Wednesday, October 9, 2013

SENSITIF || "SELAIN MUSLIM NYEMPLUNG NERAKA"

                                                 ( Image source : cakepane.blogspot.com )

.
b l o g s p o t. Waktu teman yang bagai saudara telepon saya dari negara dimana iya tinggal sekarang, diawali dengan basa-basi menanyakan keadaan masing-masing, biasa kami cerita ngalor-ngidul dan entah apa saja tapi selalu ada bahan untuk dibicarakan, tapi agaknya kali itu dia punya misi khusus. Menanyakan seseorang yang dia kenal di zaman bahuela yang ada hubungannya dengan saya, lalu menitipkan pesan supaya saya mengingatkan tentang agama yang dianut-nya, dan intinya menganjurkan pindah agama saja. Bukan main, dan hal itu menjadikan pembicaraan kami menjadi ‘hangat’. Tak terasa hal itu sepertinya sudah berlalu lebih tiga bulan, tapi sampai sekarang dia tidak pernah telepon lagi. Sangat mungkin dia tersinggung karena saya tidak mau menyampaikan yang kami sempat berdebat tentang hal itu. Wallahuallam …..semoga dia banyak mendapatkan kebahagiaan dalam hidup ini.
Agama benar-benar sangat individu, perdebatan tentang kebenaran agamanya siapa yang paling benar, ujung-ujungnya adalah ke-gondok’an, dan itu sangat sering terjadi bukan ?
Ketika ada artikel yang mengutip kitab suci sekalipun, ujung-ujungnya adalah pertengkaran. Yang membuat artikel menunjukkan kesahihan kutipannya ada di ayat sekian-sekian, yang memberi tanggapan mengatakan, berarti agamamu mengajarkan kekerasan, bahkan ada yang mengatakan Tuhanmu mengajarkan kekerasan. Yang terakhir jelas tanggapan yang terlalu emosi lupa memahami arti Tuhan yang Maha Esa.
Lalu ada lagi yang dengan gamblang mengatakan, selain Islam kafir, selain Kristen tidak akan masuk surga, apapun kebaikan yang dilakukan kafir sia-sia, mereka yang tidak mengikuti jalan Kristen berarti tersesat, selain muslim pasti nyemplung neraka, domba-domba yang tersesat, dll. Dan merekapun membuktikan dengan hal-hal tsb yang tertulis dikitab sucinya masing-masing. Tentu saja saya tidak menulis PERSIS dengan yang mereka tulis, karena saya tidak bermaksud menyeburkan diri didalamnya, maaf.
Begitulah yang terjadi pada keyakinan keimanan yang dimaknai secara sempit, dan itu menerbitkan ke-fanatikan yang tidak memberi celah toleransi, karena sangat yakin semua agama salah kecuali agamanya sendiri, tidak mampu berfikir kalau orang lain juga begitu, orang-orang semacam inilah yang paling disukai kelompok teroris untuk dipinang jadi pengantin pelaku bom bunuh diri. KASIHAN.
Itu semua membuktikan bahwa mereka ternyata berkaca mata kuda, pernyataan-pernyataan yang menggambarkan bahwa mereka sangat tidak memahami tentang agama mereka sendiri apa lagi agama orang lain. Tapi itulah yang terjadi, saling serang dan saling memaki.
Walaupun mereka beragumen sesuai dengan kitab suci jujungannya, tapi kebanyakan mereka lupa meng-kaitkan dengan ayat-ayat lain yang juga tertulis dalam kitab sucinya.
Kalau dalam agama Anda, Tuhan mengajarkan kasih, lalu misal ada seseorang yang kebetulan tidak seagama dengan Anda, tapi hidupnya penuh dengan kasih sesuai dengan yang diajarkan oleh kitab suci Anda, apakah orang tsb pasti akan masuk neraka ?. Kok seperti justifikasi oleh supir angkot jurusan surga ~ neraka saja ?
Begitu juga ketika ada yang membaca di kitab sucinya yang bermakna bahwa selain muslim pasti nyemplung neraka, tentunya juga lupa mempertimbangkan ayat-ayat lain yang tertulis dikitab sucinya itu, karena dilain ayat ada yang mengatakan mengimani kitab Qur’an dan kitab-kitab suci sebelumnya, bukankah itu juga berarti mengakui kebenaran-kebenaran kitab suci lainnya ? Lalu bagaimana makna yang diargumentasikan, bukankah saling bertentangan ? Harusnya memaknainya jangan hanya sepenggal-sepenggal, selain bisa dipahami kefanatikan oleh orang lain, hal itu rentan bertabrakan dengan hidup berdampingan dengan saudara sebangsa dan setanah air.
Ketika ada yang mengeluhkan, sebagai muslim kenapa menghujat pemerintah yang akan menegakkan peraturan susuai Islam.
Cobalah merenungkan keluhan tsb, bukankah pemerintah tidak hanya mengurus warga yang beragama mayoritas, sesuai konstitusi bahwa semua warga negara punya hak dan kewajiban yang sama terhadap NKRI.
Terkadang banyak diantara kita yang “merasa” bahwa mayoritaslah yang punya hak lebih, dan lebih absurd ketika tokoh-tokoh yang seharusnya sangat terhormat berkomentar tentang kasus lurah Susan di LA yang beragama tidak sama dengan mayoritas, ada anggota DPRD, bahkan juga mendagri yang berpandangan sama, “sebaiknya” gubernur dalam menempatkan lurah memperhatikan mayoritas lingkungan dimana pejabat akan ditugaskan. Sepintas sepertinya masukkan tsb tidak ada yang salah, tapi kalau ditarik secara ekstrim dari makna tsb, secara sistematis menganjurkan pelanggaran konstitusi yang berdampak/berkehendak penghapusan minoritas. Karena itu berarti hampir tidak memungkinkan pejabat apapun yang beragama minoritas bisa ditempatkan di NKRI ini.
Sepertinya kita terkaget-kaget ketika ada yang menegakkan kebenaran, itu menunjukkan bahwa kita sudah sangat lama terbius kesewenang-wenangan yang menyenangkan.

Pandangan semacam itulah yang juga digunakan untuk menghalangi pendirian rumah ibadah minoritas oleh mayoritas, yang bahkan dikuatkan oleh SKB 2 menteri yang apakah tidak patut dipertanyakan terhadap konstitusi tentang persamaan hak dan kewajiban untuk semua warga negaranya ?. Apakah tidak ada yang berminat mengajukan pada MK untuk pengujian ulang SKB tsb ?
Karena konon kabar-burung yang beredar adalah menciptakan ruang pat-pat-gulipat tersendiri untuk mendapatkan ijin pendirian gereja dan juga dimanfaatkan oleh demo-demo penolakan yang konon kabar burungnya juga berakhir dengan upeti. Apakah itu bukan semacam manajemen preman terselubung tapi dilegalkan ? Atau dianggap sapi perah tanpa biaya pemeliharaan ? Mungkinkah ada kesetaraan perlakuan dinegeri ini seperti yang termaktub pada konstitusi ? Sampai kapan hal-hal semacam itu dilanggengkan ? Maaf kalau salah dalam penyampaian cerita, karena hal tsb adalah kabar burung yang saya lupa kapan tepatnya pernah saya dengar dan seberapa sering ?, walaupun sepertinya masuk akal juga.


Tapi yang tampak terlihat adalah, dimanakah di negeri ini ada penghalangan atas didirikannya rumah ibadah mayoritas ? Di Bali, di Papua, di Tim Tim sewaktu masih gabung dengan Indonesia-pun juga tidak pernah ada penghalangan. Itu setau saya, padahal bukankah ditempat-tempat tsb agama mayoritas negeri ini bukan merupakan agama mayoritas ?
Pada banyak perdebatan, kebanyakan kita semua beragumen “pokoknya”, dan karena pakai kaca mata kuda yang menganggap agama lain salah, pasti menimbulkan perdebatan, dan berujung pe-labelan agama : kafir, fanatik, picik, kekerasan, egois, munafik, arogan, babi, tolol, anjing, onta, teroris, dan sumpah serapah lainnya.
Maka ketika kita berdebat hebat tentang kebenaran agamamu atau agamaku, bahkan sepertinya kita rela saling membinasakan, apakah kita masih tidak malu mengaku bahwa kita beragama dengan benar ?
Kalau toh Anda menang dalam perkelaian, maka Anda merasa telah membela kehormatan agama Anda, dan kalau toh Anda harus binasa, maka Anda mendapat julukan mati syahid karena membela agama ?
Apakah keyakinan semacam itu yang harus kita pertahankan ?
Kebanyakan dari kita amat sangat egois, dan itu menerbitkan ketololan yang amat sangat, merasa hanya agamanyalah yang seribu persen paling benar, tapi lupa memikirkan kalau semuanya juga merasa bahkan dua ribu persen benar sampai kita semua begitu fanatiknya, dan bahkan semuanya juga benar sesuai dengan kitab sucinya masing-masing. Dan kalau itu dipertentangkan maka akan menimbulkan perang, padahal kalau mau menanyakan, merenungkan lebih dalam kemasing-masing dirinya, ketika semuanya berlandaskan kitab suci yang tentu saja tidak boleh diragukan kesahihannya, dan semuanya kekeh, semuanya merasa sudah sangat memahami agamanya, bukankah itu sama saja kita semua menganggap Tuhan telah mengadu-domba kita ? ( ampun Gusti, hanya ingin menunjukkan ketololan kita. Red ) Atau kita lebih baik menyalahkan setan, yang itu berarti juga mengakui ketololan kita masing-masing bukan ?
Percayakah Anda bahwa hal itu juga bisa membuat dunia ini kiamat ?
Coba bayangkan kalau sampai gara-gara agama terus terjadi perang dunia, penggunaan bom atom, atau bahan kimia pemusnah masal lainnya yang tentu saja saat ini entah barapa ribu kali lebih dahsyat dan canggih dari pada bom atom Nagasaki dan Hiroshima, bukankah itu sama dengan kiamat ? Padahal saat ini, kemampuan itu bisa dilakukan oleh banyak negara.
Dan itu bisa terjadi karena setan menggunakan agama dalam merekayasanya, atau lewat ke-egois-an kita, juga keserakahan-keserakahan kita.
Pada saat semua itu terjadi, pastinya SETAN sedang merayakan keberhasilannya atas suka cita maupun nestapa yang terjadi, dan itu berarti setan selalu menang atas apapun posisi kita bukan ? Apalagi jika berhasil menciptakan kiamat sebelum kiamat itu sendiri terjadi atas kehendak Tuhan.
Jadi hati-hati-lah kiamat itu juga bisa terjadi atas rekayasa setan, karena berhasil meng-adu-domba kita yang mengaku manusia beragama paling benar sekalipun.
Dan yang perlu juga diingat adalah kiamat itu ada beberapa tingkatannya, seperti misalnya warga Tunisia, Suriah, Afghanistan, Irak, Mesir, Libia, dimana negaranya banyak terjadi konflik, bahkan sangat banyak warganya yang harus ngungsi/melarikan diri dari negaranya, atau bahkan jadi tumbal kematian, apakah hal yang dialami oleh warga-warga tsb tidak boleh disetarakan dengan kiamat ? Setan pastinya juga tersenyum melihat keberhasilan tsb.
Seandainya kita semua hanya selalu berpedoman kebaikan dalam ber-agama, berdawah/berkotbah/bertausiah dengan mempertimbangkan keutuhan saudara sebangsa dan tidak mencampur adukkan agama dalam pemerintahan, alias berlaku adil terhadap semua warga negara sesuai konstitusi tanpa mempertimbangkan apa agama dan ras seseorang, pastinya NKRI akan segera menjadi negara yang hebat dan sangat bermartabat ! Tapi karena setan telah berhasil menguasai kita semua, apapun peringatan atas nama kebaikan akan diabaikan, termasuk juga maksud dari artikel ini. MENYEDIHKAN ! (© By SPMC SW, All rights reserved )
*****************************
NOTES :
Semoga artikel ini tidak membuat banyak pembaca menjadi geram, dan artikel ini merupakan susulan kelompok artikel “sekuel SENSITIF” yang sudah ada.
——————————————

No comments:

Post a Comment