Tuesday, May 6, 2014

EMON & RENGGO HASIL "KLONING-EGOIS"



                                          (Image source: harianjogja.com)

Blogspot. Pendidikan Negeri ini sangat memprihatinkan, betapa ngerinya saat-saat ini, peristiwa itu bisa terjadi dimana saja, disekolah PAUD semewah JIS (Jakarta International School) dengan bayaran uang sekolah US$2.700. per bulan-pun ternyata tidak menjamin keamanan bagi anak-anak.(Jika ±US$1=Rp.11.500, maka perbulan lebih dari Rp.31 Juta!)
 
Lalu sangat banyak terungkap peristiwa memprihatinkan yang harus diterima anak-anak generasi penerus Bangsa ini, ada Bapak yang tega melecehkan Anak gadisnya sendiri yang berumur 18 bulan karena keretakan rumah tangganya, dan sangat memprihatinkan ternyata sang Bapak adalah anggota TNI AU, masih sangat banyak kejadian-kejadian memilukan yang dialami anak-anak yang terberitakan belakangan ini, karena sangat banyaknya, begitu banyak pula yang seolah-olah hanya numpang lewat, tergerus berita selanjutnya yang memang juga sangat memprihatinkan dan ternyata lebih dahsyat!

Kasus EMON si-raja sodomi tentu saja sangat menggemparkan belakangan ini, korbannya begitu banyak, yang sudah terungkap ada 89 anak, dan ada kemungkinan jumlahnya akan bertambah ……. Bisa jadi William J Vahey pelaku paedofilia yang bunuh diri pada 21 Maret 2014 dari Amerika tidak ada apa-apanya kalau dilihat dari kecepatan melakukan paedofilia. Si Emon ini sepertinya baru tahun lalu melakukan(?), tapi korbannya sudah bejibun, sedangkan si Vahey yang terungkap korbannya dimulai tahun 2008 dan mencapai 90 anak.

Tapi yang tampak nyata perbedaannya adalah perlakuan oleh Pemerintah, Amerika dengan FBI-nya menelusuri jejak si Vahey sampai ke Indonesia karena memang si Vahey pernah jadi guru di JIS selama 10 tahun (1992~2002), dengan misi penyidikan dan PENDAMPINGAN terhadap korban.

 
Kalau di sini, yang banyak beredar adalah ringan-nya hukuman yang diberikan terhadap pelaku, mengenai si-korban …..sepertinya Negara tidak akan sanggup memulihkan kondisinya, karena menurut beberapa ahli kejiwaan yang pernah saya dengar, dibutuhkan waktu ber-tahun-tahun atau bahkan ber-puluh tahun pendampingan untuk mengobati trauma, dan tentu saja itupun tidak menghapus 100 persen luka batin. Jadi ….. kenapa tidak menggerakkan hati para Hakim untuk memberi hukuman tertinggi kepada para pelaku perusak generasi Bangsa? Apakah tidak paham akibat-nya dan tidak menyentuh hati para hakim? Atau karena bukan menimpa anaknya? (Semoga setelah marak sorotan kasus itu, hukumannya jadi seberat derita anak yang akan dialami seumur hidupnya)
 
  • Iseng saya merenung dan berpendapat mungkin absurd, seandainya pada kasus persidangan Emon nanti, penuntutan perkaranya tidak dijadikan satu, prosesnya boleh saja jadi satu. Lalu si Emon dijatuhi hukuman 15 tahun untuk satu orang korban, maka kalau ternyata korbannya ada 100 anak, maka si Emon akan menerima hukuman 100X15= 1.500 tahun penjara. Bukankah itu rasional, karena memang korbannya merasakan derita yang juga tidak mungkin disatukan dalam satu penderitaan. Alias penderitaan yang individual, yang disebabkan oleh sang pelaku. Sori kalau saya mulai ngaco dalam kejengkelan.

Lalu bisakah Pemerintah dan DPR yang akan datang segera merevisi UU? Koruptor yang merugikan uang Negara lebih dari 1Milyar ; Bandar Narkoba ; Teroris ; Pelaku Paedofilia, hukumannya adalah minimal tertinggi yang dapat diterapkan dalam UU tersebut, dan tidak bisa mendapat grasi maupun remisi pengurangan hukuman seperti yang selama ini terjadi. Kalau dilaksanakan pasti banyak yang kontra, karena namanya saja LP, alias Lembaga Permasyarakatan …..tempat untuk mendidik para pelaku kejahatan kembali kejalan yang benar ….. Idealisme yang ternyata justru merusak tatanan Negara karena jadi tidak menjerakan, dan menjadikan kawah perdagangan hukum yang paling disuka oleh para pengacara karena disitulah pusat pat-pat-gulipat yang justru tampak ketidak adilan terjadi, karena berbuntut hukum yang seolah hanya memihak mereka yang mampu membelinya. Maaf, setidaknya begitulah menurut pengamatan saya sebagai warga yang awam tentang hukum.

Renggo yang baru kelas 5 SD terbunuh akibat ulah kakak kelasnya, peristiwa lain yang sangat memilukan, begitu juga Taruna STIP yang harus meninggal karena dihajar senior-nya, lalu banyak sekali peristiwa-peristiwa penganiayaan yang terberitakan dalam waktu yang berdekatan, masihkah kurang contoh-contoh ke-sadis-an warga Bangsa ini? Pada banyak peristiwa, begitu juga yang terjadi di STIP maupun di STPDN yang lampau-lampau, dan juga disemua kejadian, semua tokoh selalu mengatakan “semoga ini adalah yang ter-akhir”.

Dan saya jadi merenung …..apakah ada manfaatnya kata-kata tersebut? Melihat kenyataan yang ada, ternyata kejadiannya bukannya berkurang, tapi malah bertambah dan menyebar kesemua kalangan dan strata kehidupan Bangsa ini. Kalau menurut saya, ke-egois-an adalah awal mula semua akibat, mungkin saya bisa menjabarkan bahwa awalnya adalah ke-egois-an. Singkatnya begini, (kalau ingin membicarakan di tanggapan silahkan) korupsi karena egois, egois karena berpikir yang penting aku kaya walau harus menghancurkan Bangsa ini. Pengedar narkoba juga sangat egois, yang penting aku cepat kaya, bodo amat walau generasi Bangsa ini akan hancur. Teroris juga karena egois, egois karena kebanyakan adalah memperjuangkan kebenarannya sendiri, kebenaran yang sangat egois karena tidak bisa menerima kebenaran yang lain selain kebenarannya sendiri, jadi bila perlu kebenaran yang lain harus dilenyapkan walau harus menjadi teroris untuk melaksanakannya. Pelaku paedofilia juga egois, jangan dibantah dulu karena Anda berpikir bahwa pelakunya juga merupakan korban, coba Anda pikirkan tentang contoh Anak 18 bulan yang dilecehkan Ayahnya sendiri tersebut diatas.

Tapi kalau kita pikirkan sebab awalnya itu semua terjadi, karena hukum tidak pernah benar-benar ditegakkan di-Negeri ini. Ketika doeloe sebelum internet merebak dan masih merupakan sarana terbatas, ketika film video porno belum segampang sekarang yang bisa ditonton oleh semua pengguna internet, apakah Negara ini benar-benar bisa memberantas pengedaran penjualan video porno yang begitu murah dan masal? Bisa kalau mau! Tapi karena ke-egois-an melanda “hampir” semua warga Bangsa, memilih menerima upeti dari pada harus memberantas sampai ke-akar-akar-nya. Tidak mau berpikir jauh kebelakang tentang kemaslahatan Bangsa, atau tidak ngerti juga? Bukankah ke-egois-an itu juga yang tergambar ketika Gubernur Jateng sidak di jembatan timbang? Bodo amat jalanan rusak, yang penting aku dapat duit setiap harinya, urusan Negara dan jalanan rusak bukan urusanku. Semuanya begitu masa bodo dengan Negara ini, semuanya begitu egois, jadi akankah Negara ini menuju kearah kebaikan dalam waktu dekat? Silahkan Anda perkirakan sendiri. Jangan lupa mempertimbangkan para korban paedofilia besar kemungkinan juga akan jadi pelaku dikemudian hari, begitu juga yang dialami Emon, dan dia sudah meng-kloning potensi wabah tersebut ke 89 anak lain.

Bahkan ada yang punya ide “itu semua terjadi karena negeri tidak memberlakukan syariat Islam”, padahal belum lama ini juga terjadi pelecehan seksual di Aceh. Dan kalau mau mencari informasi via Om Google, kalau Anda mencari tentang kehidupan yang nyaman/tentram/aman/menyenangkan dan sejenisnya itu di Negara mana, maka Anda akan tahu bahwa (maaf) Negara dengan pemberlakuan Syariat Islam ternyata bukan jawaban yang benar. Sekali lagi maafkan saya atas contoh tersebut, karena saya belum lama ini membaca artikel dan juga tanggapan tentang hal itu.


Kalau menurut saya, tidak ada jalan pintas untuk memperbaiki keadaan, moral Bangsa ini sudah demikian bobrok, dan kerusakan ini membutuhkan waktu yang lama, begitu juga kalau ingin memperbaikinya, butuh setidaknya satu generasi. Dan perbaikan yang paling darurat adalah “pengakuan” oleh kita semua, kita harus berani mengakui bahwa memang secara keseluruhan Bangsa ini sudah rusak moralnya, itu yang paling sulit, karena secara individu banyak diantara kita yang merasa paling hebat, bahkan Rudi Rubiandini (SKK MIGAS) juga merasa paling hebat sebelum ditangkap KPK, bahkan mungkin saja sampai detik ini juga masih merasa orang “baik” di Negeri ini. Ketidak beranian mengakui itu juga merupakan bagian dari ke-egois-an kita bukan?
 
Setelah langkah pengakuan, berikutnya adalah lakukan hukum dengan tegas dan adil tanpa pandang bulu. Dan itu ternyata lebih susah dari semuanya, jangan karena anak pejabat atau pejabatnya sendiri maka hukuman bisa menjadi ringan atau banyak pengecualian lain. Dan itu semua juga karena Egois bukan? Akumulasi itu memberikan beban terhadap Bangsa secara keseluruhan, rakyat jadi tidak percaya kepada hukum, karena memang begitulah yang kita saksikan pada kenyataannya.

Seandainya saja ketegasan itu ada, Rektor diberhentikan ketika mahasiswanya meninggal karena kasus yang juga pernah terjadi sebelumnya, kepala sekolah dicopot ketika siswanya menyimpang diluar kepatutan yang amat sangat. Apakah Anda ingat anak SMP berbuat mesum disekolah dan di video-kan oleh temannya? Lalu apa sanksi yang diberikan terhadap pembina disekolah tersebut? Apakah Anda tidak berpikir bahwa itu semua ber-akar dari ke-egois-an yang amat sangat yang menjangkiti kita semua? Kalau Menteri-nya saja tidak berani memberhentikan Rektor maupun Kepala Sekolah yang bermasalah, apakah Anda berpikir untuk sang Menteri yang terkait berani mengundurkan diri? Atau dimana peran Kepala Negara selama ini? Sungguh semuanya sangat merisaukan, menggemaskan, dan ternyata semua itu juga bisa ditarik kesudut rasa, penyakit egois kita!

Adakah kelanjutan tentang berita heboh Kepala Rumah sakit yang membuang pasiennya, mungkin saja saya yang kurang informasi. Tapi pada banyak peristiwa yang sempat saya amati, kebanyakan dari mereka yang seharusnya paling bertanggung jawab adalah berlindung dibalik kekurangan. Yang masih segar di tipi adalah rektor tempat dimana mahasiswa meninggal mengakui kekurangan tenaga pengawasan, pertanyaannya adalah ….kalau tidak sanggup mengemban tugas, kenapa tidak mengundurkan diri saja? Kalau tahu kurang kenapa tidak ditambah, atau karena itu adalah hal yang paling bagus untuk wadah alibi dalam melepaskan tanggung jawab, bukankah karena memang sangat egois?

Masih menurut saya lagi, penyelenggaraan pendidikan di Negeri ini sudah salah arah, …..”seandainya anak-anak SD (Sekolah Dasar - enam tahun penuh!), ”hanya” diajarkan tentang belajar membaca - menulis - ‘berhitung’ - agama - kesenian - olah raga - lingkungan hidup - MORAL (Kasih ; Kejujuran ; Budi Pekerti ; Budaya Malu ; Tolong Menolong), saya sangat yakin bahwa generasi mendatang Negeri ini akan menjadi sangat baik.” …..(*) (SPMC SW, Mei 2014)
—————————–
.

GUE MANG EGOIS! MASALAH BUAT LO?
.

http://t.co/lEkfOFJdsM
.
——————————
.
(*)
KUGADAIKAN CINTANYA (Maafkan aku anak-anakku)
.

http://t.co/X2MQvrkWUQ
.
—————————-
.

AYO JADI KORUPTOR TERHORMAT, MAU? (AWAS! Kalo Baca Berpotensi Jadi Koruptor)
.

http://t.co/3fBrRadv1h
.
——————————-

No comments:

Post a Comment