Tuesday, December 27, 2016

"MINTAKAN FATWA PADA MUI"

"MINTAKAN FATWA PADA MUI"
.
Opini Sensi ala #SPMC Suhindro Wibisono.
.
"Fatwa itu untuk ummatnya sendiri, ngapain orang luar kepo? Kalau mereka menolak saudara seiman kita untuk menjadi pemimpin dinegara antah berantah sono karena alasan tidak seiman, kita juga diem saja. Lalu kenapa kok sekarang mereka jadi rese kalau kita menolak kafir jadi pemimpin? Sehat atau tidak? Sudah sangat jelas bahwa memilih kafir jadi pemimpin itu haram hukumnya, janganlah jadi imam yang menyesatkan ummat, titik titik titik ..."
.
Itulah kurang lebih tausiah yang pernah aku dengar dari beberapa video pendek yang beredar, aku katakan "kurang lebih" karena memang aku tidak menyalin lengkap apa pernyataan yang tausiah, aku hanya pernah dengar sudah lumayan lama dari beberapa video yang berseliweran dan mampir di WA, jadi ya mustahil dapat menuliskan dengan tepat, bahkan siapa yang menyatakan saja aku juga tidak ingat lagi. Tapi menurut Anda apakah paragraf pertama artikel ini menurut pean adalah fitnah? Apakah pean tidak sering dengar atau baca hal senada itu entah dimanapun dalam keseharian kita, utamanya di dumay dimana kita sering berinteraksi ini? Maaf kalau aku dianggap ngigau, tapi sunguh aku tidak bermaksud fitnah.
.
Jika yang tausiah itu benar, artinya Gus Dur yang ngawur, karena aku pernah dengar Gus Dur bilang boleh memilih non muslim untuk pemimpin pemerintahan. Jadi piye menurut pean? Kalau hal yang begitu sering menimbulkan polemik saja para imamnya tidak bisa bersepaham, maaf aku boleh tanya, apakah ajarannya memang suka melihat kekisruhan yang sering terjadi karena hal itu? Apa tidak berpotensi membenturkan ummat diakar rumput kalau hal itu didiamkan? Siapa pemimpin ummat tertinggi yang bisa dianggap paling mumpuni untuk dimintakan pendapatnya guna menengahi hal itu? Bukankah MUI mbak/mas bro? Bagi yang tidak paham siapa Gus Dur yang aku maksud, mintalah tolong Google untuk kasih tahu, tapi aku yakin semua pembaca pasti sudah paham siapa Gus Dur, itulah sebab tidak perlu aku terangkan.
.
Tapi apakah imam yang menyatakan "haram" itu lupa bahwa NKRI bukan berdasarkan agama? Apakah imam itu lupa bahwa pemimpin pemerintahan bukan imam dalam agama? Aku harus tanya siapa? Jangan ada yang nyeletuk tanya pada rumput yang bergoyang ya, tar dikira nyontek lagunya Ebiet.
.
Sebetulnya, bukankah polemik soal haram atau tidaknya memilih "kafir" sebagai pemimpin pemerintahan di negeri ini itu sudah sangat lama terjadi? Lalu kenapa didiamkan dan justru terlihat dinikmati, kenapa saya bilang dinikmati, karena itu adalah pemandangan yang masif dan sudah sangat ceto welo-welo, bukankah kalau benar tidak bermaksud untuk menikmati, dan agar tidak selalu menjadi polemik, kenapa tidak: "MINTAKAN FATWANYA SAJA PADA MUI." Simpelkan? Monggo kalau ada yang berani memintakan fatwa, kita saksikan agar kita semua juga tahu bahwa MUI benar mengeluarkan fatwa tanpa ada pertimbangan lain selain pertimbangan keagamaannya. BERANI MUI?
.
Maaf kok aku sudah begitu panjang tapi malah blom membahas awal kalimat artikel ini, "Fatwa itu untuk ummatnya sendiri, ngapain orang luar kepo?" Apakah benar begitu adanya? Keponya itu bagaimana ya? Lalu ada berseliweran meme didumay, isinya kurang lebih gini: "Waktunya puasa diminta menghormati yang tidak puasa ; Waktunya natal disuruh toleransi yang sedang merayakan natal" Apakah benar begitu kenyataannya? Karena menurut sudut pandangku, aku bacanya gini: Puasa itu kan pean yang diharuskan puasa oleh ajaran pean, lalu yang tidak puasa disuruh bagaimana lagi? Diharuskan ikutan puasa juga? Apa engga aneh? Puasa itu kan harusnya juga bermaksud menahan godaan, padahal para pedagang makanan juga sudah lebih menutupi tempat dagangannya dibanding hari-hari biasanya bukan? Yang masalah adalah adanya ormas sangar sewenang-wenang sweeping maksain warung/resto pedagang makanan harus tutup!
.
Lalu soal natal, minta toleransi bagaimana ya maksudnya? Adakah ummat kristiani ngemis-ngemis minta diberi ucapan selamat natal misalnya? Yang masalah adalah adanya ormas sangar sewenang-wenang sweeping dengan dalih mau periksa saudara seimannya apakah dipaksa pakai pernak-pernik atribut natal atau tidak? Ini paling lucu, karyawan publik ya pakai pernik sesuai musimnya mbak/mas bro, kalau dipaksa ikutan ibadah kristiani, itu baru boleh kita kecam rame-rame, dan aku juga mau ikutan mengecamnya. Kalau pean dalihnya mengawal fatwa MUI, lalu apa toh makna sesungguhnya dari fatwa? Terus kenapa ormas begitu repot dan gaduh sweeping segala, apa memang itu tugasnya ormas? Pemaksaan memang melanggar HAM dan tidak boleh, silahkan melaporkan jika mengalami "pemaksaan", tapi memahami tugas pelayanan publik, bukankah sudah seharusnya non partisan? Non partisan yang aku maksud di sini bukannya tidak beragama lho ya, hanya netral selama tugas saja. Ingat, yang termasuk tugas pelayan publik itu juga termasuk dokter, pilot, polisi, sopir angkutan umum, dan lain-lain, bagaimana kalau lama-lama semua diktotak-kotakkan harus sesuai dengan imannya, awalnya apa yang tampak luarnya, lalu kemudian harus sesuai imannya, dan bolehnya hanya melayani yang seiman saja. Mungkin aku dianggap lebai, tapi bukankah sebelumnya fatwa tentang seragam bagi pelayan publik sesuai musim itu juga tidak ada, lalu sekarang menjadi ada.
.
Kalau boleh kritik yang keluarkan fatwa, kenapa keluarkan fatwa yang justru potensi dilanggar oleh ummatnya sendiri? Ketika saya melihat gambar foto Kapolri pakai topi santa, juga melihat anak buahnya patroli pakai topi santa, terus bagaimana yang mengeluarkan fatwa tersebut menyikapinya melihat itu semua? Tidak tahu ya? Beberapa musim natal yang lalu dan sampai saat ini juga polemik tentang boleh atau tidaknya ummat muslim memberi ucapan selamat natal pada ummat kristiani? Mungkin ada ulama yang menyatakan "boleh" juga ada ulama menyatakan "tidak", lalu kenapa polemik itu juga seolah dipelihara? Apakah sengaja agar akar rumput ummat selalu kisruh? Monggo ... "MINTAKAN FATWANYA SAJA PADA MUI." Simpelkan?
.
Jadi menurut kacamataku, polemik musim natal dan polemik musim puasa bukan karena mayoritas yang diminta bertoleransi, tapi karena ada sekelompok ormas yang sweeping seolah merasa paling berkuasa, padahal bukankah sweeping seharusnya tugas aparat negara? Sedang mengenai akar masalah, apakah boleh ummat muslim memberi ucapan selamat natal, ucapan selamat tahun baru, ucapan selamat imlek, juga ucapan-ucapan lain, ditambah boleh tidak "kafir" menjadi pemimpin pemerintahan? Agar jelas, "MINTAKAN FATWANYA SAJA PADA MUI" Simpelkan? (#SPMCSW, Senin, 26 Desember 2016)
.
.
CATATAN:
Maaf bagi yang kurang berkenan dengan artikelku ini, karena itu semua hanya menurut pendapatku.
.
Met NATAL bagi mereka yang merayakan, dan blom baca artkelku sebelumnya yang juga sudah memberikan ucapan Met NATAL.

Met TAHUN BARU 2017 bagi semua yang boleh menerima ucapan selamat tahun baru, double engga apa-apa ya?
GBU all ......(SW)
.
.
Sumber gambar:
satuislam .org

No comments:

Post a Comment