Thursday, May 26, 2016

TERJERUMUS "MIKUL DUWUR MENDEM JERO" (?)



TERJERUMUS "MIKUL DUWUR MENDEM JERO" (?)
.
.
Opini Nyinyir Idealis ala: (‪#‎SPMC‬) Suhindro Wibisono.
.
Selasa malam 24 Mei 2016 nonton ILC di TVONE, debat kusir pro kontra gelar pahlawan untuk mantan Presiden Soeharto, tentu saja ada yang pro dan kontra, karena kalau tidak ada yang pro dan kontra pasti tidak ada perdebatan itu bukan?
.
Kedua kelompok (pro vs kontra) "makna inti" alasannya adalah "DENDAM", yang pro berwacana "Jangan Dendam" yang kontra mengingat semua trauma akibat Pemerintahan Presiden Soeharto, kata singkatnya adalah "Dendam".
.
Secara psikologi perorangan alias individu yang trauma, istilah populer sekarang "gagal move on", jelas tidak bagus untuk orang tersebut secara pribadi. Trauma atau dendam atas perlakuan buruk tidak sama akibatnya terhadap semua orang. Bagi yang pendendam (biasanya kepribadian introvet) sangat mungkin sampai mati juga tidak akan bisa melupakannya walau sudah mendapat pengobatan "trauma healing" sekalipun. Itulah sebab pencegahan atas perbuatan yang mengakibatkan trauma seharusnya sangat diutamakan, jangan heran kalau misalnya perbuatan "pemerkosaan" akan dikutuk oleh banyak orang, karena percaya atau tidak perbuatan itu akan mengakibatkan korban mengalami trauma, bahkan sangat mungkin trauma seumur hidup bagi korbannya. Jadi saya sangat setuju perbuatan yang mengakibatkan trauma selayaknya dikutuk dan hukumannya diperberat, bahkan untuk perbuatan-perbuatan sadis sangat layak pelakunya dihukum mati saja. Sori jadi ngelantur nyerong wacana.
.
Ketika Pak Mahfud MD sebagai nara sumber terakhir di ILC Selasa malam mewacanakan "baginya semua presiden layak diberikan gelar pahlawan" dengan alasan tentu saja yang positif-positif sambil mengutarakan bahwa semua presiden juga melakukan hal yang negatif, jadi intinya lupakan saja negatifnya, maka gelar pahlawan itu layak disandang bagi semua mantan presiden (NKRI tentu saja) jika sudah meninggal dunia.
.
Dan wacana Pak Mahfud MD itulah yang membuat saya ingin menulis artikel ini. Karena saya renungkan mungkin Pak Mahfud lupa bahwa negara ini adalah negara hukum, maaf ya kalau menganggap Pak Mahfud lupa walaupun beliau adalah Profesor Hukum, karena bukankah beliau juga lupa ketika mengira Gus Dur masih hidup dalam pembicaraannya Selasa malam itu?
.
Negara hukum adalah negara yang memperlakukan semua warga negaranya setara dihadapan hukum. Maka ketika orang besar / orang kaya / orang penting / orang vvip, oleh rakyat terbaca atau dimaknai tidak boleh diadili dihadapan hukum, apakah sejatinya benar NKRI adalah negara hukum? Hal itu termasuk "pameran" jalannya persidangan hukum yang sudah dapat ditebak oleh rakyat hasil akhirnya, atau pengadilan korupsi puluhan milyar yang hasil putusannya hanya berbeda sedikit dengan para maling sapi atau maling jemuran, seolah memberi "hiburan" kepada rakyat bahwa semua sama dihadapan hukum.
.
Sementara ini yang "hanya boleh" diadili baru pejabat yang terlibat korupsi, dan itupun juga masih dengan pertimbangan klasik yang sangat di pegang erat oleh para pengambil keputusan "MIKUL DUWUR MENDEM JERO". Karena kata "keramat" itu awalnya diwacanakan oleh orang nomor satu, maka seolah-olah hal itu juga dikeramatkan hanya berlaku untuk orang nomor satu saja. Mikul Duwur Mendem Jero, menurut rasa saya ya seharusnya tidak untuk diperlakukan pada urusan pemerintahan, kalau menjadi Presiden lalu seolah kebal hukum, apa iya negeri ini termasuk negara hukum?
.
Bukankah menjadi Presiden itu lebih diharapkan sebagai pengabdian terhadap negara dan seluruh rakyat? Jika Presiden dan semua tokoh bahkan seluruh rakyat sudah dikondisikan "Mikul Duwur Mendem Jero" bagi orang nomor satu, yang konotasinya lebih dimaknai untuk menjaga dan selalu terjaga kehormatan orang nomor satu (plus nomor 2), bukankah hal itu sangat membahayakan dan bahkan cenderung tidak sehatnya bernegara itu sendiri?
.
Presiden pertama NKRI kita semua tahu ditetapkan menjalani tahanan rumah, apakah pernah diadili di pengadilan? Presiden kedua NKRI juga ditetapkan oleh MPR untuk diusut kesalahannya, apakah lalu pernah diadili di pengadilan? (Maaf kalau salah ingat data). Ketika Presiden dilengserkan, bukankah itu artinya punya kesalahan, kalau tidak salah kenapa dilengserkan, kalau salah kenapa tidak pernah diadili? "Mikul Duwur Mendem Jero", sungguh menyesatkan kalau dianggap dalil dan diberlakukan untuk urusan bernegara, utamanya berlaku untuk paket Presiden dan Wapres. Bagaimana kalau yang menjadi Presiden kebetulan orang yang licik, serakah, dan piawai, lalu menyadari sesadar-sadarnya bahwa maksimal yang dapat dilakukan terhadap dirinya adalah "dilengserkan" dan tidak akan ada pengadilan karena "Mikul Duwur Mendem Jero" itu tadi?
.
Korsel, Jepang, Amerika dan banyak negara lain lagi, pernah mengadili (mantan) Pemimpinnya, apakah negara-negara itu menjadi tidak punya kehormatan lagi? Dengan makna lain, apakah negara kita menjadi lebih terhormat karena Pemimpinnya belum pernah ada yang diadili? Apakah bukan menjadi terbalik? Atau apakah tidak mengesankan bahwa kita adalah Bangsa yang munafik? Bangsa yang tidak paham apa makna negara hukum karena kenyataannya hukum di negara ini dikuasai kepentingannya oleh para politisi maupun para penegak hukum itu sendiri, hukumnya digadaikan sedemikian rupa sehingga lupa apa makna negara hukum itu, dan ngenes pelakunya adalah tokoh-tokoh yang justru sangat paham tentang hukum. Atau memang sejatinya kita adalah Bangsa yang sangat serakah yang masih diperparah dengan egois? Lalu kalau itu kenyataannya tentang Bangsa kita, dan masih berprinsip melanggengkan "Mikul Duwur Mendem Jero", apakah tidak membuat negara ini semakin lama dalam keterpurukan?
.
Apakah Presiden yang sedang berkuasa berani mengadili atau mengungkap kesalahan Presiden sebelumnya? Saya tahu memang mengadili bukan ranahnya Presiden, tapi bukankah sudah bukan rahasia lagi bahwa Presiden juga punya "kesaktian" untuk meredam lajunya kasus yang sedang bergulir? Itulah sebab kenapa Presiden Pertama tidak pernah diadili, juga Presiden kedua, dan seterusnya kalau memang dilengserkan. EWUH PEKEWUH karena Mikul Duwur Mendem Jero.
.
Pemimpin negara di NKRI sebutannya Presiden, adalah pemimpin pemerintahan yang sedang berlangsung, tanggung jawab akhir pemerintahan memang ada di pundak Presiden, karena bukankah Presiden yang memilih dan melantik semua Menteri, Kepala Kepolisian, pimpinan ABRI dan lembaga tinggi negara lainnya, termasuk semua Gubernur diwilayah NKRI? Memang bukan berarti semua kesalahan yang dilakukan oleh mereka yang dilantik dan disumpah oleh Presiden atas nama Negara dan Bangsa menjadi tanggung jawab Presiden. Tapi jika kita tengok kebelakang kejadian mengerikan secara masal yang terdekat adalah kerusuhan Mei'98, kejadian terparah utamanya terjadi di ibu kota negara dan tidak ada pimpinan penanggung jawab keamanan yang diadili untuk dijebloskan kedalam penjara, apa sebetulnya tugas dan tanggung jawab Gubernur DKI, Kapolda Metrojaya, Kapolres, dan lain-lain itu? Kalau mereka dianggap tidak ada yang bersalah padahal kejadian mengerikan itu nyata ada, bukankah itu artinya kesalahan ada di pundak pemimpin negara?
.
Andai Presiden pertama pernah diadili, lalu jika terbukti bersalah putusannya dijatuhi hukuman, dan atas pertimbangan jasa-jasa terhadap negara maka kesalahannya diampuni (grasi) oleh Presiden kedua, bukankah itu akan lebih terhormat? Bagaimana mungkin mengangkat seseorang menjadi Pahlawan Bangsa, sementara kasusnya sendiri tidak pernah diselesaikan oleh pengadilan? Saya setuju dan paham bahwa tidak ada manusia yang sempurna, maka juga tidak ada pahlawan yang sempurna, tapi ketika seorang presiden dilengserkan lalu tanpa diadili dan ditetapkan sebagai pahlawan, jelas itu bukan jalan terbaik untuk perjalanan sejarah Bangsa ini, adili dulu lalu ampuni berdasarkan pertimbangan-pertimbangan positif yang pernah dilakukan sang tokoh terhadap Bangsa dan Negara, baru kemudian silahkan ditetapkan sebagai pahlawan kalau memang layak, tapi "garansi" bahwa semua Presiden layak dijadikan pahlawan, jelas itu wacana yang kurang wise. Atau apakah label pahlawan justru bermaksud untuk menghapus semua dosa yang pernah dilakukan oleh Pimpinan? Sekali lagi menurut saya, pendapat bahwa semua Presiden yang sudah meninggal sudah selayaknya dijadikan pahlawan, justru beraroma sangat kuat terhadap motto "MIKUL DUWUR MENDEM JERO" yang sangat menjerumuskan kita kelembah TIDAK terhormatnya kita sebagai Bangsa. Hayo perlakukan semua warga negara sama didepan hukum, tak peduli walau iya adalah seorang presiden, itulah baru negara yang hebat dan menjunjung tinggi martabat. Karena jika hukum tajam kebawah tumpul keatas, itu maknanya negara yang sejatinya tidak menjunjung tinggi HAM, padahal perlakuan penghormatan HAM adalah ukuran mutlak suatu negara itu terhormat atau tidak, karena HAM adalah ukuran mutlak kehidupan manusia yang dijunjung tinggi negara-negara beradap didunia. ( #SPMC SW, Kamis, 26 Mei 2016 )
.
.
Sumber gambar:
www.goodnewsfromindonesia .org

No comments:

Post a Comment