Thursday, April 24, 2014

PAHAM SESAT, TERSESAT, MENYESATKAN? ("FAHRI HAMZAH vs BAMBANG WIDJOJANTO")



                               (Image source: nasional.inilah.com)
Blogspot. Heboh berita penetapkan tersangka oleh KPK pada kasus BCA dan E-KTP, membuat banyak bahasan diberbagai macam media, mendengar tanggapan dari radio dan membaca tanggapan dari artikel yang sempat saya ikuti, ada beberapa orang yang intinya menyuarakan: “Pilih Prabowo sebagai Presiden untuk memberantas korupsi dengan tegas dan tuntas”. Lho-lho-lho ……kok ya ada saja ya yang menyempatkan kampanye ……atau pendapat yang tersesat? Walau sebetulnya ya bisa saja disambung-sambungkan kesana, apa lagi sekarang lagi hangat-hangatnya jelang Pilpres.
Memang kalau Prabowo jadi Presiden korupsi akan bisa ditangani dengan tegas dan tuntas? Bagaimana menghubungkannya? Padahal beberapa waktu yang lalu, Presiden SBY juga tersinggung kalau dikatakan tidak bisa tegas. Apakah kalau Prabowo jadi Presiden juga akan sekaligus merangkap jadi penegak hukum pengusut masalah korupsi? Atau beranggapan Presiden SBY tidak pro pemberantasan korupsi? Bisa jadi banyak rakyat yang terjebak iklan kampanye yang asal janji, tapi lupa merunut kemungkinan dapat terealisasi janji-janji manis kampanye yang mustahil dituntut dikemudian hari.
Ketika di-tipi pada acara Mata Najwa, waktu itu Bambang Widjojanto menanggapi pendapat Fahri Hamzah tentang KPK, ingat saya BW mengatakan bahwa FH “Pahamnya Tersesat”. Saya justru menarik garis merah pemahaman FH tentang KPK dan pemberi tanggapan memilih Presiden Prabowo tersebut diatas.
Kalau ingin korupsi diberantas dengan tegas dan tuntas, bukankah rakyat(diwakili DPR) seharusnya mendesak lembaga penegak hukum untuk memberi hukuman seberat mungkin pada para koruptor, dan menolak dengan keras rencana “berliku dan licik” yang dilakukan DPR untuk mengebiri kewenangan KPK. Bisa jadi DPR ber-alibi bahwa Pemerintah-lah yang mengajukan usulan penggantian UU yang menyangkut kewenangan KPK, kalau memang begitu ….kenapa DPR tidak langsung menolak saja pembahasannya karena ada unsur pelemahan KPK? Rakyat, saya utamanya, melihat betapa ngototnya anggota DPR ingin mengebiri kewenangan KPK, utamanya yang menyangkut sadap-menyadap telepon. Melanggar HAM katanya, tapi kenapa tidak pernah tereak kepada para koruptor bahwa korupsi itu melanggar HAM? Atau karena kebanyakan sang koruptor adalah kroninya atau mantan bos-nya di partai?
Sungguh saya justru curiga mereka yang sangat antusias ingin mengebiri kewenangan KPK, besar kemungkinan adalah tokoh-tokoh yang tidak bersih. Kenapa harus takut dengan kewenangan KPK kalau memang tidak punya niatan jelek? Anggota DPR memang statusnya mewakili rakyat, tapi rakyat mana yang menghendaki kewenangan KPK dikurangi? Luar biasa hebat memang kalau memberi ulasan-ulasan atau debat-debat yang terlihat di-tipi-tipi, mungkin dipikirnya yang bersangkutan paling hebat dan paling benar dengan mengatas namakan rakyat. Seandainya acara Mata Najwa waktu itu live dan bisa berkomunikasi dengan tokoh yang dibilangnya “Pahamnya Tersesat” …..pasti seru dan gempar, atau akan memalukan?
Penegasan saya lagi, yang paling penting dalam pemberantasan korupsi adalah jajaran penegak hukum yang diawasi oleh DPR dalam pelaksanaannya. Seandainya anggota DPR selalu mengkritisi pelaksanaan pengadilan, menyuarakan hukuman yang berat untuk koruptor …..Negeri ini akan cepat menjadi baik. Tapi yang terjadi justru DPR ingin meng-amputasi kewenangan penegak keadilan utamanya KPK dan mengubah UU supaya para koruptor tidak mudah terjerat hukum, hal yang sungguh sangat memilukan. Dan hal tersebut terjadi karena ternyata korupsi banyak dilakukan oleh:
1. Anggota DPR
2. Eksekutif (Bupati/Walikota/Gubernur/Menteri/…)
3. Penegak Hukum.
Bukankah nomor 1 dan 2 umumnya adalah bagian dari partai politik?
Jadi apakah dengan memilih Prabowo jadi Presiden pasti tidak ada koruptor lagi? Ayolah berpikir dengan bijak dan tidak menyesatkan, atau setidaknya tidak membiarkan rakyat tersesat. Sampai saat ini, saya tetap beranggapan “REKAM JEJAK” adalah hal yang terbaik sebagai panduan dalam memilih Presiden, dan rekam jejak kejujuran tokoh serta kemauan kerja untuk rakyat itu jauh lebih penting dari pada janji kampanye yang konyolnya janji dianggap sebagai program. Apakah itu bukan bagian dari penyesatan? Pada semua partai dan Capres/Cawapres, mana ada janji kampanye yang tidak baik dan tidak muluk? Jadi apa bedanya janji kampanye dan iklan kecap? Itulah sebabnya …..mana yang lebih penting, janji kampanye bahkan yang dianggap program atau “rekam jejak”? Ayolah jangan membodohi rakyat …….
Dalam tegaknya hukum, bagian yang harus dilakukan oleh pemerintah, utamanya Presiden adalah tidak intervensi walau keluarganya sekalipun seandainya sedang diadili. Apalagi kalau kemudian mengganti penegak keadilan karena merasa terganggu, jelas itu bukan Presiden yang baik, sangat diragukan kebersihannya. Memilih Menteri bersih dan “tegas” yang membidangi hukum, lalu menugaskan untuk selalu mengawal pelaksanaan tegaknya hukum(bukan intervensi). Dan yang tidak kalah pentingnya adalah membenahi institusi Kepolisian, tapi yang terakhir ini sungguh sangat susah. (SPMC SW, April 2014)
—————————–
.
“APA NAZARUDDIN BENAR LAGI, GAMAWAN ikut KORUPSI E-KTP??”
.
http://t.co/x7KkcNB2Lt
.
—————————–

No comments:

Post a Comment