Monday, April 14, 2014

STRATEGI "GILA" OTAK-ATIK PDIP


Blogspot. Setelah Pemilu Legislatif selesai, kini semua partai politik bergegas kalkulasi untuk Pemilu Presiden. Koalisi adalah keniscayaan, bahkan juara satupun “sepertinya” tidak cukup suara untuk mencalonkan diri sendiri. Bisa jadi koalisi-nya akan diluar prediksi banyak pengamat, karena seperti yang sudah banyak ditereak-kan orang tentang politik, “Tak ada musuh atau teman abadi, yang ada adalah kepentingan saat ini”.
Walau begitu, sebaiknya para tokoh politik juga memperhatikan psikologi massa, karena pemilu langsung adalah hak rakyat untuk memilih siapa. Kecerdasan membaca keinginan masyarakat inilah penentu kemenangan Pemilu Presiden, sudah banyak contoh kalkulasi persentase angka suara tidak otomatis akan jadi juara setelah di-implementasikan. Bukankah Pilkada DKI hampir semua partai yang mendukung Foke juga kalah?
Memperhatikan peta perolehan suara Pemilu Legislatif, dan juga mencermati wacana partai dalam mengusung calon Presiden yang selama ini disuarakan, besar kemungkinan yang akan mengajukan Capres adalah:
GOLKAR
Wacananya sudah sangat lama, bahkan suara dari dalam partainya sendiri kalau menentang akan terlibas, jadi ARB besar kemungkinan akan maju jadi Capres.
GERINDRA
Sangat inginnya Prabowo untuk menjadi Presiden tidak dapat ditutupi, dan sepertinya pantang untuk jadi RI-2, jadi besar kemungkinan Prabowo akan maju jadi Capres.
PDIP
Sebagai pemenang pemilu, tentu saja sangat kebangetan kalau tidak mencalonkan Capres, bisa jadi akan menimbulkan anti-pati masyarakat kalau itu tidak dilakukan, jadi mau atau tidak, Jokowi harus dimajukan sebagai Capres.
.
“ANALISA PETA KOALISI”
PDIP(19) + GERINDRA(11), memenuhi syarat, tapi saya sangat yakin tidak akan terjadi. Alasannya, Prabowo sudah sangat ngebet ingin jadi Presiden, tapi sangat konyol kalau Jokowi jadi No.2 padahal suara terbanyak ada di PDIP. Walau hujatan dalam kampanye yang dilakukan oleh Gerindra bisa dikesampingkan oleh Partai PDIP atas nama kepentingan sesaat, tentu tidak mudah dilupakan oleh masyarakat pemilih. Lalu menelisik pengalaman pemilu sebelumnya, (maaf)MEGAPRO tidak dikehendaki oleh rakyat, untuk tidak menghakimi salah satu pihak, maka saya anggap kedua tokoh tersebut tidak layak dikompetisikan kalau tidak ingin mengulangi kekalahan yang sama. Jadi sudah sangat bijaksana Ibu Mega mengambil keputusan untuk mamajukan Pak Jokowi, semoga tidak salah mengambil kebijakan untuk bergabung dengan GERINDRA, walau Prabowo andainya bersedia jadi Cawapres. Dan itu sangat penting menurut analisa saya. (Kecuali GERINDRA diwakili AHOK hehehehe)
Karena perkiraan saya GOLKAR harga mati akan mengusung Capres, maka tidak mungkin juga PDIP koalisi dengan GOLKAR.
Kalau Pemilu Legislatif saja masyarakat memperhatikan tokoh Presiden yang akan diusung, apalagi Pemilu Presiden/Wapres, maka pengajuan figur yang tepat adalah keniscayaan kalau ingin jadi pemenang.
Untuk PDIP(19), saya sangat menganjurkan koalisi dengan PKB(9), tentu saja PDIP yang harus aktif meminta, tapi yang diminta adalah Mahfud MD bukan Roma, dan kalau PDIP yang aktif, itu memberi jalan keluar bagi Cak Imin, karena sampai dengan saat ini, Roma sudah sangat piawai memagari dengan rasa ewuh-pekewuh kalau sampai Cak Imin tidak memajukan Roma. Tapi dengan adanya permintaan tokoh dari PDIP, tentu saja memberi jalan keluar bagi Cak Imin untuk melewati garis ewuh-pekewuh tersebut, jangan ber-koalisi dengan PKB jika tidak mau mengajukan Mahfud MD.
PDIP(19) + NASDEM(6), masih mungkin, tapi apakah Surya Paloh termasuk tokoh yang menjual, menurut saya masih riskan, tapi kalau memperhatikan lawannya adalah ARB dan Prabowo, besar kemungkinan Jokowi jadi pemenangnya. Jadi intinya adalah tidak memasangkan Jokowi dengan tokoh yang justru akan sangat kontradiktif, misalnya Jokowi + Roma, Jokowi + Prabowo, Jokowi + ARB. Apalagi menaruh Jokowi di nomor 2, pasti hasilnya akan sangat mengecewakan, bahkan cenderung bunuh diri.
Kalau mau memajukan Jokowi dengan Dahlan Iskan, itu juga tidak masalah, terlebih DI termasuk netral, tidak kental Demokrat tapi Demokrat mau memberi dukungan. Itu berarti PDIP(19) + Demokrat(9), memenuhi syarat.
PDIP(19) + PAN(7), syarat juga terpenuhi, berarti Hatta Rajasa jadi No.2, bisa jadi akan menang karena seperti juga sudah diduga banyak orang sebelumnya, Jokowi pegang peranan penting dalam mendulang suara, kalau toh banyak tokoh pengamat yang menyuarakan bahwa efek Jokowi ternyata tidak signifikan, jangan terlalu dimasukkan hati, itu pendapat yang sangat bermuatan kehendak lain, karena apa ukuranya? Kenyataan PDIP jadi juara itu adalah pasti, berkurangnya Golput itu juga sesuatu yang pasti, tapi mereka tidak mau menyatakan bahwa itu berkaitan dengan Jokowi, padahal sudah banyak yang menyatakan mereka turun gunung karena ada Jokowi. Kalau PDIP meminta tokoh dari PAN yang diajukan adalah Drs.H. Suyoto M.Si (Kang Yoto), Bupati Bojonegoro, Jawa Timur, bukan tidak mungkin akan menggegerkan perpolitikan Indonesia, anak-anak muda akan berbondong-bondong memilihnya. Soal namanya belum populer, tidak ada masalah, begitu diumumkan otomatis akan menjadi topik pembicaraan yang tiada henti, akan di buru para pewarta, dan itu iklan gratis yang luar biasa.
Jadi intinya adalah penentuan figur calon pendamping, bahkan sangat mungkin menang kalau berani mencalonkan tokoh seperti Prof. DR. Ir. H.M. Nurdin Abdullah, M.Agr., Bupati Bantaeng, Makassar, Sulsel. Minta saja partai NASDEM untuk merekrut yang bersangkutan dengan melobi partai GOLKAR terlebih dahulu, bukankah waktu itu Ahok juga mirip begitu? Pasangan yang pasti akan mendulang “luber” suara karena juga mewakili luar Jawa.
Sebagai pertimbangan figur tokoh yang positif untuk memenuhi keinginan masyarakat dalam mencari pasangan untuk Jokowi oleh PDIP, menurut saya adalah:
1. Mahfud MD via PKB.
2. Ahok via GERINDRA atau minta NASDEM untuk rekrut Ahok
3. Prof. DR. Ir. H.M. Nurdin Abdullah, M.Agr., Bupati Bantaeng, Makassar, Sulsel via NASDEM untuk rekrut.
4. Dahlan Iskan via Demokrat.
5. Drs.H. Suyoto M.Si (Kang Yoto), Bupati Bojonegoro, Jawa Timur via PAN.
Sudah saatnya Indonesia menjadi hebat, dan itu butuh dipimpin oleh orang-orang hebat. Dan saya sangat yakin PDIP akan menjadi hebat kalau berani melakukan revolusi dalam menentukan figur tokoh Cawapres-nya.
Yang tidak kalah pentingnya adalah koalisi dengan satu partai saja, supaya tidak bagi-bagi jatah Menteri, karena bagi-bagi jatah jabatan Menteri sudah sangat jelek dipandang dari sudut manapun juga. Keinginan tentang kuatnya pemerintahan jika mendapat dukungan dari parlemen bisa dipahami, tapi bukankah itu yang kita saksikan pada pemerintahan yang masih berlangsung saat ini, yang juga menggalang koalisi dengan gendut? Kalau berencana menciptakan pemerintahan yang bersih, kenapa harus takut? Kalau yakin akan kebersihan diri sendiri dan sama sekali mengharamkan korupsi oleh kroni, tidak perlu harus menggalang koalisi dengan pola pikir kemenangan suara parlemen, kecuali memang berpikir untuk menjarah uang rakyat. Jadi sebaiknya terbuka dan jujur saja, berkoalisi dengan rakyat pasti lebih hebat. Tapi saya tidak bermaksud mengatakan koalisi tidak penting, bukan disitu titiknya.
Dan akan lebih bagus kalau jatah Menteri nantinya tetap dipilih oleh PDIP dan Jokowi dengan pertimbangan dari Wapres terpilih, walaupun tokoh menterinya dari partai koalisi sesuai dengan jatah yang disepakati. Itu penting dibicarakan dari awal supaya tidak terjadi masalah, dan terutama pemerintahan bisa berjalan dengan baik dan bersih. Jadi bukan pasti diterima setiap usulan nama oleh partai koalisi.
Hidup terkadang memberi pilihan untuk Anda menjadi hebat atau terpuruk, dan keberanian menentukan pilihan itulah yang akan mencatatkan Anda dalam sejarah orang hebat. Berbahagialah Anda yang punya kesempatan untuk itu, karena jarang ada kesempatan yang bisa didapatkan oleh setiap tokoh sekalipun. Dan kini Ibu Megawati masih punya kesempatan untuk itu. Tapi untuk kali ini juga dibutuhkan “kecepatan” dalam mengambil tindakan yang berani. Saya tahu ini adalah pertaruhan lanjutan setelah dengan berani menentukan Jokowi sebagai Capres dari PDIP. Salut …. seandainya saya punya kesempatan untuk langsung menyampaikan kepada beliau. (SPMC SW, April 2014)
———————————-
Artikel inipun juga saya sampaikan untuk Ibu Megawati, mohon maaf kalau sepertinya sangat lancang atau terkesan men-dikte, tapi saya hanya berniat sumbang pendapat, karena hanya itu yang dapat saya lakukan sebagai pendukung Jokowi untuk menjadi Presiden Negeri ini. (SW).
——————————–
.
“REKAM JEJAK TRAGEDI MEI-98″
.
http://t.co/bop3ecT2eF
.
———————————-

No comments:

Post a Comment