Wednesday, November 18, 2015

“KHOTBAH SESAT” | Opini Sensi


“KHOTBAH SESAT”
.
 
Opini Sensi: (SPMC) Suhindro Wibisono.
.
Menurut saya, maaf kalau keliru, salah satu ciri khotbah/tausiah “SESAT” adalah ketika menyerukan atau meminta agar ummat jihad memerangi manusia lain karena distempel MUSUH ALLAH. Tapi kalau diperhatikan dari video-video yang beredar, seruan tersebut justru disambut dengan takbir oleh ummat. Miris dan ngenes itulah campur aduk rasa melihat kenyataan tersebut.
.
Kalau tidak ada standard keilmuan dan ditertibkan agar tidak semua orang boleh khotbah atau tausiah, percayalah kepercayaan tersebut sangat mungkin justru akan semakin menjadi kepercayaan yang menakutkan. Apa lagi kalau semuanya didiamkan, tidak pernah ada teguran, bukankah itu seperti tidak ada yang mengkoordinasi? Semuanya dibiarkan jalan sendiri-sendiri, tanpa manajemen yang mengatur, kok seperti serba liar. Apakah memang disengaja? Atau masih belum paham sehingga belum ada keinginan untuk mengkoordinirnya?
.
Apa mungkin manusia atau sekelompok manusia bahkan manusia satu negara bisa menjadi “musuh Allah?” Kalau mau perang dengan Allah medan perangnya dimana? Kalau mau membantai Allah harus ngeluruk kemana? Allah itu sudah sempurna dari awal hingga akhir, ada yang menyembah Allah atau tidak, Allah tetap sempurna. Lalu apakah masuk akal Allah butuh dibela? Jadi apakah sejatinya ada manusia yang menjadi musuh Allah? Agama semestinya merupakan salah satu ajaran agar manusia tidak sama dengan binatang, dimana yang kuat adalah penguasanya. Jadi kalau ada khotbah yang menyerukan untuk memerangi orang lain, pastilah itu ajakan sesat, karena bertujuan mengadu-domba manusia , mengadu ummatnya dengan ummat lainnya, seperti mengadu binatang saja. Mengerikan sekaligus menjatuhkan nilai mulia kepercayaan agama itu sendiri.
.
Pemerintahan suatu negara dengan kelengkapannya, yang sudah disetujui bersama melalui konstitusi dan semua UU-nya, itulah yang seharusnya menjadi pagar dan alat untuk memaksakan aturan main yang telah disepakati. Ketegasan adalah kunci penting dalam menjaga ketentraman umum, maka harus diimplementasikan dengan adil dan tegas. Bukan adanya pertimbangan karena pejabat atau rakyat jelata, sikaya atau simiskin, tua atau muda, juga bukan karena mayoritas atau minoritas. Bukankah lambang dari keadilan hukum adalah orang yang ditutup matanya? (SPMC SW, Rabu, 18 Nopember 2015.)
.
.
Sumber gambar:
www.dakwatuna .com
.
.
Mbatin:
Apakah soal khotbah itu tidak ada urusannya dan bukan menjadi urusan Kementrian Agama? (SW)

No comments:

Post a Comment