Saturday, December 12, 2015

TUHAN ITU ESA, TAPI KENAPA ADA DIMANA-MANA?


TUHAN ITU ESA, TAPI KENAPA ADA DIMANA-MANA?
.
{ Maaf kalau LOGIKA saya "gila" atau "sesat" menurut Anda, jadi walau Anda tidak setuju dengan isi artikel saya kali ini, semoga Anda tidak ikut tersesat dalam kegilaan saya. Bagi yang fanatik akut dengan agamanya sendiri, mohon tidak ikut membaca artikel ini, berarti juga jangan memberi tanggapan kalau hanya baca judulnya saja, TQ.}
.
.
Opini Logika Sensi: (SPMC) Suhindro Wibisono.
.

.
TUHAN ITU ESA, TAPI KENAPA ADA DIMANA-MANA?
Pernyataan yang sudah seringkali kita dengar, tapi apakah Anda sudah mendapatkan keterangan yang memuaskan? Menurut LOGIKA saya, yang sangat mungkin salah atau tidak Anda suka, begini yang pernah saya kongkow dengan teman waktoe itoe ....
.
Samar-samar jadi ingat entah sudah berapa tahun yang lampau pernah diskusi dengan teman yang berinisial nama PTL, waktu itu pemahaman saya mengumpamakan seperti program komputer, google misalnya, bukankah hanya pakai metode sharing saja? Jadi ketuhanan adalah Tuhan mengcopy “embrio” kedalam inti sanubari pada setiap kehidupan manusia tentang makna Tuhan itu sendiri. Jadi makna Tuhan ada dimana-mana, itu bukan berarti Tuhan juga ada didalam botol, didalam kulkas, di alamari pakaian, dan seterusnya. Tapi karena Tuhan ada di sanubari terdalam kita, maka ketika kita ada dimanapun, berarti kita juga akan membawa embrio ketuhanan yang memang sudah dalam diri kita. Itulah sebabnya, mustahil kita dapat menipu Tuhan, karena memang ketuhanan ada didalam diri kita masing-masing. Boleh jadi koruptor/pembunuh mendapat hukuman ringan dalam berkorupsi/membunuh karena alibi meyakinkan yang diutarakan, lalu merasa sudah “bersih lagi” ketika selesai menjalani hukuman, tapi apakah Tuhan tidak paham sejatinya semua yang terjadi? Bagaimana kita menipu diri kita sendiri, karena Tuhan juga bersemayam pada diri kita masing-masing sebagai saksi? Jadi sogok’an kepada penegak hukum agar mendapat hukuman ringan, itu ejawantah dari TIDAK mempercayai adanya hukum Tuhan, banyak orang-orang semacam itu di negeri ini, justru “merasa” sangat terhormat, banyak juga di barisan terdepan ketika pada upacara keagamaan, mereka bangga dengan agamanya tapi sekaligus juga memperdaya sanubari sendiri dan berusaha menipu atau menyogok Tuhannya sendiri.
.
Dan yang terjadi kemudian adalah banyak beramal, menyumbang yatim piatu, dan sejenisnya. Berharap Tuhan mengampuni segala perbuatan curangnya, padahal uang yang untuk menyumbang adalah uang haram, Tuhan dianggap tidak paham sebab-akibat, Tuhan dianggap sangat mudah dikibuli dengan kemunafikan, bagaimana kita dapat membohongi diri sendiri? Itulah semua usaha untuk menentramkan rasa, karena sejatinya agama adalah masalah rasa dan perasaan yang menerbitkan iman untuk mengimani. Hanya kesadaran yang sehat (logika rasional) dengan pedoman KASIH itulah yang akan menyelamatkan kita di hadapan Tuhan, jadi siapa bilang beragama tidak dibutuhkan logika? Zikir adalah tuntunan pikiran agar selalu ingat ketika pikiran kita mulai memikirkan hal-hal negatif untuk kembali ke hal-hal yang positif, karena semua hal memang diawali dari pikiran kita. Zikir dalam kepercayaan lain juga banyak sekali ragamnya, bahkan kita juga bisa menciptakan “zikir” kita sendiri untuk hal-hal positip alam pemikiran kita agar selalu mengingat Tuhan Yang Maha Esa. Zikir memang butuh dihafal agar dapat lebih mudah diaplikasikan tanpa contekan, tapi yang lebih penting untuk menghalau pemikiran negatif, zikir harus selalu diingat makna kata-katanya, karena tanpa kesadaran akan makna zikir, tak ubahnya kita seperti merancu (ngigau) tanpa makna apa-apa karena pemikiran negatif tetap melanda kita walau mulut kita kenyataannya sedang ber zikir. Apakah saya salah bertutur? Mohon wawasannya bagi yang lebih ahli ...... Tq.
.
Kalau ingin terbebas dari rasa bersalah, maka jalan yang paling mungkin adalah “kesesatan”, maka ketika kita beragama dengan sesat, tujuan utamanya adalah menghilangkan rasa bersalah dengan menciptakan kebenaran semu sesuai dengan yang kita mau. Biasanya mereka menyadur ayat-ayat suci sebagai sarana pembenar tindakan mereka, lebih seringnya adalah jihad, membunuh manusia lain justru dialibikan kebenaran yang di ridho Tuhan, lebih kebacut lagi membunuh dan memerangi manusia lain dengan alibi membela Tuhannya, dan melupakan logika kebenaran bahwa manusia lain yang dibunuh atau diperangi adalah ciptaan Tuhan yang dialibikan untuk dibela itu juga. Jadi sesungguhnya yang merusak agama adalah kesesatan/penyesatan oleh ummatnya sendiri.
.
Apakah Tuhan perlu dibela, kalau mau lebih extrim, apakah pembelaan agama apapun itu layak untuk ajang penghilangan nyawa sesama manusia? Bukankah agama diadakan sebagai sarana pembentukan rohani dan moral manusia agar berbeda dengan binatang yang tidak pernah merasa bersalah ketika membunuh binatang lainnya? Kalau agama kita dijelekkan, tapi kita tetap mengimaninya sebagai jalan menuju kebaikan atau jalan menuju surga sesuai keyakinan kita, lalu apakah itu jadi sangat masalah? Yang banyak terjadi justru kita acapkali kepo terhadap agama orang lain, mengutarakan ayat-ayat yang jelas menyinggung kepercayaan orang lain, dan itu sungguh tidak etis walau ada tertulis diayat suci kitab kita. Karena sepengetahuan saya berdasar apa-apa yang pernah saya baca dan juga logika menurut saya, Tuhan itu tidak pernah membuat kitab suci apapun juga, Tuhan juga tidak pernah membuat agama apapun juga. Tuhan hanya bersabda tentang KASIH, KEBENARAN, PETUNJUK dan LARANGAN. Tuhan tidak pernah menyebut nama agama apapun juga, karena memang semuanya itu adalah kebijakan manusia “bijak” yang bermaksud agar mengajarkan sesuai kebijakan Tuhan lebih mudah dipahami secara awam oleh mereka-mereka yang suka dengan pengajaran tersebut. Lalu kenapa terjadi banyak agama atau kepercayaan, karena sabda-sabda Tuhan padamasa tertentu disabdakan sesuai jalan yang dikehendakiNya, lalu oleh kroninya yang diberi sabda itulah agama dibentuk. Jadi ajaran agama apapun itu karena memang agama adalah buatan manusia juga kitab-kitab sucinya itu adalah hasil tulisan manusia, walau memang manusia “bijak” tersebut bermaksud demi kebaikan dan demi kehendak Tuhan, tapi karena sebijak-bijaknya manusia adalah juga tetap manusia yang memang tidak sesempurna Tuhan Yang Maha Esa, maka ketidak sempurnaan hasil karyanya adalah sangat mungkin, jadi bukan tidak mungkin bahwa disemua kitab suci juga terjadi kekilafan, itu analisa saya. Maaf kalau ada yang kurang berkenan.
.
Lalu bagaimana kita tahu dan menilai ajaran Tuhan yang sebenarnya, yang tidak tercemar oleh kebijakan manusia bijak sekalipun yang ikut tercampur didalam ayat-ayat kitab suci baik karena disengaja maupun tidak, juga untuk menangkal ajaran yang disesatkan agar terlihat benar oleh pelakunya? Maksud baik belum tentu menghasilkan kebaikan, apalagi maksud tidak baik, termasuk diantaranya agar tampak kepercayaan tersebut adalah yang paling baik dan paling benar, upaya manusia bijak sekalipun perlu dibuktikan oleh waktu apakah maksud-maksud tersebut bisa sinkron dengan kehendak Tuhan yang adalah Maha Sempurna? Termasuk upaya-upaya oleh manusia yang dianggap bijak sekalipun, karena itulah mengapa tidak ada manusia yang dianggap sempurna bukan? Tolok ukurnya menurut saya adalah dasar dari sabda-sabda Tuhan yang harus kita cermati berdasarkan “konsistensi”, sekali lagi KONSISTENSI tentang sifat-sifat ketuhanan itu sendiri. Harap diingat, Tuhan Maha Sempurna, maknanya Tuhan memang sudah sempurna dari awal hingga akhir, jadi kalau menganggap Tuhan menyempurnakan apa yang pernah diajarkan, “silahkan renungkan”, menambahkan hal lain yang dianggap juga benar tentu berbeda dengan menyempurnakan atau mengoreksi sabdaNya sendiri. Karena juga seingat saya, dalam kitab-kitab yang pernah saya dengar dari khotbah oleh mereka yang mempercayai kitab-kitabNya, Tuhan tidak pernah membatalkan sabda-sabdaNya, tidak pernah mengoreksi, atau menyatakan tidak berlaku lagi, dan bukankah itu sebangun dengan makna Tuhan Maha Sempurna?
.
Diatas tadi sudah saya utarakan tentang dasar-dasar dari sabda Tuhan, yakni: “KASIH ; KEBENARAN ; PETUNJUK ; LARANGAN”, dan keempat hal itu bisa dilandasi dalam satu kata kunci “KASIH”, jadi kalau ingin memahami apakah ayat-ayat kitab suci kita mana yang layak kita imani, kita harus punya FILTER sendiri dengan hanya berpedoman dengan “kasih”. Larangan menipu, menyakiti, mencuri, merampok, membunuh adalah karena KASIH. Jadi kalau ada ajaran yang mengajarkan untuk membunuh dengan dalih apapun juga, renungkanlah hal itu apakah ada landasan/kandungan kasih didalamnya? Tuhan tidak mungkin mengajarkan untuk membunuh sesama manusia apapun dalihnya, sementara Tuhan sendiri adalah juga Maha Pengampun, bukankah begitu logikanya? Jadi Kebenaran, Petunjuk dan Larangan yang ada dalam ayat-ayat kitab suci kita tanpa landasan “Kasih” sudah sepatutnya kita pertanyakan berulang kali dalam sanubari kita, apakah betul itu termasuk sabda Tuhan yang juga adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang?
.
Lalu bagaimana tentang pernyataan dalam artikel ini untuk diaplikasikan kepada manusia yang tidak beragama, yang tidak percaya akan adanya Tuhan itu sendiri?

.
(“Jadi ketuhanan adalah Tuhan mengcopy “embrio” kedalam inti sanubari pada setiap kehidupan manusia tentang makna Tuhan itu sendiri.”)
.
Ketuhanan itu artinya sangat luas, dan sekali lagi landasannya adalah “kasih”. Jadi boleh saja manusia itu merasa tidak beragama, merasa tidak mengenal Tuhan, juga tidak mempercayai adanya Tuhan. Tapi ketika manusia itu sendiri mempunyai rasa malu, rasa bersalah, rasa berterimakasih, rasa sayang menyayangi, rasa bersyukur, rasa welas-asih, bisa dipercaya dan sejenisnya, itulah sejatinya tanda-tanda Tuhan hadir dalam diri orang tersebut. Lalu bagaimana ketika ada manusia yang sangat bengis, kejam tidak berprikemanusiaan, tapi tidak bisa kita juluki sesat karena tidak percaya agama dan juga tidak percaya adanya Tuhan? Bukankah hal semacam itu juga pernah kita dengar baik dalam cerita sejarah maupun berita-berita yang entah kapan tepatnya terjadi? Hal yang memang sangat langka terjadi, seperti halnya bisakah kita membayangkan andai ada orang yang dari kecil diajarkan bahwa mencuri, merampok, membunuh adalah suatu kebenaran, lalu apakah menjadi aneh kalau hal itu dilakukan dikemudian hari oleh yang bersangkutan? Itulah pentingnya kita sebagai manusia utamanya sebagai orang tua dari anak-anak kita untuk mengajarkan “kasih” sesuai dasar ajaran dari Tuhan yang embrionya telah ditanamkan kepada kita semua sebagai manusia, embrio tersebut perlu dibina, dirawat, dan dipelihara agar tetap terjaga dan semakin berkembang sesuai makna KASIH itu sendiri. Dan untuk menjaga “kasih” itu agar tidak melenceng ukurannya adalah UNIVERSAL. Makna kasih universal adalah, kasih yang berlaku dan diterima oleh siapa saja tanpa membedakan SARA. Apakah ada yang SETUJU? Silahkan beri tanggapan kalau ingin diskusi, walau menurut Anda saya ada salah, mohon tidak caci-maki ya, TQ. (SPMC SW, Minggu, 13 Desember 2015)
.
.
Sumber gambar:
Agamabuddhaindo .wordpress .com

No comments:

Post a Comment