Thursday, August 22, 2013

COMMUTER LINE SONTOLOYO ( Kereta Api ~ KRL )


( Image source : semboyan35.com )
.

Waktu itu KAI kehilangan± 700rb Kartu Single Trip Commuter Line senilai± Rp.3M. Luar biasa !

Saya tidak habis mengerti kenapa hal itu bisa terjadi ?

Kalau saya disuruh menilai keadaan itu, secara singkat-lugas-tegas, itu adalah manajemen sontoloyo !

Kalau manajemen itu diserahkan ke swasta, saya yakin seribu persen tidak akan terjadi.
Jadi pertanyaannya ....apakah orang-orang swata lebih pinter ?
Sangat relatif, malah cenderung tidak.

Ketika sudah sangat lama kita sering mendengar bahwa penumpang KA JABODETABEK banyak yang tidak beli karcis waktu naik kereta, bukankah kita juga sudah tahu kalau hal tsb telah terjadi bahkan mungkin telah berpuluh-puluh tahun keberlangsungannya ? Apakah pihak manajemen KAI tidak tahu ? Saya pikir itu lebih karena pura-pura karena disitulah sumber uang bancaan terjadi. Banyak yang tahu kalau penumpang kasih uang saweran diatas kereta, sama-sama untung, penumpang bayarnya lebih murah tapi uangnya masuk saku pribadi petugas. Begitulah waktu itu cerita yang sering beredar, masuk akal bukan ?. Mirip cerita kalau pengemudi kena tilang dan damai ditempat bukan ?.

'Waktoe itoe' teman saya cerita menjadi bagian dari tim yang sedang mengerjakan program di-instansi pemerintah karena perusahaan dimana iya sedang bekerja mendapatkan proyek untuk membuat system di-instansi tsb.
Ketika ybs juga cerita, bahwa ybs malah sering dibantu oleh user-nya dalam pengerjaannya, begitulah yang terjadi, bahwa saya mengatakan pihak swasta tidak selalu lebih pinter.
Dan yang lebih menggelikan adalah, ketika ditanya kenapa tidak dibuat sendiri saja system-nya ? Jawaban yang sangat benar diberikan, "kalau dibuat sendiri kan engga ada duit-nya", kata user tsb.

Begitulah yang terjadi, hampir disemua institusi selalu dibuat dengan manajemen yang sengaja ada bocor-nya. Atau besar kemungkinan dibuat "mempersulit" supaya tercipta calo / broker atau istilah kerennya biro-jasa.

Dan itulah mengapa negara kita sangat terkenal dengan mahalnya biaya birokrasi. Dan entah sudah berapa banyak investor tidak jadi membangun pabrik-nya di Indonesia ?
Dan yang lebih lucu adalah, mereka buat pabrik-nya di Malaysia, tapi buruh-nya kebanyakan dari Indonesia.
Begitulah kenyataan yang menggemaskan.

Baberapa tahun yang lalu, ketika BlackBerry lagi laris-larisnya, ceritanya Indonesia menjual 5 juta unit, dan Malaysia menjual 500 ribu unit, ketika pihak BlackBerry memilih Malaysia untuk tempat mendirikan pabrik, ada menteri Indonesia yang marah-marah, entah apa tujuannya, mau menunjukkan rasa kebangsaannya, atau engga ngerti kalau investasi (duit) itu tidak mengenal kebangsaan ?. Bukannya mencari apa sebab-nya, tapi malah marah-marah yang sebetulnya mempermalukan diri sendiri. Huh !, bikin geregetan saja !

Kalau kita kembali ke masalah hilangnya± 700rb Kartu Single Trip Commuter Line senilai± Rp.3M.
Pertanyaannya adalah, bagaimana kelanjutannya ? Apakah yang hilang dinyatakan tidak berlaku berdasarkan serial numbernya, atau tanpa di check terus dinyatakan dicetak lagi dengan biaya yang di claim Rp.3M ? Auditnya harus bener, takutnya instansinya dirampok dari dalam dengan "pernyataan" hilang tsb ( tidak menuduh lho hehehe ).

Kalau diperhatikan berbagai macam system yang sudah diterapkan KAI, yang terakhir memberlakukan Tiket Harian Berjaminan (THB) mulai diberlakukan bagi penumpang KRL Commuter Line dengan uang jaminan Rp.5.000,- untuk kartu perjalanan yang berlaku selama seminggu.

Sungguh makin membingungkan, kenapa ya sepertinya system kok dilakukan percobaan-percobaan terus ?
Padahal untuk percobaan-percobaan itu juga butuh dana yang tidak sedikit.

Kenapa tidak mencontoh system kartu yang diberlakukan di Singapore saja ? Yang kedaluwarsanya 5 tahun(?), dan yang otomatis kartu akan dijaga oleh pemegangnya, karena kalau hilang berarti mereka kehilangan uangnya ?, dan lebih mudah pengaturannya karena ada denda-nya yang pasti, dimana kalau mereka tidak melakukan tapping-out saldo-nya akan dipotong sebesar ongkos jarak terjauh.
Atau karena malu megikuti systemnya ? Dan lebih rela mempermainkan penumpang-nya terlebih dahulu, sambil menghabiskan anggaran untuk percobaan-percobaan system yang bisa jadi sudah tahu akan gagal ? Dan yang biasanya setiap adanya anggaran yang turun akan juga diikuti rejeki kagetan ? Entahlah ?

Padahal mencontoh system yang sudah jalan adalah hal yang paling mudah, dan lebih hemat.  Hanya perlu sedikit penyesuaian, karena disana ( kartu ez.link-Singapore ) bisa dipakai untuk tiket bus kota.

Karena yang paling menyedihkan adalah, kalau nanti pada akhirnya, setelah KAI kita mencoba beberapa system yang entah akan menghabiskan dana anggaran berapa, ternyata system pilihannya adalah sama dengan system yang diterapkan di Singapore. Itulah SONTOLOYO-nya hehehe . . .

Maaf ya, judulnya terlalu kasar. Cuman mengeluarkan emosi sambil jualan artikel doank, harap maklum wkwkwkwk .....

.

Wassallam,
.
.
blogspot, Agustus 2013

By. SPMC SW

==================
Maafkan juga, adakah dari kalian yang tahu apa arti sontoloyo ?, karena jujur ngomong saya engga tahu apa arti harfiah-nya.
---------------------------------------------

No comments:

Post a Comment