Thursday, May 12, 2016

"NESTAPA PDIP AKIBAT GERAM TERPENDAM PADA AHOK"






"NESTAPA PDIP AKIBAT GERAM TERPENDAM PADA AHOK"
.
.
Opini SPMC versi "Rasa Saya" oleh: Suhindro Wibisono
.
.
(Kejutan)
"MELAWAN AHOK, PDIP PILIH Prof. NURDIN ABDULLAH (Bupati Bantaeng)"

.
.
PDIP menjaring Balon Gubernur DKI untuk Pilkada 2017, supaya terlihat serius dan keren para Balon (bakal calon) di test dahulu, ada banyak macam testnya termasuk didalamnya test psikologi, wawasan, motifasi, dll. Biaya test-nya Rp. 5 juta perpeserta, itulah yang juga ingin saya rumpi disini, tentu saja versi saya ya, versi orang ndeso yang tidak paham pakem apa-apa selain menurut "rasa saya", sori untuk semuanya, utamanya juga untuk PDIP.
.
Pemprov DKI yang dipimpin oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) baru saja memboyong 4 piala penghargaan dari 7 yang disediakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), piala dianugrahkan saat acara penutupan Musrenbangnas 2016, di Istana Negara pada Rabu, 11 Mei 2016. Dan empat penghargaan yang diraih Pemprov DKI Jakarta adalah: Terbaik I Kategori Provinsi dengan Perencanaan Terbaik ; Terbaik I Kategori Provinsi dengan Perencanaan Inovatif ; Terbaik I Kategori Tingkat Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) Tertinggi Tahun 2015 ; Terbaik I Kategori Tingkat Pencapaian Indikator MDGs Terbanyak pada Tahun 2013-2015. Kalau ada yang menyatakan bahwa itu semua bukan karena kepemimpinan Gubernur Ahok, lalu karena kepemimpinan siape bos? Nggreges dan mbrebes mili ya melihat kenyataan kehebatan Ahok? Wong sudah menggalang persatuan untuk fitnah menjatuhkan kok malah terungkap kehebatan. Saya rasa itu mungkin pencapaian yang pertama kali diperoleh oleh Pemprov di negeri ini. Sori kalau ngawur karena mungkin ada Pemprov yang pernah menyamai bahkan melebihi? Perolehan penghargaan yang sekaligus membuat "galau" para bakal penantang Ahok pada kompetisi Pilkada Gubernur DKI 2017 yang akan datang, semakin "hopeless" untuk bisa menang bagi Balon Gubernur DKI 2017.
.
Nama Balon Gubernur DKI untuk Pilkada 2017 yang masih (pernah) beredar adalah:


Ridwan Kamil (pernah)
Ahmad Dhani
H. Lulung (PPP, Wakil Ketua DPRD DKI)
Adhyaksa Dault (mantan Menpora)
Mischa Hasnaeni Moein
Menteri Susi P (pernah)
Sandiaga Uno
Yusril Ihza Mahendra
Tri Rismaharini (Risma) (?)
Djarot (Wagub DKI saat ini)
Sanusi (pernah)
M.Taufik (Gerindra)
Suyoto (Bupati Bojonegoro)
Dessy Ratnasari
Muhammad Idrus (PKS)
Yoyok (Bupati Batang)
DLL
.
Dari semua nama yang beredar itu, yang ada "kemungkinan" seru untuk tanding lawan Ahok & Heru (Ahok Heru sudah menyatakan maju lewat jalur independen / perseorangan) untuk Pilkada DKI 2017 yang akan datang, menurut saya hanya nama Risma jika dipasangkan dengan Yoyok atau Ridwan Kamil+Yoyok.
.
Ridwan Kamil+Risma, kecil kemungkinan bisa terlaksana, siapa yang mau dijadikan Cawagubnya? Keduanya sama-sama kecil kemungkinan untuk mau jadi nomor 2, lagian ngapain untuk jadi nomor dua kalau didaerahnya saat ini sudah jadi nomor satu? Berbeda dengan Yoyok, karena Yoyok masa kerjanya sudah akan berakhir dan juga merasa banyak belajar dari Risma, jadi Yoyok besar kemungkinan untuk bersedia menjadi nomor 2 jika dipasangkan untuk Risma maupun untuk Ridwan Kamil.
.
Karena Ridwan Kamil sudah menyatakan tidak akan maju untuk Pilkada DKI 2017, maka kita lupakan saja tokoh yang satu itu, walau saya melihatnya itu adalah pilihan realistis yang waras oleh RK, taruhannya adalah "anak dipangku dilepaskan", sementara besar kemungkinan kekalahan berdasarkan data yang ada waktu keputusan tersebut diambil oleh RK, jadi memang RK mengambil keputusan yang paling waras saat itu.
.
Calon yang lain lupakan saja, menurut "rasa saya" tidak akan menang lawan inkamben Ahok, termasuk Profesor Yusril IM. Memang apa pengalaman hebatnya YIM untuk layak jadi Gubernur? Bukankah yang bersangkutan pernah mencalonkan diri sebagai Capres dan tidak laku, bahkan partai pimpinannya saja (PBB) tidak mendapat suara untuk dapat duduk di DPR/D, masih menurut rasa saya, nama yang bersangkutan kadarnya mirip-mirip dengan Prof. AR, sama-sama hebat karena sama-sama Profesor, tapi tidak lebih dari itu. Padahal ujarnya pada Februari lalu ingat saya sudah mendapatkan dukungan dari 6 partai untuk mencalonkan dirinya maju sebagai Cagub, mana buktinya? Yusril IM apakah tidak malu jika diposisikan sebagai Balon Wagub oleh PDIP? Jadi itulah sebabnya bisa punya tiket untuk maju saja menurut saya masih susah kalau harus lewat PDIP, kecuali PDIP secara internal hanya ingin posisi Cawagub, apakah itu mungkin sebagai pemilik suara mayoritas di DPRD DKI? Apa PDIP tidak malu? Logika warasnya apa ketika sebagai "pemimpin" suatu partai (maaf, apakah partainya YIM sudah dibubarkan atau belum?) lalu melamar sebagai kandidat Cagub lewat partai lain? Tentu saja beda seandainya yang bersangkutan diminta atau dipinang oleh partai lain untuk maju, dan karena tidak punya kendaraan jadi masih elok pinjam kendaraan partai lain yang memintanya, bukan dengan cara "memohon" kalau tidak boleh saya katakan "mengemis", banyak sekali tokoh-tokoh kita yang sudah meninggalkan "logika waras" dengan melupakan rasa malu bahkan sangat memalukan tapi tidak bisa dirasakan sendiri, out of control, maruk, kebas, atau memang kita semua sudah banyak yang menjadi monster? Jangan lupa, untuk menjadi pemimpin rakyat bukan hanya dilihat dari pendidikan, tapi terlebih juga adalah rekam jejak. Dan rekam jejak itu bercerita tentang sangat banyak hal yang terlalu sangat panjang kalau harus diurai satu persatu disini, itulah cara ngeles saya untuk menutupi ketidak tahuan yang ingin saya utarakan, sori, karena semuanya memang hanya versi "rasa saya".
.
PDIP jelas salah kalkulasi kalau harus memajukan Risma untuk melawan Ahok, boleh saja PDIP punya prisip "petugas partai" atau "harus bersedia ditugaskan dimana saja" jika partai menghendaki. Pertanyaan besarnya adalah, apakah hal-hal itu tidak terkesan kediktatoran? Lalu unsur demokratisnya didalam partai itu dimana?
.
Petugas Partai atau "harus bersedia ditugaskan dimana saja", apakah iya harus mengutamakan tameng kepentingan partai? Lalu sejatinya kepentingan partai itu apa? Bukankah kepentingan partai adalah seaspirasi kepentingan rakyat (setidaknya rakyat pemilihnya)? Lalu apakah seandainya menugaskan Risma itu demi rakyat atau demi keegoisan partai? Menurut saya, yang terpenting kalau ingin memajukan Risma untuk ikut Pilkada DKI 2017 adalah mendengarkan suara keinginan Risma sendiri, itu adalah porsi terpentingnya, karena Risma memang sudah bukan hanya menjadi "petugas partai" saja yang bisa di tugaskan kemanapun sesuai keinginan partai. Sangat berbeda dengan posisi Ganjar Pranowo ketika ditugaskan untuk maju menjadi Cagub Jawa Tengah waktu itu, karena memang waktu itu Ganjar Pranowo sedang tidak memegang jabatan publik, dan yang terpenting GP bersedia maju. Jadi alasan rasional dan masuk akal adalah unsur terpenting dari Balon itu sendiri, tentu saja partai boleh memberi dukungan dan bujukan, tapi bukan tekanan yang menjurus pemaksaan, apa lagi pemaksaan yang menjurus mencederai keinginan rakyat utamanya rakyat konstituen PDIP itu sendiri. Kalau rakyat yang memang dasarnya bukan penyuka PDIP tentu akan semakin bertepuk tangan ketika PDIP terkesan ngawur dan salah kaprah bukan?
.
Ketika (andai) Risma "dipaksa" maju untuk Pilkada DKI 2017, tentu saja unsur paksa itu tidak akan tampak, karena Risma pasti juga tidak akan berani mengakui bahwa iya dipaksa, karena itu citra yang sangat tidak bagus untuk masa kampanyenya. Jadi pada akhirnya unsur paksa hanya akan diterima dan ditanggung sendiri oleh Risma apapun hasil akhirnya, kalau menang ya syukur, kalau kalah ya nasib. Kemenangan itu banyak saudaranya sedangkan kekalahan itu yatim, tapi kalau sampai Risma maju dan kalah, PDIP juga akan menerima getah, dituding punya agenda tersembunyi untuk menyingkirkan Risma karena untuk maju sebagai Cagub DKI maka calon harus melepaskan jabatannya, dan yang akan menggantikan adalah wakilnya, dan wakilnya Risma saat ini dari PDIP juga. Bukankah pada periode pertama sebagai Walikota Risma pernah berniat mengundurkan diri karena ada gosip mendapat tekanan dari partainya? Kalau ditilik sejarahnya, Risma orangnya mirip Ahok juga, keterikatan pada partai bukanlah yang utama. Berikutnya jika kekalahan dengan mengajukan Risma tentu juga akan berimbas suara "kecewa" khususnya dari rakyat Surabaya kepada PDIP, dan Jatim lingkup besarnya, kecewa juga akan dituai dari rakyat DKI, dan bukan tidak mungkin gabungan semua itu gaungnya juga sampai ke seluruh negeri. Dan itu baru akan terasa pada Pemilu Legislatif 2019 mendatang, tapi PDIP boleh saja menghibur diri karena punya Jokowi sebagai jurkam untuk kampanye 2019, dan semoga rakyat tidak dendam pada PDIP atau tidak banyak partai yang lebih baik saat itu. Tapi menurut kalkulasi saya NASDEM yang akan semakin berkibar, Hanura hanya sedikit kecipratan walau juga sesama mendukung Ahok saat ini, jangan lupa NASDEM punya tipi yang lebih waras dari "tipi beda" yang justru tidak mampu mengangkat pemiliknya (ARB) walau sudah mengkampanyekan beberapa tahun sebelumnya ...... Ngenes, sekaligus memberi pelajaran kepada kita semua, pencitraan tanpa fakta itu hanya akan menuai kehebatan kosong melompong, apa dipikir semua rakyat masih terlalu bodoh? Itulah juga yang terjadi saat ini, Ahok diserang oleh hampir semua tipi, semoga rakyat masih banyak yang punya logika waras, sehingga dapat membedakan mana emas murni atau hanya besi rongsokan yang disepuh emas!
.
Menurut tebakan saya PDIP tidak akan memajukan Risma untuk ikut Pilkada DKI 2017, bukan juga karena Risma dan Ahok pernah dipanggil ke Istana oleh Presiden Jokowi belum lama ini. Memangnya masih "model sendiko dawuh gusti?" Pertimbangan Risma masih sewaras pertimbangan Ridwan Kamil, dan jangan lupa Jokowi adalah juga kader PDIP yang tidak mungkin mengkhianati partainya sendiri. Semuanya masih pakai pertimbangan logika waras, dan bersyukur masih ada beberapa tokoh yang waras di negeri ini, dan semoga kewarasan itu semakin banyak baranak pinak. Saya menyatakan Risma tidak menjadi Cagub PDIP pada Pilkada DKI 2017 karena menerka memang Risma tidak ingin maju, dan bukankah kenyataannya Risma tidak ikut test yang diadakan PDIP untuk Balon Cagub yang mendaftar seperti yang contohnya diikuti oleh Djarot (Wagub DKI saat ini), kalau tidak ikut test lalu tiba-tiba nyodok dengan kartu truf dicalonkan, apa kata peserta lain? Itulah sebab saya "yakin" Risma tidak akan ikut maju sebagai peserta pertandingan yang akan datang.
.
Jadi sebetulnya apa yang diharapkan oleh PDIP dengan mengadakan test Balon Gubernur DKI itu? (diikuti 26 peserta?). Apalagi test itu dengan berbayar? Apakah tidak semakin berakibat membenamkan diri ke lumpur jika nantinya semua yang ikut test ternyata tidak ada yang diloloskan? Apakah juga sudah dipikirkan orang sekelas Profesor Yusril atau Sandiaga Uno, jika dinyatakan tidak lulus test? Siapa yang akan dipermalukan, Profesornya atau partai penyelenggaranya? Yakin semua hal sudah dipertimbangkan oleh para tokoh partai PDIP? Mau terkesan hebat dengan mengadakan test atau justru menuai blunder? Hemmm .... Maaf Bu Mega, saya hanya milihat pakai kacamata versi saya, dan berusaha menyampaikan apa adanya, tentu saja sekali lagi versi "rasa saya". Menurut saya harusnya test itu ditiadakan, dan nantinya siapa yang sreg untuk diusung baru dipanggil untuk wawancara janji dan kontrak persetujuannya, karena apa artinya test kalau ujung akhirnya semua terserah hak veto ketua partai? Kalau mau ya dibalik, yang sreg betul mau dicalonkan saja yang di test, karena test itu memang bukan test penjaringan beneran, karena test penjaringan tentu tidak ada hak veto pimpinan. Kenapa harus menuai masalah yang tidak perlu?
.
Kenapa harus malu kalau memang ingin mengusung Ahok? Lakukan saja seperti apa yang dilakukan Nasdem, karena itu lebih waras menyesuaikan keinginan rakyat utamanya membenarkan yang memang benar. Kalau menurut Partai PDIP memang Ahok ada salah karena korupsi misalnya, ya silahkan dilanjut menuju ke medan laga dengan konsekuensi menang atau kalah. Tapi kalau menilai Ahok karena dianggap hanya bisa mencaci-maki dan ucapan-ucapannya selalu kotor, itu artinya PDIP justru termakan gosip murahan dan menjadi korban penggiringan berita, dan itu justru sangat melas. Sekaligus mengingatkan saya pada Prof. Tjipta L., profesor komunikasi, yang juga pernah saya lihat di tipi sebagai salah satu nara sumber yang menyatakan Ahok seolah hanya bisa bersuara kotor atau caci-maki saja. Penilaiannya atas dasar apa Pak profesor? Pakar komunikasi kok tampak seperti menjadi korban pemberitaan juga? Logika warasnya bagaimana ketika menyatakan Gubernur Ahok isinya hanya caci-maki saja? Kalau itu yang terjadi, pastinya Ahok sudah masuk rumah sakit jiwa dong Pak Tjipta. Pasti hanya orang gila yang hanya marah-marah tanpa sebab bukan? Apakah Bapak tidak paham hal yang sesimpel itu saja? Atau apakah Bapak Tjipta dan semua tokoh partai PDIP dapat membuktikan Ahok marah-marah tanpa sebab? Sehingga Ahok pantas kita juluki sebagai orang gila? Yakin kalian semua memberi penilaian tanpa bermaksud punya kepentingan? Andai Ahok tanpa pernah terlihat marah dan lalu langsung melengserkan banyak anak buahnya? Bukankah itu juga akan rawan fitnah? Bukankah itu juga akan rawan diplintir suatu keanehan yang lain lagi? Kok aneh anak buah tidak pernah dipersalahkan tiba-tiba dipecatin semua? Pasti itu Gubernur gila! Jadi itu semua tergantung kepentingan keberpihakan bukan? Bapak - ibu!
.
Menurut saya sekali lagi ukurannya sangat jelas, buktikan Ahok pernah marah-marah tanpa sebab, jadi jangan hanya melihat pemberitaan-pemberitaan tipi yang hanya sepenggal yang terlihat marah-marahnya saja, apa iya yang begitu saja tidak tahu, apa tidak berpikir seandainya Bapak diminta harus selalu marah, dan dibolehkan untuk marah, apa Bapak sanggup untuk hanya marah-marah terus sepanjang harinya? Sanggupkah melakukan itu dalam waktu seminggu, sebulan, setahun, ...... Apa mungkin belum masuk RS Jiwa kalau melakukan itu? Ingat ketegasan adalah keharusan untuk memimpin rakyat, tanpa ketegasan dan keadilan jangan berharap bisa menegakkan bernegara, dan itu semua hanya bisa dilakukan oleh orang yang jujur. Tanpa dasar kejujuran, bagaimana Anda berani tegas, tanpa kejujuran pada diri sendiri, bagaimana mungkin Anda bisa adil? Hanya orang jujur yang berani lantang menyuarakan kebenaran, karena tidak ada beban kemunafikan, beban rahasia yang ditertawakan oleh orang lain karena mengetahui ketidak jujurannya. Apakah Anda tidak nyengir seperti kuda sakit perut, ketika Anda mengetahui bahwa orang yang pernah menerima suap dari Anda tiba-tiba Anda lihat koar-koar untuk memberantas penyuapan atau korupsi? Kalau itu yang terjadi, Anda pasti ceritakan betapa lucunya "badut" itu kepada anak, istri/suami, saudara, sahabat Anda, lalu mereka yang mendapat cerita dari Anda juga akan menceritakannya serupa kepada komunitasnya masing-masing, yang akhirnya semua menjadi rahasia publik, TST! (tau sama tau)
.
Dapatkah Anda membuktikan Ahok korupsi? Siapa yang pernah atau dapat membuktikan Ahok terima duit dari kalian semua, baik kalian sebagai pengusaha atau pejabat yang pernah menyuap Ahok? Yang ingin menjatuhkannya banyak, tapi hanya gosip tanpa bukti! Bahkan bukti Ahok menumpuk kekayaan saja tidak ada? Buktikan secara terbalik kekayaan semua pejabat yang pernah menjabat sebagai Gubernur DKI kalau berani, atau semua Gubernur diseluruh negeri ini kalau itu mungkin, berapa banyak yang akan terbukti bersih, yang akan bisa membuktikan asal usul harta kekayaannya? Sori, jadi terbawa emosi ngelantur kemana-mana. Maaf juga kalau dianggap menyinggung Pak Tjipta sebagai profesor komunikasi, juga kepada partai PDIP, tapi menyatakan pendapat masih boleh toh dinegeri ini? Maaf kalau dianggap tidak sopan dalam penyampaian, karena memang saya bukan pakar apa-apa dan hanya bisa menyampaikan berdasarkan "rasa saya" saja.
.
Apakah mungkin PDIP gabung dengan Gerindra untuk agar dapat mengalahkan Ahok? Apa yang tidak mungkin dalam politik? Kepentingan adalah soko-gurunya. Sejujurnya munurut "rasa saya", kalau gabung memang mungkin, tapi untuk mengalahkan Ahok? Hehehehe .. Kecil kemungkinan itu bapak ibu saudara sekalian ..... (Sori)
.
Sepertinya saya pakai kacamata kuda, atau ngefans berat sama Ahok, atau bahkan terkesan membabi-buta dalam membela Ahok, tuduhan itu memang layak untuk saya dari Anda yang memang tidak suka Ahok, ayo kita kupas lebih dalam ya landasan logikanya ....
.
Saya tidak kenal Ahok, ketemu saja belum pernah, saya dilahirkan dinegeri ini, saya cinta negeri ini sangat iya, karena saya cinta negeri ini, tentu saja saya ingin negeri ini menjadi lebih baik, utamanya tidak digarong justru oleh banyak pejabatnya. Kalau pengusaha yang berniat menggarong uang negara atau menjarah kekayaan alam negeri ini, menurutku itu masih waras logikanya, siapa yang tidak ingin cepat kaya? Apa lagi kalau ada jalan pintas untuk menjadi kaya bukan? Itulah landasan dasar setiap manusia yang ingin cepat kaya pada umumnya, keinginan instan untuk kaya raya, jadi menurut saya masih tergolong waras walau tidak ideal, tidak elok, menyebalkan dan tidak wise. Untuk mencegah ketamakan manusia-manusia itu, oknum manusia-manusia pengusaha itu, itulah tugasnya pemerintahan negera, baik dilingkup pusat maupun pemerintah daerah diseluruh negeri, dan itu meliputi semua pegawai institusi dan instansi yang pegawainya dibayar oleh uang negara, uang hasil pengumpulan pajak atau pungutan maupun hasil alam negeri ini.
.
Bukankah sangat kebangetan sekaligus memuakkan dan membuat banyak orang waras geregetan, pegawai yang dibayar pakai uang negara, yang semua itu bertujuan menyejahterakan seluruh rakyat, menjaga kepemilikan negara, JUSTRU menggarong uang dan kepemilikan negara (milik seluruh rakyat negeri ini) baik itu secara kelompok pegawai negara maupun kerjasama dengan swasta? Itu sungguh sangat memilukan dan terlebih lagi semuanya itu dibawah sumpah dengan mengatasnamakan Tuhannya masing-masing untuk janji akan berkelakuan jujur! Tidak masalah swasta ingin berbuat curang, kalau penjaganya tidak ikut berbuat curang, dan berani memberantas dengan tegas semua yang berbuat curang! Dan ketegasan pemberantasan korupsi itulah yang ditunjukkan oleh Gubernur Ahok yang ngenesnya justru ingin dijatuhkan oleh begitu banyak orang yang justru juga mengaku paling waras dan merasa lebih bersih dari Gubernur Ahok. Kenapa tidak menyeret saja ke depan pengadilan kalau memang Ahok juga terlibat penggarongan uang negara??
.
Pada prinsipnya, swasta tidak mungkin bisa menjarah kekayaan negara jika tidak direstui oleh oknum pegawai negara itu sendiri! Jadi jangan dibalik-balik, apalagi menyalahkan pihak swasta yang tidak jujur. Yang ada memang justru swasta boleh saja dianggap selalu mencari celah untuk tidak jujur agar pengawas (pegawai negara) selalu waspada dan cermat dalam bekerja sebagai pengawas dan merangkap juri keberlangsungan kepemerintahan itu sendiri, sehingga negara semakin cepat mendekati cita-citanya, mengurangi atau kalau mungkin melenyapkan pengiriman TKW / TKI sebagai buruh tanpa keahlian yang sangat melas dibanyak negara, menyejahterakan semua rakyatnya. Langkah besar yang tidak mudah, tapi harus ada progres untuk memulainya, dan awal dari langkah itu adalah "stop" korupsi! Jadi kalau mau menjadi kaya raya, atau utamanya tidak sanggup berlaku jujur, ya jangan jadi pegawai yang dibayar pakai uang negara! PAGAR MAKAN TANAMAN, dan itu sangat memuakkan bukan? Semoga negeri ini berani memberantas dengan tegas oknum yang korupsi, baik melalui perubahan UU untuk mendukung itu, maupun keberanian petugasnya. Sedih, tampaknya itu jauh panggang dari api. NGENES!
.
Ide untuk PDIP kalau mau memaksakan Risma ikut kompetisi Pilkada DKI 2017, meminta Presiden Jokowi memberikan jaminan akan memberikan "job" (jika kalah), entah sebagai Menteri atau apa saja sebagai ganti jabatan Walikota yang ditinggalkan, memang itu sepertinya tidak elok, tapi tidak elok jika tersiar, kalau tidak tersiar toh tidak apa-apa bukan? Apalagi kalau pada kenyataannya justru nantinya Risma punya kinerja sebaik Menteri Susi ..... Hayo ..... Monggo saja .... Karena menurut saya memang hanya pilihan salah satu nama dari: Risma, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Prof. Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng) sebagai Balon Gubernur untuk bisa ada greget jika melawan inkamben Ahok, dan itupun harus didampingi oleh Balon Wagub dengan pilihan nama: Yoyok, Suyoto, Yusril, Musthofa (Bupati Kudus), Enthus (Bupati Tegal), Dedi Mulyadi (Bupati Purwakarta), Sandiaga Uno. Hanya kemungkinan pasangan itu yang menurut saya akan seru kalau "dipertandingkan", walau sejujurnya saya masih pegang Ahok-Heru sebagai jagoan saya, sori. (SPMC SW, dibuat mulai Kamis, 12 Mei 2016, until after midnight, Jumat, 13 Mei 2016)
.
.
CATATAN PLUS TAMBAHAN:
Jangan lupa, judul artikel adalah juga sarana untuk penglaris dagangan artikelnya, jadi agar tidak terjebak pada sesuatu yang sesungguhnya satir, sarkas, ironi, anti tesis, paradoks, harap biasakan baca artikelnya sebelum memberi tanggapan. Dan kali ini entah yang keberapa saya sulit menemukan kata yang pas untuk judul artikelnya, awalnya artikel ini hanya akan saya beri judul:


(Kejutan)
"MELAWAN AHOK, PDIP PILIH Prof. NURDIN ABDULLAH (Bupati Bantaeng)"
.
Sori kalau judulnya tidak nyambung, karena judulnya memang sengaja memprovokasi PDIP siapa tahu berminat atau malah segera kembali merenungkan, rakyat kebanyakan sesungguhnya menginginkan Gubernur siapa? Dan yang terpenting diatas semuanya itu, untuk kebaikan negara ini apakah memang Ahok "sejatinya" banyak berlumur dosa sehingga tidak layak menjadi pemimpin DKI? Semoga partai-partai utamanya PDIP bukan mengambil keputusan karena "benci", karena memang partai diadakan untuk menopang negara, bukan malah mengacak-acak kenegaraan dengan keputusan-keputusan yang semakin menjauhkan negara dari kebaikan.
.
Apakah PDIP lupa begitu banyak tokoh (juga politisi) di negeri ini yang justru tertangkap KPK karena korupsi? Lalu tokoh Ahok menurut PDIP posisinya ada dimana? Karena saya banyak memperhatikan diskusi di tipi-tipi, juga ada tokoh dari PDIP yang beranggapan seolah Ahok sudah melakukan korupsi, sengaja melempar wacana agar rakyat awam berasumsi Ahok adalah koruptor, apakah itu model kampanye yang sehat untuk negara ini? Kalau memang Ahok korupsi, rakyat akan lebih suka kalau segera ditetapkan sebagai tersangka lalu segera dijebloskan ke penjara, jangan sampai ngenes seperti kasus Sanusi, justru OTT oleh KPK, dan sejatinya itu semakin membuat rakyat jadi muak, muak kepada semua politisi. Saya tidak mempermasalahkan sudah waktunya kampanye atau belum. (SW)
.
Sumber gambar:
www.jitunews .com

No comments:

Post a Comment