Friday, May 23, 2014

"KRITIK" TERBUKA UNTUK RUHUT DAN JOKOWI

                                 (Image source: kaskus.co.id)

Blogspot. Terlalu nyolotnya apa yang dilakukan oleh Ruhut, maaf, banyak sekali yang menjulukinya sebagai penjilat. Itulah yang pernah saya baca atas beberapa artikel tentang Ruhut, juga pernyataan-pernyataan pendek di Twitter maupun Facebook. Pada setiap kesempatan dimanapun jika berbicara tentang politik, Ruhut selalu mengawalinya dengan mengutarakan kehebatan Ketua Dewan Pembina-nya yang sekarang sudah merangkap sebagai Ketua Umum Partai politiknya. Karena hal itu selalu dilakukan, bahkan pada porsi yang seharusnya tidak pas untuk dilakukan, itulah hal utama mengapa banyak orang menjuluki Ruhut sebagai penjilat. Lalu pertanyaannya adalah, apakah Sang Godfather-nya Ruhut tidak mengetahui? Mengingat durasi dan gamblangnya keadaan, mustahil kalau tidak mengetahuinya bukan? Jadi ….apakah kalau begitu boleh kita terjemahkan merestui? Atau setidaknya boleh diterjemahkan “tidak keberatan” bukan?

Padahal apa yang dilakukan Ruhut menurut saya lebih banyak menui negatif dari pada positif-nya. Hampir apapun kalau “terlalu” selalu ber-konotasi kurang bagus bukan? Yang dilakukan Ruhut sudah menjurus ke fanatik sepertinya Sang Godfather sudah dianggap “nabi” saja, dan itu tentu saja kontra produktif, menimbulkan resistensi terhadap pendegarnya terutama lawan politiknya. Dan bisa jadi banyak rakyat yang terpancing untuk ingin membuktikan bahwa “nabi”-nya Ruhut adalah manusia biasa yang banyak salah-nya juga, tak terkecuali saya.

Ketika seorang Pemimpin membuat slogan anti korupsi, dan ternyata tokoh-tokoh utama bawahannya banyak yang terlibat korupsi, apakah sang pemimpin layak mendapat julukan hebat? Beruntung ketika Sutan ditetapkan sebagai tersangka, Pemilu Legislatif sudah selesai, padahal proses kerja KPK juga mesih terus berlangsung. Siapa saja kolega Sutan yang mungkin terseret? Nazaruddin memang sudah menyebut banyak tokoh terlibat, bukankah banyak nama mantan orang separtainya juga disebut-sebut? Bagaimana kalau KPK dapat membuktikan? Tentang kasus e-KTP misalnya, bagaimana kalau ternyata berakhir dengan tersangkut nama Menteri-nya? Lalu bagaimana dengan kasus Anas, apakah tidak akan menyeret sejawatnya yang lain? Apakah Andi Mallarangeng hanya terlibat korupsi dengan adiknya saja, tidak melibatkan teman partainya? Semoga semua itu tidak menyeret nama Ibas, walau banyak rakyat yang menunggu jawab keingin tahuannya. Yang paling hot tentu saja penetapan SDA sebagai tersangka oleh KPK, ngenesnya untuk urusan agama, dan dilakukan oleh Ketua partai yang lambangnya saja Ka’bah!

Penunjukan Menteri adalah hak prerogatif Presiden, maka ketika Menteri-nya terlibat Korupsi, setidaknya kita tahu bahwa Sang Presiden kurang kompeten dalam memilih Menteri bukan?

Lalu …… belum lama ini saya mendengar berita di-tipi tentang Komnas HAM mengirim surat kepada Presiden untuk membahas masalah tentang penculikan/kerusuhan Mei ‘98, dan konon surat tersebut dibalas bahwa Presiden “tidak punya waktu”, sungguh berita yang sangat miris ….. Apakah Presiden tidak tahu bahwa TIAP Kamis ada keluarga korban berdiri didepan Istana menuntut keadilan? Dan itu sudah dilakukan bertahun-tahun ……. Apakah itu mencerminkan kepedulian terhadap rakyat yang dipimpinnya? Atau adakah halangan pribadi sehingga kasus yang dituntut rakyat tidak mungkin dapat diselesaikan? Dan saya tak tega membayangkan, bagaimana nasib mereka yang “Kamis’an” nanti seandainya Prabowo penghuni Istananya? Apakah para pembaca dapat memperkirakan yang akan terjadi?

Ketika ada sekelompok umat melakukan ibadah didepan Istana, padahal umat tersebut merasa benar secara hukum atas tempat ibadahnya yang ternyata tidak bisa ditempati, betulkah Presiden tidak bisa “membantu” menegakkan keadilan itu? Atau apakah meluruskan masalah dianggap mencampuri penegakan hukum, dan itu tidak boleh dilakukan oleh Presiden? Padahal konon itu adalah masalah yang sudah berkekuatan hukum tetap. Kalau gitu untuk apa menunjuk Menteri Hukum dan HAM kalau justru tidak menyiratkan adanya keadilan bagi masyarakat? Apakah itu tidak justru menyiratkan ketidak berdayaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan?

Dalam banyak kasus lain yang terlintas dibenak saya, ketidak tegasan adalah sumber masalah, dan hal itu juga sudah banyak dibicarakan oleh banyak pengamat politik bukan? Dan seingat saya Presiden juga pernah membantah atas anggapan tersebut, termasuk disuarakan oleh Ruhut. Padahal pada kasus Century dan kenaikan BBM, walau tidak menilai benar atau salah-nya, ketika partai koalisi tidak satu suara di Parlemen, untuk apa melakukan koalisi? Apalagi dibumbui wacana akan adanya pemecatan Menteri dari partai koalisi yang tidak mendukung Pemerintah, tapi tidak berani melakukan itu, dimana nilai ada-nya ketegasan itu?

Masih ada kesempatan untuk melakukan tindakan hebat kalau Pemerintah mau, robohkan atau tepatnya hilangkan tiang-tiang mercusuar yang sudah dibangun oleh Malaysia di laut Tanjung Datu - Kalimantan, karena itu didirikan diwilayah abu-abu, menyalahi perjanjian bukan? Dan rencana pendirian mercusuar itu bukanlah kecelakaan atau suatu tindakan yang tidak diketahui oleh Pemerintah Malaysia sendiri, karena yang terberitakan adalah adanya pengawalan oleh kapal perang Malaysia sewaktu pelaksanaan pembangunannya. Dan pembangunan mercusuar itu adalah bukti otentik atas aktivitas Malaysia diwalayah tersebut, dan itu mengingatkan terlepasnya Sipadan dan Lingitan karena waktu ditinjau oleh pihak International yang melihat adanya bukti exsistensi Malaysia, maka Sipadan dan Lingitan diberikan pada Malaysia. Itu semua juga membuktikan bahwa Negara Tetangga lebih peduli wilayahnya dari pada kita.

Masihkah kurang contoh tentang kurang hebatnya Presiden kita, dan itu semua terpicu karena Ruhut terlalu “mendewakan”-nya, yang tentu saja menggelitik orang lain untuk justru membuktikan sebaliknya. Dan memang begitulah sifat manusia, tak terkecuali saya. Mohon maaf kalau banyak yang tidak suka.

Kemudian bagaimana kupasannya tentang Jokowi sesuai dengan judul artikel ini.

Saya mengharap Jokowi dapat menarik manfaat dari paparan ketidak puasan banyak kasus tersebut diatas. Pertama sekali tentu saja jangan memilih juru bicara atau orang yang mengatasnamakannya seperti Ruhut, tapi pilihlah orang yang bisa menunjukkan kelemahan Anda. Seandainya Jokowi terpilih menjadi Presiden nanti, bukan tidak mungkin akan melakukan kesalahan yang sama, “kerja sama” terhadap partai politik lain tidak mungkin gratis. Akan ada balas dendam politik di Parlemen kalau ada peserta kerja sama yang tidak puas, itulah sebab pada artikel saya yang lain pernah mengupas hal itu dan menyarankan berkoalisi seramping mungkin dan mengutamakan berkoalisi dengan rakyat saja. Atau setidaknya berani mengabaikan jatah Menteri untuk partai politik yang punya sangat sedikit suara kalau memang tidak yakin akan kebersihan dan kompeten-nya jatah Menteri yang diusulkan. Dan yang tidak kalah pentingnya, semoga Jokowi berani membuat perjanjian hebat atas Menteri-Menteri yang akan dipilihnya. Perjanjian tentang dilarangnya saudara / anak / sepupu / keponakan sang Menteri untuk terlibat bisnis apapun yang berhubungan dengan kementrian tersebut. Apakah hal itu melanggar HAM? Kalau perjanjian itu dilakukan diawal dan disetujui oleh calon Menteri, saya tidak melihat pelanggaran itu, lalu saya teringat kehebatan Pak Hoegeng mantan Kapolri, dan menyayangkan kasus videotron yang melibatkan anaknya menteri Syarief Hasan. Dan hal tersebut tentu sangat elok kalau juga dilakukan oleh Presiden dan Wakil presiden, dan tentu saja harus terus terang dibicarakan atau dibuat hitam-putih-nya, bukan atas dasar yang penting TST saja. Dan …. jelas tertulis sanksi-nya, karena dinegeri ini tidak ada budaya malunya.

Boleh juga hal terakhir itu sebagai bahan janji kampanyenya Jokowi, dan saya yakin akan ada nilai plus-nya. Semoga hal itu tidak diserobot lawan politik-nya, karena memang artikel ini ditujukan sesuai dengan judulnya, dan memang saya persembahkan sebagai sumbang saran untuk kampanyenya Jokowi. (SPMC SW, Mei 2014)

------------------

.
 
"GANJANG MALAYSIA!!"
.
 
http://t.co/QNzA2f8U2h
.
------------------


No comments:

Post a Comment