(Image source: beritamanado.com)
Blogspot. Dua pasang kandidat peserta Pilpres sudah dinyatakan lulus
tes kesehatan dan segera dinyatakan resmi berkompetisi. Biaya tes
kesehatan tersebut ± Rp.75 juta per orang. Capres pertama setelah tes
kesehatan minum jamu gendong dan memberikan pernyataan tentang adanya
tes menggambar untuk sesi psikotes, dan awak media menggodanya dengan
pertanyaan "menggambar banteng ya Pak? ....." Hehehehe .......
Lalu besoknya, Capres kedua setelah tes kesehatan memberikan pernyataan,
berjumpa dengan dokter mantan bawahannya yang melakukan tes kesehatan,
dan merasa bangga atas keadaan maupun perlengkapan yang dimiliki RSPAD
Gatot Soebroto tidak kalah dengan yang ada di RS-RS Eropa maupun di RS
Amerika karena beliau mengatakan pernah melakukan tes di sana. Dan
pikiran saya langsung melayang .....lho ... kalau gitu tentang Prabowo
di cekal untuk boleh masuk ke Amerika itu hanya gosip saja ya? Atau
....jangan-jangan data yang disampaikan tentang RS itu adalah pengalaman
beliau waktu masih jadi Taruna doeloe? Kalau benar begitu .....apa
keadaan RS di Amerika tidak sudah berubah ya? Seandainya ada wartawan
yang kritis dan tanggap menanyakan hal itu ....pasti penasaran saya akan
segera hilang ........sayang tidak ada.
KUBU JOKOWI
Diajukan oleh Partai PDIP, menggandeng Cawapres JK, "kerja sama" dengan
Partai NASDEM, PKB, HANURA, dan PKPI. Partai pendukung yang tidak solit
adalah PKB, ada gerbong Rhoma Irama dan gerbong Mahfud MD yang tidak
mengikuti arah partainya, mereka memilih berkoalisi dengan kubu Prabowo.
Apakah akan berdampak terhadap perolehan suara kubu Jokowi atas suara
yang diharapkan didapat dari gerbong PKB? Pastinya ada, karena terbukti
kedua tokoh PKB tersebut juga memiliki masa loyalis tersendiri.
Setidaknya mereka juga punya team bukan? Tapi kalau diluar team
.....tentu saja sangat tergantung pandangan masyarakat terhadap kedua
tokoh tersebut. Dan menurut analisa saya secara keseluruhan, walau juga
sudah berusaha senetral mungkin, bisa jadi akan tetap ada aroma
tendensius karena mana mungkin menanggalkan interest untuk melepas motif
keberpihakan, itulah sebabnya maka mohon maaf atas keseluruhan isi
artikel ini. Untuk Rhoma Irama dikalangan menengah keatas justru sudah
dianggap selesai, jadi masih ada pengaruhnya untuk kalangan rakyat
bawah, tapi karena yang dihadapi adalah Capres Jokowi yang juga
merupakan fenomena untuk kalangan bawah, maka gerbong Rhoma Irama
menambah plus ± 5 persen terhadap kubu Prabowo.
Sedang gerbong Mahfud MD menurut analisa saya, justru efeknya tidak
lebih banyak plus-nya. Secara intelektual dan pengalaman pemerintahan
maupun kebersihan tokoh, Mahfud MD tentu saja jauh diatas Rhoma Irama.
Tapi karena semua orang tahu bahwa Mahfud MD sebelumnya sangat ingin
menjadi Cawapres-nya Jokowi, lalu karena tidak terpilih maka berbalik
arah mendukung kubu Prabowo, ditambah adanya motif jabatan Menko yang
dijanjikan jika Prabowo menang, sungguh itu semua sangat disayangkan.
Dan sejujurnya saya tadinya termasuk meng-idola-kan Mahfud MD,
setidaknya sangat yakin Mahfud MD juga akan terpilih menjadi salah satu
Menteri di kabinet Jokowi kalau misalnya Jokowi yang menang Pilpres.
Tapi hidup terkadang memberi pilihan ..... Dan atas semua realitas yang
ada, rakyat negeri ini justru kurang terlalu suka dengan apa yang
dilakukan Mahfud MD, bisa jadi Mahfud MD hanya berkontribusi ± 2 persen
untuk kubu Prabowo.
Partai pendukung yang tidak solid lainnya adalah partai HANURA, Hary
Tanoe memilih mendukung Prabowo. Kalau Rhoma Irama karena memang jelas
tidak suka Jokowi, pada kasus Hary Tanoe saya melihatnya karena yang
bersangkutan tidak ingin satu kelompok dengan Surya Paloh. Sedangkan
Wiranto secara pribadi ada ganjalan untuk bisa mendukung Prabowo. Itulah
sebabnya mereka berpisah. Dan seperti yang sudah sering saya bilang,
tidak ada platform atau visi & misi yang tidak bisa disatukan atas
partai-partai yang ada di Indonesia ini, yang ada adalah bagaimana
hubungan pribadi ketua umum/pendiri partai tersebut. Hitungan kontribusi
dari Hary Tanoe sebetulnya lebih susah dikalkulasinya, karena lebih
berkaitan dengan promosi media MNC Group seberapa besar akan memberikan
dukungan, dan akan sangat berarti untuk menggaet suara kalangan rakyat
kelas bawah. Untuk kalangan kelas menengah atas, julukan kutu loncat
yang dilakukan Hary Tanoe sangat negatif, dan banyak juga yang justru
mempertanyakan "Apa ya maunya Hary Tanoe? Tidak jelas". Tapi setidaknya
akan memberi kontribusi suara plus untuk prabowo ± 10 persen. Dengan
catatan mengerahkan promosi besar-besaran di tipi-tipinya, dan harus
kreatif membuat iklannya, karena bukan tidak mungkin akan jadi bumerang
kalau salah mempromosikan.
KUBU PRABOWO
Diajukan oleh partai GERINDRA, partai yang didirikan oleh Prabowo
sendiri. Menggandeng Cawapres Hatta Radjasa, otomatis koalisi dengan
Partai PAN, juga berkoalisi dengan partai PPP, PKS, PBB, dan GOLKAR.
Prabowo sangat mengharap partai Demokrat memberi dukungan, tapi karena
Rapimnas Partai Demokrat yang diumumkan SBY sendiri memutuskan untuk
netral, maka untuk tidak tampak sangat memalukan Demokrat tidak langsung
menerima permintaan Prabowo. Sedang dibuatkan jalannya, jadi harap
sabar. Diawali dengan pernyataan Prabowo pada saat deklarasi yang
menyatakan bahwa akan meneruskan program-program partai Demokrat yang
dinilai baik untuk kesejahteraan rakyat, lalu Syarif Hasan dan Ibas
jumpa pers, membelokkan gerbong besar Partai Demokrat dengan pernyataan
yang seolah-olah merevisi pernyataan Ketum-nya, akan melihat dulu harus
koalisi kemana, karena akan koalisi dengan kubu yang akan meneruskan
program-program partai Demokrat untuk kesejahteraan rakyat. Lalu Prabowo
dalam pernyataannya kepada wartawan akan melanjutkan program-program
pemerintah yang bermanfaat untuk rakyat. Jalan sudah diratakan bukan,
supaya tidak terkesan menjilat ludah sendiri, juga Gerindra lupa
sebelumnya beroposisi terhadap pemerintah. Hehehehehehehe ..... semuanya
mengatas namakan demi kebaikan rakyat. Maaf kalau pengamatan saya
salah, tapi tentu saja itu adalah pengamatan rakyat, bukan dari sudut
partai, apalagi partai yang diamati. Menurut perkiraan saya analisa SBY
adalah menjagokan Jokowi, tapi karena PDIP tidak tampak memberi lampu
hijau ke Demokrat, bukankah lebih rasioanal kalau Demokrat gabung ke
Prabowo? Jadi dari pada sudah pasti jadi oposisi, siapa tahu Prabowo
yang menang, setidaknya akan kecipratan jabatan bukan? Sambil mengharap
analisa-nya atas kemenangan Jokowi adalah salah.
Sekarang ayo kita lihat partai koalisi Prabowo yang tidak solid, pertama
sekali adalah PAN. Wanda Hamidah mengatakan menudukung Jokowi karena
tidak rela kalau harus mengkhianati hati nurani-nya, yang bersangkutan
loyal dengan Hatta Radjasa, tapi tidak bisa menerima Prabowo yang tentu
saja sangat diyakini adalah pelanggar HAM berat. Itu hal yang sangat
menguntungkan kubu Jokowi, terlebih kalau hal itu bisa sering
ditayangkan di tipi, jauh lebih bermanfaat dari pada iklan-iklan yang
memang adalah settingan. Dalam kasus Wanda Hamidah, setidaknya Jokowi
dapat nilai plus ± 10 persen, jadi jangan lupa untuk selalu memutar
ulang tanyangan berita tersebut di tipi-tipi pendukungnya.
Lalu Partai Golkar, banyak sekali yang mbalelo ..... Kalau semua itu
sering ditampilkan di-tipi-tipi pendukung-nya Jokowi, setidaknya ± 15
persen memberikan nilai plus untuk Jokowi.
Kalau ada yang protes, kok pemberian nilai plusnya sangat njomplang, ya
mohon maaf, kan ini analisa amatiran, tapi pakai hati. Dan menurut saya,
kwalitas nilai yang mablelo pada masing-masing partai sangat beda
motivasinya, itulah sebabnya punya nilai yang berbeda. Kalau Rhoma Irama
dan Mahfud MD, apa yang dipertaruhkan? Mereka sedang tidak memegang
jabatan apa-apa, tapi rakyat melihat mereka sedang memburu jabatan.
Sedangkan yang mbalelo dari partai PAN dan Golkar, mereka justru rela
dicopot ataupun menanggalkan kedudukannya. Sungguh secara emosional itu
sangat jauh sekali bedanya. Dan sekali lagi saya menyayangkan apa yang
dilakukan Mahfud MD, karena saya tidak memprediksinya akan melakukan
itu, ada beberapa artikel saya sebagai bukti bahwa saya sangat salud
atas ketokohan beliau sebelum ini terjadi.
Kalau setelah hajatan Pilpres ini selesai, dan ternyata ada tokoh dari
partai Golkar yang memperoleh jabatan dari Pemerintahan Jokowi, entah
itu sebagai Menteri, Duta Besar atau yang lainnya, saya dapat
memahaminya, dan juga maklum kalau Golkar tetap mendapat julukan
melakukan politik dua kaki dengan cantik. Tapi sebetulnya juga politik
dua kaki karena akibat keberpihakan dengan hati, mereka juga rela
di-copot, berarti kalau mereka ternyata mendapat penghargaan ...
Bukankah begitu hasil dari pertaruhan? Dan dibalik itu semua .... Karena
memang Golkar punya suara yang signifikan di Parlemen sebagai juara 2
bukan? Dan gonjang-ganjing ini-lah yang juga akan mempertaruhkan tatanan
jabatan di dalam Partai Golkar sendiri, bukan tidak mungkin akan
me-rotasi kepemimpinan didalamnya. Jadi tentang Golkar, kalau Jokowi
menang, bukan tidak mungkin justru juga bisa memanfaatkannya. Butuh
lihai dan pandai berhitung, walau tidak harus memberinya jabatan Menteri
kalau memang tidak ikut berjuang dengan signifikan, dan memberi jabatan
lebih dari satu Menteri untuk Golkar justru akan menjadi bumerang. Tapi
sebaiknya jangan lupa memastikan untuk tidak memberi jabatan Menteri
pada semua pemimpin partai.
PENILAIAN AKHIR
Dengan sudah mempertimbangkan semua kenyataan atas semua dukungan yang
ada, baik oleh Ahmad Dhani maupun Anang, oleh Slank maupun masih diamnya
Iwan Fals. Perbedaan yang tampak nyata adalah rasa emosional. Emosional
yang ditampilkan oleh Fadli Zon, Fahri Hamzah, Ali Mochtar Ngabalin,
maupun Ahmad Yani, justru langsung padam ketika ditampilkan pernyataan
oleh tokoh-tokoh muda Golkar, Luhut Panjaitan mantan atasan Prabowo, dan
Wanda Hamidah yang semuanya justru memberi dukungan pada Jokowi.
Yang paling kontra produktif untuk kubu Prabowo adalah, Prabowo itu
dicitrakan tegas, berani, berwibawa, jujur, ..... Tapi bagaimana
menerangkan ke masyarakat tentang ketidak terlibatannya pada kasus Mei
98, kalau memang berani, tegas dan seterusnya itu, pertanyaan yang
paling gamblang adalah, kalau memang tidak bersalah kenapa mau dipecat?
Apalagi dengan adanya gosip tidak berani datang waktu dipanggil Komnas
HAM. Lalu dianggap menghindar dengan tinggal di Jordania. Bukankah itu
semua sangat kontra dengan pernyataan ketegasan dan keberaniannya?
Seandainya Prabowo berani buka-bukaan, walau harus melibatkan banyak
petinggi Negeri ini, pasti banyak yang salud atas Prabowo, seperti kasus
Agus Chondro politikus PDIP dalam kasus korupsi cek pelawat atas
Miranda Swaray Goeltom. Dan kalau hal itu dilakukan ....... pastinya
tidak ada hari ini, keterlibatannya dalam pertandingan Pilpres!
Menurut saya pribadi gonjang-ganjing hajatan Pilpres sudah pada titik
klimaks-nya, alias sudah dapat ditebak apa yang akan terjadi, dengan
skor "sedikitnya" 60 persen untuk kemenangan Jokowi. Semoga yang kalah
tidak kalap. Maaf. (SPMC SW, Mei 2014)
( 5M ) ~ SPMC = "Sudut Pandang Mata Capung" ~ yang boleh diartikan ~ "Sudut Pandang Majemuk" || MEMPERHATIKAN kebenaran-kebenaran sepele yang di-sepele-kan ; MENCARI-tahu mana yang benar-benar "benar" dan mana yang benar-benar "salah" ; MENYUARAKAN kebenaran-kebanaran yang di-gadai-kan dan ter-gadai-kan ; MENGHARAP kembali ke dasar-dasar kebenaran yang di-lupa-kan dan ter-lupa-kan ; MENOLAK membenarkan hal-hal yang tidak semestinya, menolak menyalahkan hal-hal yang semestinya. (© 2013~SW)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment