Wednesday, May 1, 2013

MEMBINA TANGGUNG JAWAB YANG SEMESTINYA




( Image source : rushendra.com )


Sering kali aku jadi bingung dengan keadaan masyarakat kita. Banyak pembiaran kesalahan dilakukan, malah kadang-kadang, aku merasa banyak yang memberikan dukungan terhadap kesalahan.

Paling gres, kejadian ujian SLTA yang carut marut, ada yang menuntut Pak Menteri mundur, terus katanya Pak Menteri mau mundur kalau diminta oleh Presiden. Lho . . . .  walau engga ada masalah sekalipun misalnya . . . kalau Pak Presiden minta Menterinya mundur . . . ya harus mundur juga toh . . . . ?  Budaya kesadaran itu blom ada di kita, walaupun terkadang saya pikir 'mundur' akan lebih terhormat untuk jangka panjangnya. Blom ada tokoh di negeri ini yang berani mangakui kesalahannya! Kalau udah dinyatakan tersangka oleh KPK lalu menteri mundur, itu mah sudah seharusnya dan engga perlu dibanggakan juga oleh para koleganya !.

Masih bersangkutan dengan ujian nasional SLTA, ada anak yg tidak boleh ikut ujian karena kasus menikah. Ironi sekali kejadian ini. Tapi . . . jujur ngomong saya setuju dengan Bapak Kepala Sekolah tersebut !! ( di Tangerang ya ? ).  Nah lho !!, kok saya tidak punya rasa empati ya . .  maaf-maaf ya, kalau menurut saya hal ini juga termasuk pembelajaran budaya yang rada engga bener kalau tidak boleh dibilang salah, bisa juga disangkutkan ke seseorang yang berani mengakui kesalahannya. Bukankah katanya anak tersebut waktu masuk sekolah sudah diberitahu, dan ada perjanjian yang ditanda tangani untuk masalah tersebut ?  Kalau ada yang melakukan pembelaan terhadap anak tersebut . . . mestinya ya mbok lihat jangka panjangnya untuk pendidkan anak bangsa ini secara keseluruhan  . . . Biarlah anak tersebut berani mangakui kesalahannya, bukannya malah dibela yang seolah-olah salah mau dibenarkan . . . . bukannya malah kasihan tuh ?? Lagian . . . toh kepala sekolahnya dah memberikan jalan keluar untuk ikut ujian paket C bukan ?? Kalau banyak yang engga setuju, ya mestinya peraturannya yang dirubah, tidak boleh lagi ada isi perjanjian seperti yang ditanda tangani oleh anak tersebut ketika akan menjadi siswa.

Masih nyangkut masalah sekolahan, waktu itu baca berita di koran, disekolahan swasta jika ada sejumlah murid tertentu yang beragama tertentu juga, maka sekolahan tersebut wajib memberikan pelajaran agama yang dianut oleh siswa tersebut. BENAR, memang seharusnya begitu !! Tapi . . .  .  ya mestinya dilihat swasta-nya dulu lah.  Basis sekolah swastanya itu apa ?? Kalau memang sekolah swata tsb tidak berbasis agama tertentu ( juga termasuk sekolah negeri ), ya memang seharusnya memberikan pelajaran agama sesuai dengan agama yang dianut muridnya. Tapi jika sekolah tersebut sudah jelas menyebutkan bahwa sekolah tersebut adalah sekolah Islam, sekolah Kristen, sekolah Katholik, sekolah Budha, ya mosok kita mau menuntut pelajaran agama lain disekolah tersebut ??  Mestinya ya yang beragama tidak sesuai jangan masuk disekolah tersebut . . . . . . bukankah itu lebih rasional ?  Sama juga misalnya, dah tahu itu restoran Pizza, masak kita mau maksa beli sayur asem ??  Ayolah . . . . semestinya kita belajar dari hal-hal yang sepertinya sepele, tapi "JANGAN membenarkan hal-hal yang tidak semestinya, dan menyalahkan hal-hal yang semestinya".

Ada lagi waktu itu, seorang tokoh wanita yang punya anak balita ditahan oleh KPK karena masalah korupsi. Lalu komnas anak sepertinya memperjuangkan supaya ibunya bisa mendapatkan tahanan luar karena intinya sangat memperhatikan kebutuhan kasih sayang oleh ibunya terhadap anak tersebut. Sepertinya sangat mulia ya ? Tapi . . .  lagi-lagi saya harus jujur ngomong . . . kok seperti ada yang engga pas tuh ? Apakah kejahatan korupsi itu seperti kecelakaan ??  Yang tidak diinginkan, tidak diduga, tidak dimaui . . . .  . Ayolah Kak . . . .  kita menjernihkan masalah yang semestinya kalau mau membela . . .  bukankah manusia sama derajatnya di hadapan ALLAH, semua Agama mengatakan begitu bukan ?  Napa engga memperjuangkan begitu banyak anak dijalanan yang juga sangat butuh bantuannya ? Atau karena engga diminta oleh ortunya ?  Dan apakah juga harus selalu tunggu diminta ??  Sori aku bingung . . . Beruntung majelis tidak mengabulkan permohonan tersebut, jadi rasa gusar saya tidak berlanjut . . . . hehehehe. Untuk para pesakitan, berani berbuat, beranilah bertanggung jawab.  Korupsi itu bukan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya, karena . . . . masak iya engga tahu sih perbuatannya tsb tergolong korupsi atau tidak ???  Kalau penerimaan uang diluar gaji yang resmi, ya mestinya itu terindikasi korupsi bukan ??  Apa lagi menerimanya pakai sembunyi-sembunyi alias takut ketahuan orang lain ?  Kalau memang berniat bersih, ya ditolak aja, jangan malah menyalahkan keadaan atau membela diri seolah-olah terjebak keadaan.

Benar yang dikatakan banyak orang, mestinya tv tv nasional yang ada bisa memberi edukasi ke masyarakat tentang etika yang benar, bukannya malah cenderung memutar balikkan keadaan supaya lebih rame dan seru diberitakannya. Seperti misalnya pemberitaan ttg anak sekolah yg begitu ngotot memperjuangkan keikutsertaannya dalam ujian yang jadi mengaburkan seolah-olah anak tersebut menjadi tidak ada kesalahannya sama sekali.  Juga teringat talk show seorang prof. bekas menteri yang sudah keluar dari penjara karena korupsi, yang dengan 'sumringah' menceritakan pengalamannya ketika ketakutan waktu didalam penjara. Bahkan anak bangsa yang sekaliber  profesor-pun tidak punya budaya malu . . . .

Moga-moga generasi mendatang lebih baik ya . . . . 


Wassallam

blogspot, Mei 2013

by SW




No comments:

Post a Comment