bernegara untuk mengatur hak dan kewajiban semua warga negaranya dengan tidak membedakan Agama-nya.
Itulah sebabnya harus dipisahkan, dan tidak bisa dicampur adukkan, karena kalau pemerintahan mengikuti kemauan agama yang satu, berarti keluar dari konstitusi yang telah disepakati bersama.
Pemaksaan dalam hal ini, mungkin buntut akhirnya adalah perpecahan, dan itu sangat disayangkan bukan ?
Maka, ketika ada dai yang sering kali saya dengar tausiyah-nya membicarakan tentang SYARI’AT ISLAM, dan menagih janji kepada semua tokoh, untuk dapat diimplementasikan pada pemerintahan di Indonesia.
Sungguh merisaukan atau mungkin malah menakutkan, kenapa tidak ada yang meluruskan ?
Seandainya semua penceramah di Indonesia ada yang meng-koordinir dan memberikan bekal supaya tidak saling bersilang pendapat atau bersilang tujuan, “rahmatan lil ‘aalamiin” ( agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta ) tentu dapat dirasakan oleh semua manusia disekitarnya walaupun bukan pemeluk agamanya.
Saya tidak bermaksud menentang atau tidak mempercayai SYARI’AT ISLAM, tapi hanya membicarakan tentang implementasinya.
JALAN PRIBADI untuk umatnya seperti yang saya maksud diatas, mungkin itulah kuncinya.
Karena kalau hal tersebut terus di-tausiyah-kan, dan tidak pernah ada yang menyalahkan maksud dan tujuannya, maka bagi umat awam yang tidak ingin berpikir panjang, itu dianggap adalah suatu kebenaran mutlak, dan bisa jadi itu adalah awal dari penyimpangan yang lain, seperti misal terjadinya teroris, atau mungkin pemaksaan kehendak yang lain. Terlebih di-Indonesia ini ketokohan masih sangat berperanan penting, terutamanya Tokoh Agama.
Dan bisa jadi hal “seperti” itu juga ada di agama lain, tapi mungkin karena meng-anggap bahwa itu adalah JALAN PRIBADI untuk umatnya, maka mereka tidak mengusulkan untuk mengganti system pengaturan pemerintahan dengan apa yang ada dikitab sucinya. ( Atau karena kalah mayoritas ?, dan pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kalau posisinya dibalik ? )
Alangkah luar biasanya kalau Semua tokoh agama, semua dai, berkoordinasi dengan tujuan “akhlakul karimah” (segala sifat atau perbuatan yang baik), memberikan tausiyah yang menyejukkan. Dan berani menentang ajaran keras oleh dai-dai atau tokoh-tokoh yang sesungguhnya justru mencitrakan ajaran ‘menakutkan’ agama itu sendiri.
Itu bisa terjadi kalau mewajibkan semua penceramah/dai bersatu dalam satu institusi, bukan jalan sendiri-sendiri seperti yang sekarang ini, setidaknya begitulah yang saya lihat.
Lalu institusi tsb juga memberikan pengajaran untuk ber-ceramah, dan menerbitkan sertifikat atas kelayakan seseorang boleh memberikan ceramah atau tausiyah, dan itu juga berarti melarang tausiyah oleh mereka yang tidak bersertifikat.
Sehingga tidak seperti yang sekarang ini terjadi, terlebih lagi dikampung-kampung atau banyak pelosok nusantara, mungkin ceramahnya malah menghujam tajam, dan hasilnya adalah pelaku teroris yang sering kali kita lihat di tipi karena tertangkap, ternyata pelakunya kebanyakan adalah orang-orang dari kota-kota kecil atau dusun-dusun dari seluruh pelosok negeri ini bukan ?. Yang rela menjadi martir dengan tausiyah bergaransi surga, yang “lupa” berpikir kenapa pemberi tausiyah tidak ingin pergi ke surga bersamanya.
Itulah hebatnya agama, bisa menjadikan rahmat atau menjadi bencana, tergantung siapa yang menyebarkannya.
Jadi sebetulnya TIDAK ADA YANG SALAH TERHADAP AGAMANYA ITU SENDIRI.
Kalau aku yakin- kamu yakin - dia yakin, bahwa agamanya adalah ajaran TUHANnya, maka tidak perlu lagi dipertentangkan, bukankah itu sama dengan kita mempertentangkan TUHAN yang sama hanya karena sebutan yang berbeda ?
Kalau kita tidak saling mencampuri urusan agama yang berbeda, mungkin kehidupan antar umat beragama akan damai dan menyenangkan.
Tapi ketika ada penceramah yang masuk ke kitab suci orang lain, lalu meng-kafirkan-nya walau didepan umat–nya sendiri, itulah bibit awal “api dalam sekam”, karena persaudaraan yang tulus dalam wadah Satu Bangsa Indonesia hanya dipermukaan saja.
Supaya lebih mudah dipahami, sebelumnya saya minta maaf memberikan contoh, kalau kurang berkenan untuk paragraf ini, boleh diusulkan untuk dihapus.
Ketika tausiyah memberikan contoh agama lain menyembah berhala tanpa memahami filosofi makna yang sesungguhnya, agama yang lainpun mengatakan - bukankah Ka’bah juga batu ? Maaf, sekali lagi maaf, begitulah ilustrasi kalau kita saling mencampuri urusan dalam agama lain, bukan persaudaraan yang kita dapat tapi malah permusuhan.
Itulah sebabnya, marilah kita ber-etika dengan tidak masuk kewilayah lain dalam berceramah. Apapun agama Anda !.
Khusus mengenai agama Islam dan Kristen, kedua agama ini sangat dekat, dan percayalah bahwa keduanya adalah ajaran TUHAN, bukankah isi dari kedua kitabnya sebagian besar adalah sama ? Kalau umatnya saling mencela, bukankah sama dengan tidak mempercayai punya sendiri ? Dan bukankah tidak elok, menjelekkan sesama ajaran TUHAN ?
Ayolah kita hidup dalam damai, karena memang damai itu indah. Dan itu bisa terjadi kalau kita tidak mengungkit kejelekan yang lain, dan sekaligus tidak menciptakan pemaksaan dengan kekerasan, dengan dalih apapun juga, termasuk peminjaman kata JIHAD.
Menurut pendapat saya, agama yang benar pemahamannya adalah tidak menganjurkan kekerasan, permusuhan, pertengkaran, penghujatan, apalagi menjadi teroris, itulah sebabnya hati-hati kalau ada penceramah yang menganjurkan hal tsb, jangan-jangan itu adalah aliran agama TUHAN tapi disesatkan.
Cobalah kita pikir, kalau dalam agama untuk mencuri saja tidak boleh, apapun dalihnya kalau melakukan perampokan ( Swalayan / Pom bensin / ATM / Toko Mas dll ) pastilah itu penyesatan kebenaran bukan ? Jadi ternyata beragama bukan hanya asal mengikuti imam, tapi juga harus berlogika kebenaran. APAPUN AGAMA ANDA.
Sejatinya agama itu bukan untuk dibanding-bandingkan, diperdebatkan apa lagi dipertentangkan, tapi untuk dihayati dan diamalkan ( itulah sebabnya artikel ini akan segera saya akhiri - red ), atau kalau mau satu kata yang paling pas adalah di-imani.
Karena meng-imani itu punya konotasi yang sangat dalam sekali, bahkan mungin merupakan intisari dari ajaran agama itu sendiri.
.
.
Wassallam,
.
kompasiana, Agustus 2013
By. SPMC SW
—————————————–
TUJUAN Artikel ini
Ingin melihat dan merasakan nikmatnya kerukunan antar umat beragama di negeri INDONESIA tercinta ini, sesuai dengan semboyannya BHINNEKA TUNGGAL IKA.
—-
Selamat merayakan Idul Fitri 1434 H.
Pada hari yang fitri ini, mohon segala kesalahan saya dimaafkan.
Minal ‘Aidin wal-Faizin
(SW)
——————————————-
.
“Kasihan” TERORIS !
.
———————————–
.
TUNGGANGI KUDA-mu jangan TUNGGANGI AGAMA-mu
.
———————————————