Thursday, October 24, 2013

RESEP RAHASIA DOKTER SPESIALIS


                                              ( Image source : wap.bookmarkwap.com )


.

b l o g s p o t. Pertama sekali saya mau mengucapakan selamat kepada semua dokter di Indonesia, karena hari ini adalah "Hari Dokter Nasional".

Lalu saya mau sedikit cerita tentang resep rahasia dokter spesialis sesuai dengan judul artikel ini.
Sore tadi saya ke RS.St.Carolus, Tangerang, menjadi pasien Dr.L, Sp.KK, karena dikaki kanan saya ada timbul beberapa bisul kecil-kecil yang saya tentu saja khawatir menjadi bertambah banyak. Lalu setelah diperiksa dan difoto memakai kamera poket/saku oleh suster-nya sebagai dokumentasi, dituliskan resep dengan perkiraan sebab sakitnya adalah virus - alergi, yang "kemungkinan" disebabkan karena memang belakangan saya lagi beres-beres barang lama yang akan dibuang karena tidak terpakai.
Sekitar lima menit saya ada diruang periksa dokter, lalu kekasir untuk membayar Rp.180ribu dengan perincian konsultasi 160ribu dan 20ribu administrasi.
Lalu kebagian farmasi/apotik yang ada dilantai dimana kasir berada, saya serahkan resep yang saya dapatkan, tidak lupa saya minta copy resepnya.
Setelah membayar Rp.111.400,-  dengan perincian kapsul 51.400 dan cream 60.000, saya mendapat dua macam obat, satu macam kapsul racikan sebanyak 7 butir dengan kandungan Alloris 10 mg dan MP 16 mg untuk tujuh hari ( 1 X sehari 1 kapsul ), tidak ada masalah. Lalu obat yang satu lagi cream olesan, ini yang menjadi tanda tanya saya, karena copy resep yang saya dapat hanya tertulis CSL 3, dan ketika saya tanya uraiannya, katanya itu resepnya dokter pribadi, jadi engga boleh tahu.
Wow .....seandainya saya punya apotik sendiripun, saya juga harus tetap beli obat di RS tersebut. Bukan main, apakah memang begitu aturannya ? Maklum karena saya termasuk jarang berobat kedokter, jadi saya tidak mengerti. Mohon pencerahannya bagi pembaca yang memahami seluk beluknya.

Karena dengan apa yang saya alami saat tadi, pemahaman saya adalah adanya monopoli, karena pasien otomatis dipaksa harus beli obat di RS tersebut.

Itu baru hal-hal yang kecil, padahal cerita yang berkembang diluar adalah banyaknya pasien yang berbondong-bondong berobat ke Malaysia dan Singapura. Kemudian semua tokoh penting menghimbau supaya berobat didalam negeri saja, termasuk himbauan oleh kepala negara untuk jangan berbondong-bondong berobat keluar negeri, karena didalam negeri sudah cukup lengkap dan canggih.

Lalu tadi pagi saya mendengar talk-show diradio, IDI ber-argumentasi kalau dokter di-Indonesia itu bekerja di rumah sakit yang dimiliki oleh pengusaha yang tentu saja kebanyakan adalah bukan dokter.

Apakah itu berarti secara awam kita harus menerima keadaan yang ada ?
Sepertinya diharapkan begitu, padahal kalau saya boleh mengutarakan hal yang berbeda, begini pengkritisan saya.

IDI = Ikatan Dokter Indonesia, tentu saja saya mengharapkan adalah ikatan yang punya power, karena kalau tidak ada apa-apanya, ya lebih baik dibubarkan saja bukan ?

Lalu ada sumpah dokter, maka kalau kedua hal itu disatukan untuk hal-hal kebaikan, saya rasa tidak usah harus dihimbau untuk berobat didalam negeri bukan ?

Karena kalau semua dokter yang juga diperkuat oleh IDI, tidak tunduk kepada pemilik RS yang dibilangnya adalah pengusaha tersebut, memangnya RS-nya bisa apa ? Kalau semua dokter tunduk kepada sumpahnya, lalu IDI berdiri dibelakangnya, memang Rumah Sakit tidak butuh dokter ? Jadi bisa saja kan, kalau ada dokter dikeluarkan dari suatu rumah sakit yang dikarenakan dokter tidak mau melanggar sumpahnya, maka IDI juga melarang dokter siapapun untuk tidak boleh kerja di Rumah Sakit tersebut ! Jadi dokter juga diwajibkan melapor ke IDI sedang bekerja di Rumah Sakit mana, dan kalau dikeluarkan juga wajib lapor supaya IDI bisa paham duduk masalahnya.

Ayo IDI tunjukkan kewibawaan kalian, dan saya rasa tidak perlu dikasih tahu tentang kehebatan negara lain yang selama ini banyak dituju pasien dari Indonesia bukan ? Saya yakin kita semua sudah tahu, kalau disana bisa memberi pelayanan yang memuaskan dan katanya juga lebih murah, kenapa disini tidak bisa ?
Himbauan tidak menyelesaikan masalah, kenyataanlah yang berbicara.

Kenyataan cerita disini yang sering terjadi adalah, mahalnya biaya juga adanya dokter yang menciptakan penyakit-penyakit kepada pasien. Malah ada yang harus dioperasi padahal sebetulnya tidak perlu, begitulah cerita di talk-show radio yang saya dengar, karena dokter diminta mengeruk uang pasien sebanyak-banyaknya.

Jadi sebetulnya IDI juga bisa berperanan sangat besar kalau independen dan berkehendak, apalagi ditunjang oleh sumpah dokter.

Kalau itu terjadi, saya rasa kasus koin Prita juga engga bakalan ada bukan ?
Begitu juga kasus-kasus lain yang banyak beredar tapi tidak mencuat karena tidak sampai kepengadilan.

Tolok ukurnya adalah masih berduyun-duyunnya pasien lebih memilih Malaysia atau Singapura. FAKTA !
( SPMC SW, © Okt 2013 )

No comments:

Post a Comment