Thursday, May 22, 2014

PILIH JUJUR-NDESO-SUKA KERJA, ATAU GAGAH-SANGAR-TEGAS?

 

(Image source: indonesia-2014.com)

Blogspot. 16 tahun sudah berlalu semenjak Mei ‘98, setiap bulan Mei itu pula banyak yang mempertanyakan tentang keterlibatan Prabowo pada kasus Mei 1998, terlebih bulan Mei tahun ini, tahun dimana Prabowo maju menjadi Capres melalui partai Gerindra bentukannya. Lalu kubu Gerindra menjawabnya dengan balik mempertanyakan, kenapa waktu MEGAPRO pada pemilu sebelumnya masalah Prabowo tidak di-blow up, dan sekarang begitu kencang didengungkan?

Sejujurnya ….itu adalah argumentasi cerdas Gerindra untuk menyatakan bahwa kasus penculikan adalah pesanan atau serangan pihak lawan politik. Saya dapat memahaminya, tapi menurut kupasan dan pengamatan saya pribadi, begini detailnya:

Betulkah waktu kampanye MEGAPRO tidak dipermasalahkan tentang penculikan? Ingatan rakyat kita banyak yang menjulukinya “cenderung pendek”. Keluarga korban penculikan sudah menuntut untuk mengusut kasus penculikan itu dengan tidak henti, jadi mereka tidak berhenti walau MEGAPRO sedang berlomba untuk menjadi pemimpin Negeri ini. Dan kalau kita mengingat dengan sungguh, pada waktu itu …..yang menyerang MEGAPRO juga banyak, hanya kita cepat melupa. Bedanya adalah …..waktu itu team sukses dari pihak PDIP maupun loyalis-nya tidak ikut mem-blow up kasus penculikan itu. Ya …..tentu saja bisa dipahami ….. bukankah mereka sedang berkoalisi? Seingat saya waktoe itoe justru MEGAPRO membuat banyak pendukung PDIP sendiri kecewa, dan banyak yang memilih menjadi Golput, dan secara pribadi saya menganggap koalisi tersebut adalah langkah salah yang pernah dilakukan PDIP, terlebih mengetahui ada beredarnya Perjanjian Batu Tulis. Dan yang lebih penting dari itu semua …..terbukti MEGAPRO kalah, dan apakah kekalahan tersebut tidak ada andil dari penyerangan tentang kasus penculikan? Ayolah berpikir dengan logika panjang, supaya tidak mudah melupa, karena sangat banyak tokoh dinegeri ini yang berkamuflase, dari buruk menjadi bagus (seolah-olah), dan itu semua membuktikan terjadinya kebobrokan moral terhadap warga Bangsa Negeri ini bukan?

ANALISA NIKMAT KEKUASAAN
Semua itu sebetulnya dimulai dari awal kemerdekaan, ketika itu peraturannya dibuat sebagai Kepala Negara “boleh diangkat lagi”, lalu diterjemahkan sesuai kehendak penguasa, Soekarno juga berkehendak menjadi Kepala Negara seumur hidup. Lalu dengan berbagai cara dan pengkondisian, Soeharto dan Orde Baru-nya mengambil alih kekuasaan, maka terjemahan “boleh diangkat lagi” tetap menjadikannya tanpa batasan. Lupa bahwa sebelumnya mengambil kekuasaan juga karena ingin menentang “boleh diangkat lagi”.


Karena kekuasaan adalah kenikmatan tiada tara bagi mereka yang sejatinya bukan orang bijak, maka cara apapun protes ketidak setujuan dibungkam. Kekuasaan kediktatoran-pun secara perlahan terjadi, pengekangan dalam segala hal terlihat wajar, karena memang systemnya bukan dadakan, jadi rakyat jelata tidak begitu merasakan, penggambarannya seperti proses memanjang rambut dikepala atau tumbuhnya kuku.

“Boleh diangkat lagi” tetap sengaja diterjemahkan tanpa batasan, Orde Baru-pun memanfaatkannya untuk menggengam kekuasaan hingga 32 tahun. Kekuasaanpun dipertahankan dengan doktrin untuk menganggap kebenarannya sendiri adalah paling benar, dan mempertahankannya selama mungkin, tidak peduli apapun caranya, tersebutlah yang saya maksud diatas, terjadinya proses perambatan menjadi kediktatoran, karena merambat bahkan yang melakukanpun melihatnya menjadi seolah-olah kewajaran. Mengatas namakan pemerintahan yang sah walau hasil pengkondisian sedemikian rupa, siapapun yang mempersoalkan dianggap melawan pemerintahan dan akan “digebuk”.

Kalau Anda menegakkan “empring” dengan menanam dalam-dalam ke-”Bumi Pertiwi” sebagai ilustrasi tegaknya pemerintahan Negeri, lalu pemerintahan yang ada bukannya mempertahankan tegaknya pemerintahan tersebut dengan cara-cara yang benar, tapi menarik kebawah salah satu ujung “empring” yang menjulang keatas dan membebani dengan kediktatoran/korupsi/nepotisme/SARA, maka semakin berat beban tersebut, lengkungan akan semakin tegang, berat, bahkan bisa jadi patah.

Ilustrasi tersebut menggambarkan pemerintahan Orde Baru, empring-nya memang belum patah, tapi pegangannya mengendor, dan daya lontar baliknya itulah yang membuat kocar-kacir semua yang menempel, yang membebani selama 32 tahun pemerintahan tersebut. Kecepatan pantul baliknya menggambarkan betapa cepatnya Orde Baru tumbang.

Kenapa pegangannya bisa kendor sehingga empringnya melejit dengan cepat menjatuhkan rezim Orde Baru, itu semua karena pendidikan dan keterbukaan melihat dunia. Dan prosesnya juga sama, ketika masih sedikit orang “mengerti” lalu vokal, maka pemerintahan menarik mereka yang vokal kedalam lingkaran, maaf kalau salah data, bukankah Abar Tanjung dan Adul Gapur juga termasuk yang vokal sebelumnya? Dan pastinya masih banyak lagi, tapi saya termasuk kebanyakan rakyat negeri ini, ingatannya tidak panjang. Ada juga Hariman Siregar yang sepertinya tidak tergadai dengan konsekuensi terlihat hidupnya tidak semewah yang menggadaikan idealisme moralnya. Begitu juga yang terjadi pada peristiwa penculikan, mencoba mengikuti jejak mertua, dan konon kabarnya berhasil menarik 4 korbannya menjadi kroni. Nikmat kekuasaan dunia dan harta menghalalkan segala cara, mungkin mereka pikir dari pada tidak jadi apa-apa, toh aku menggadaikan diriku sendiri tidak merugikan orang lain! Sungguh semuanya itu seperti lingkaran setan, karena Bangsa ini telah lupa mengajarkan MORAL yang benar kepada warga Bangsa-nya.
LUAPAN HATI

Bukankah memang tidak ada terang kalau tidak ada gelap? Pendidikan mencerdaskan Bangsa membuat negeri maju, tapi konsekwensinya, kecerdasan juga semakin menyingkap bobrok pemerintahan yang menyelenggarakan pendidikan itu sendiri. Pisau berguna untuk memotong, mengupas atau hal-hal lain yang berguna, tapi juga bisa untuk melakukan pembunuhan. Pendidikan tanpa dilandasi MORAL, menghasilkan manusia-manusia yang tidak bermoral, dan mereka semua ini termasuk yang bisa jadi akan memerintah Negeri. Mengerikan melihat perjalanan Bangsa ini, Manusia tanpa moral, seindah dan sebagus apapun pakaian yang dikenakan, berpotensi menimbulkan prahara yang mengerikan. Segala cara bisa dilakukan demi ambisi kekuasaan, dan bahayanya …..kekuasaan yang tidak bermoral! (SPMC SW, Mei 2014)

———————————-
CATATAN:


“Empring” yang dimaksud adalah potongan bambu yang memanjang, hasil dari bambu yang dibelah, bukan hanya sependek batas ruas, tapi bisa jadi sepanjang dua meter atau lebih sesuai kebutuhan.

Mohon maaf kalau artikel ini tidak benar, karena semua data hanya dingat secara samar, bahkan cenderung lupa, karena memang saya adalah bagian dari warga Bangsa yang ternyata mudah melupa juga.

Walau bagaimanapun Soekarno sudah memerdekakan Negeri ini, ayo kita tengok sejarah, jangan lupakan siapa saja yang sudah pernah menjadi Presiden kita, karena Presiden adalah memimpin semua warga negara, boleh jadi datang dari partai mana saja, tapi rekam jejak-nya dapat memberi acuan dalam kita memilih. Karena hanya “rekam jejak” yang menggambarkan kepribadian sesungguhnya. Wacana, program, janji-janji kampanye, itu hasil kerja team pakar atau konsultan politik ditambah janji-janji nekat asal bisa terpilih, semuanya dijamin bagus, bahkan menjurus ke “gombal”. Tapi apakah ada sanksi jika tidak terlaksana? Paling-paling kita hanya bisa menyesal, dan itu sudah maksimal bukan? Dan saya teringat pidato SBY tentang janji Capres yang akan menasionalisasikan banyak perusahaan asing, apa bisa diberi sanksi kalau tidak  terlaksana? Kok seperti gelap mata. (SW)
————————-
.
“REKAM JEJAK TRAGEDI MEI ‘98″
.
http://t.co/bop3ecT2eF
.
————————

No comments:

Post a Comment