Saturday, December 31, 2016

"SIAPA TERSESAT AGAMA SESAT?"




"SIAPA TERSESAT AGAMA SESAT?"
.
Opini Logika Sensi #SPMC Suhindro Wibisono.
.

Di habitat aslinya, ikan teri selalu mengelompok dengan ikan teri, begitu juga dengan ikan cakalang, ... Hyena juga suka mengelompok, kelelawar, burung walet, burung gelatik, belalang, .... Kalau manusia, mengelompok berdasarkan tabiatnya, profesinya, hobinya, "rasanya" ..... Maling sering bersekutu untuk malakukan aksinya, copet, perampok juga begitu .....
.
Manusia punya jiwa, roh, aura, kharisma, nurani, etika, empati, rasa, pendapat, itulah yang membedakan dengan binatang. Orang-orang "pandai" ada yang dapat berkomunikasi dengan orang pandai lain melalui "empati tele wicara rasa", seolah cocok, lalu mereka merasa sreg berteman, orang-orang berilmu kebatinan itu mengelompok tersendiri seolah batin mereka dapat berkomunikasi, dan mungkin saja benar berkomunikasi karena kita sebagai awam tidak paham bagaimana mereka berkomunikasi.
.
Dukun jahat, dukun santet, berarti bisa komunikasi juga dengan roh-roh jahat agar santet dan kejahatannya dapat terlaksana bukan? Dan dukun jahat, dukun santet itu berarti juga mempunyai nurani jahat sesuai dengan profesinya. Sama seperti orang baik menilai perampok, apa mungkin orang baik menilai perampok itu baik? Kecuali mungkin mereka saudaranya.
.
Orang yang belajar apapun akan terpengaruh dengan yang dipelajari itu. Bahkan sangat mungkin menjiwainya sehingga terbentuklah karakter atau bahkan menjiwai sesuai dengan apa-apa yang dipelajari itu. Didikan akan mempengaruhi jiwa seseorang, sapta marga prajurit juga akan mempengaruhi prajurit itu sendiri, doktrin komunispun juga begitu ......tapi tetap ada saja yang desersi, mbalelo bukan?
.
Dari semua doktrin tentang ajaran, yang paling hebat merasuki diri manusia adalah ideologi agama, manusia bisa rela melakukan apapun juga demi agamanya. Tapi hal itu biasanya terjadi pada agama-agama yang tidak rasional, yang tidak bermuatan kebenaran universal, "AJARAN AGAMA YANG DISESATKAN", atau ajaran yang sejatinya bukan ajaran Tuhan tapi dianggap ajaran Tuhan, bisa juga salah mempelajari agamanya. Karena Tuhan adalah kebaikan dan hantu (setan) adalah kejahatan, jadi ajaran apapun itu yang tidak bertujuan menjadikan manusia menjadi lebih baik, pastilah itu ajaran sesat, ajaran jahat, ajaran hantu, dan pasti bukan ajaran Tuhan. Tuhan tidak mungkin mengajarkan kejahatan, karena kejahatan itu sendiri adalah wilayahnya hantu (setan/iblis).
.
Kenyataannya bukankah selalu ada orang baik dan orang jahat disemua agama? Karena agama itu banyak menyangkut wilayah tafsir, itulah akar masalah juga. Andai semua menyadari bahwa apapun tafsir yang kita persepsikan atas isi kitab suci, jika tafsir itu bertujuan negatif, mencelakai manusia lain, menjahati orang lain apapun agamanya, juga termasuk memperburuk keadaan bumi, maka harusnya menganggap bahwa kita telah SALAH menafsir isi kitab suci itu.
.
Jika ada ayat kitab suci tidak bisa ditafsir positif, dan memang maknanya membenarkan orang melakukan hal negatif, saya curiga itu bukan ajaran Tuhan, tapi ada penyusupan ajaran hantu dalam kitab suci oleh oknum manusia. Tafsir itu sudut pandang sesuai kacamata kita, contohnya pisau adalah baik jika digunakan dokter untuk melakukan bedah guna penyembuhan penyakit, dan jahat jika digunakan untuk membunuh. Jadi ayolah kita tetapkan bersama mulai saat ini, apapun tafsir kita tentang kitab suci kita, jika kita menafsirkan negatif, merugikan manusia lain dan juga merusak bumi, maka kita harus segera sadar bahwa kita telah salah tafsir, atau jika kita dengar dari kotbah, artinya kita sedang disesatkan oleh sang pengkotbah! Hanya penyesat yang mengajak ummat untuk memusuhi ummat manusia lain, bahkan memprovokasi agar ummat melakukan jihad dan rela mengorbankan jiwa untuk membela Tuhan. HATI-HATI DAN TOLAK SAJA.
.
Menurut rasa saya, ajaran Tuhan yang benar seharusnya menghasilkan kebaikan, lebih banyak menghasilkan manusia-manusia menjadi welas asih, itu artinya manusia yang TIDAK EGOIS. Jadi memang EGOIS adalah awal segala macam masalah. Pribadi maupun kerumunan atau kelompok manusia egois sering ditampilkan dengan prilaku beringas, brutal, merasa benar sendiri, melawan aturan umum, bahkan tega menyakiti manusia lain untuk melampiaskan sifat egoisnya. Semakin beringas atau semakin negatif perbuatan pribadi atau kelompok mereka, menggambarkan semakin egois. Kelompok egois pastilah semuanya egois, karena memang manusia cenderung akan mengelompok sesuai sifatnya dan lain-lain yang dibahas pada awal-awal tadi, jadi bayangkan betapa lebih egoisnya pemimpin kelompok yang dikategorikan bringas dan egois tersebut. Bukankah pemimpin biasanya melebihi yang dipimpin? Hitler, Sadam Husein, Idi Amin, Dimas Kanjeng, adalah contoh manusia-manusia "tega", karena itulah juga sifat yang mendukungnya untuk menjadi pemimpin kelompoknya. Hebatnya ternyata manusia punya keistimewaan untuk dapat sadar, tobat atau insyaf, tapi sayang tidak banyak.
.
Seperti yang pernah saya tulis di artikel lain, kalau mau menilai suatu ajaran itu baik atau tidak, ya nilailah hasilnya. Walau memang mustahil suatu ajaran menghasilkan seratus persen manusia baik semua, karena sangat banyak sifat dasar manusia yang memang sudah tidak baik dan menetap pada diri manusia itu, maka apapun ajaran agamanya belum tentu dapat menghilangkan sifat tidak baik itu, apalagi jika masih ditambah mendapat ajaran yang disesatkan, bisa dibayangkan bagaimana hasil kejahatannya.
.
Egois pada manusia juga didukung oleh hilangnya ajaran tradisional yang bermula pada keluarga lalu lingkungan. Tradisi rukun, guyub, tepo seliro, toleran, saling tolong, kejujuran, dan lain-lain yang bersifat baik, doeloe sangat terasa di negeri ini, lalu kini seperti sesuatu yang langka. Untuk ukuran budaya, tradisi, etika, itu adalah sesuatu yang sangat cepat perubahannya pada bangsa Indonesia. Ketika melihat koruptor tidak punya malu, itulah ukuran kenyataan yang sangat benderang hilangnya tradisi baik di negeri ini. Dan yang paling ngenes justru ajaran agama tampak paling dominan memberikan sumbangan kearah negatif itu. Dengan dalih menjaga kemurnian agamanya, lalu mengkotak-kotak'kan masyarakat yang majemuk menjadi merasa lebih benar jika batasan kotak-kotak itu dipertegas. Dan hebatnya justru merasa yang lebih benar, lebih pas dengan agamanya, yang berarti selama ini sebelumnya dianggap salah kaprah.
.
Kalau surga akherat belom pasti karena blom ada yang membuktikan dan bisa mengabari kita, kenapa kita tidak menggapai surga dunia dahulu? Surga dunia itu adalah "tidak egois, jujur dan tidak menyakiti orang lain serta berpegang kebenaran universal bukan kebenaran sendiri maupun kelompoknya saja." Kalau Anda menganggap harus kaya untuk menggapai surga dunia, ya silahkan saja. Atau ada yang menganggap harus pandai, harus punya kekuasaan, harus jadi pemuka agama, harus punya istri 7, harus apa saja baru merasa menggapai surga dunia, silahkan! Asal tetap ya itu, "tidak egois, jujur dan tidak menyakiti orang lain, serta menjunjung kebenaran universal."
.
Banyak alibi dengan pernyataan kurang lebih begini: "Ajaran kita sudah baik, kitab suci kita paling sempurna, paling benar, paling rasional, itu kan diselewengkan oleh OKNUM maka menjadi tidak baik, disesatkan. Mereka sebetulnya bukan beragama sama dengan kita. ....." Apakah dengan melempar ke OKNUM urusan menjadi selesai dan kita merasa terbebas dari citra negatif itu? Bagaimana kita mengingkari mereka tidak seiman dengan kita jika cara ibadahnya serupa dengan kita, dan merekapun juga menyatakan beragama sama dengan kita, mengakui junjungannya sama dengan kita, bahkan kitab sucinyapun mengaku sama dengan kitab kita? Menilik pengalaman dibanyak negara, bukankah apa yang kita bilang (kelompok)oknum itu jika kuat dan perkasa juga akan memusnahkan siapa saja yang tidak setuju dengan mereka? Jadi apakah kita harus pasrah dan membiarkan mereka berkembang biak dengan cukup menudingnya sebagai "oknum" saja? Kalau agama kita disesatkan, dan itu sangat mencederai kemanusiaan, lalu begitu banyak juga yang diam-diam mendukungnya, baik mendukung pendapat maupun mendukung dengan cara pendiaman, tahu pura-pura tidak tahu karena sebenarnya menyetujui, sebetulnya apakah itu bukan karena memang ajaran yang memang bisa ditafsir begitu? Bukankah sangat nyata bahwa pelaku yang berniat melakukan bom bunuh diri tidak pernah tidak ada? Pernah lihat pemberitaan pemakaman tokoh teroris, begitu banyak yang mengelu-elukan dan dianggap pahlawan agamanya, lalu kita dengan enteng melempar semua hal itu kepada "oknum", ADA APA SEBENARNYA?
.
Oyolah ikut aktif peduli, peduli kepada bangsa dan negara dengan cara apa saja, tapi jangan dengan cara hanya melempar tudingan kepada si "OKNUM", dan artikel ini adalah juga bentuk kepedulian saya mengingatkan kita semua untuk mewaspadai lingkungan kita masing-masing, termasuk mencermati tempat ibadah kita masing-masing jika ada kotbah yang menjurus kepenyesatan, kotbah mengajak ummat menganggap jahat manusia lain apalagi sampai menganjurkan ummat untuk melakukan kejahatan yang sangat tidak manusiawi. Waspadalah karena itu semua adalah kotbah ajaran hantu, bila perlu rekam dan sebutkan datanya siapa pembicaranya, kapan dan dimana lokasinya, bantulah pemerintah menjaga ketentraman negara kita ini, karena itu juga termasuk membantu agama kita yang bermaksud disesatkan oleh tokoh pengkotbah. Kalau kita melihat penyesatan itu dan tidak mau melakukan apa-apa, bukankah artnya kita juga bagian dari mereka walau ada dikelompok cuek?
.
Maaf artikel ini sangat panjang, artikel terakhir saya untuk tahun 2016, mohon maaf jika ada yang kurang berkenan, juga mohon maaf kalau selama tahun 2016 saya sudah banyak membuat artikel yang kurang berkenan, saya menyadari artikel saya memang banyak sentilan-sentilannya, dan itu bukan tidak disengaja, tapi saya bermaksud untuk agar banyak yang peduli, peduli dan juga ikut bertanggung jawab atas kebaikan bangsa dan negara ini melalui peran kita masing-masing sebagai bagian dari warga bangsa itu sendiri.
.
Selamat Tahun Baru, semoga selama tahun 2017 kita semua akan banyak mendapatkan kebahagiaan. GBU all. (#SPMCSW, Sabtu, 31 Desember 2016)
.
.
Sumber gambar:
RAIH STAR BLOG
.
.

No comments:

Post a Comment