(Image source: www.kaskus.co.id)
Blogspot. Yang mulia Pak Presiden SBY, kenapa
sekarang terlihat begitu “gundah” atas kemenangan opsi Pilkada Tidak
Langsung sidang paripurna DPR pada dini hari 26 September 2014 yang
lalu? Bukankah RUU Pilkada itu usulan Pemerintah yang sudah lebih 2
tahun dibahas di DPR? Bukankah kemenangan itu berarti kehebatan usulan
yang diamini oleh lebih banyak anggota DPR yang se-ide? Jadi bukankah
seharusnya Bapak bangga atas kemenangan tersebut? Bukankah kata orang
hebat: “Biarpun langit runtuh keyakinan atas suatu kebenaran harus
tetap dipertahankan”? Jadi apa yang sesungguhnya membuat Bapak kecewa? Janganlah membuat banyak rakyat awam menjadi bingung, bingung
karena kemenangan bukankah seharusnya di syukuri?
Lebih 2 tahun itu bukan waktu yang sebentar RUU Pilkada usulan
Pemerintah diwacanakan di DPR, kalau tidak menganggap benar, kenapa
tidak pernah coba ditarik? Justru utamanya dari Partai Demokrat hanya
Bapak SBY saja yang mendukung Pilkada Langsung (Plus 6 anggota DPR yang
“mbalelo”), dan itupun mulai Bapak suarakan ketika begitu banyak menuai
demo penolakan dari banyak rakyat. Jadi sebetulnya Bapak itu lebih
mengutamakan citra atau kebenaran kayakinan diri sendiri?
Polemik walk-out partai Demokrat di sidang paripurna lebih menggelikan
bagi mereka yang tidak mudah geram karena emosi. Ketika Demokrat
mewacanakan kesepuluh perubahan Pilkada Langsung harus diakomodasi
secara musyawarah mufakat tanpa kecuali. Mana mungkin bisa terjadi?
Bukankah Koalisi Merah Putih (KMP) sudah pasti tidak setuju? Itu wacana
paling menggelikan abad ini dalam perpolitikan, seperti wacana
mengharuskan matahari terbit dari barat. Maka ketika PDIP, PKB dan
Hanura memberikan dukungan di Sidang Paripurna terbuka yang disaksikan
seluruh rakyat Indonesia, lalu Demokrat justru ijin walk-out, pembuat
skenario itu sungguh kurang lihai membuat ending cerita. Jadi salahkah
kalau banyak rakyat mengatakan Demokrat sedang bersandiwara?
Sepertinya belum ada yang mempertanyakan dan juga menerangkan, KALAU
DEMOKRAT “SEJATINYA” BERKEHENDAK PILKADA LANGSUNG, LALU
WALK-OUT DARI SIDANG PARIPURNA, JALAN TIKUS MANA YANG DIMAKSUD UNTUK MENCAPAI KEHENDAK SEJATI
TERSEBUT? Bagaimana caranya? Sungguh itu membuat gatal
kepala, karena logikanya, bahkan kalau toh seandainya PDIP, PKB dan
Hanura tidak memberi dukungan, Demokrat-lah yang seharusnya ikut mereka
demi kehendak sejati tersebut. Percayalah lebih terhormat menatap
dengan gagah dari pada bersandiwara yang pasti tidak mungkin bisa
sempurna. Acting tidak mungkin 100 persen sama dengan realita, dan
kebohongan lebih capek karena harus diikuti kebohongan-kebohongan
lanjutannya.
Lalu Bapak masih lagi berpolemik: Kecewa - Tidak mau tanda tangan RUU -
Akan menggugat ke MA atau ke MK - Bahkan akan terus mengupayakan untuk
Pilkada Langsung walau tidak jadi Presiden lagi - Konsultasi dengan
Ketua MK. Itu semua bukankah tidak ada maknanya selain mencoba mengais
tambahan citra ditengah pusaran polemik? Dan dari tokoh-tokoh partai
Demokrat, seperti biasa ucapan politisi, tidak ada satupun yang
menyalahkan Pemimpinnya, inisiatif mengambil alih walk-out adalah
perintah Ketua Fraksi. Logikanya setelah bersedia menjadi bumper demi
kehormatan Ketua bagaimana mungkin akan ada pemecatan? Tapi supaya tampak serius tidak ada sandiwara, berilah surat peringatan saja.
Yang penting semuanya selamat, Pemimpinnya masih terhormat dan biarkan
rakyat berpolemik sendiri, sebentar lagi juga sudah melupakan,
bukankah begitu enaknya berpolemik di Negeri ini? Walau akhir dari
polemik dramatisasi itu toh ternyata: “Sebagai Pemerintah harus
menyetujui semua proses “demokratisasi” yang sudah terjadi.”
Banyak yang sedang menanti pembuktian “bonus” kemenangan opsi Pilkada
Tidak Langsung, apakah betul dari Demokrat juga akan mendapat bonus
jabatan seperti yang sedang beredar gosip-nya? Ayo kita nantikan
sekalian membuktikan apakah betul adanya transaksi bagi-bagi jatah hasil
jerih payah?
Waktu Pilpres kemarin itu, terlihat nyata adanya dua kubu yang jelas
memberi dukungan ke-masing-masing jagoannya, setidaknya itu
menggambarkan adanya keberpihakan, adanya kelompok rakyat yang saling
menginginkan kemenangan jagoannya. Sedang tentang RUU Pilkada pada
sidang paripurna, seandainya demo oleh rakyat yang terjadi di-seantero
negeri bukan hanya yang menolak Pilkada Tidak Langsung, pasti akan lebih
elok untuk KMP umumnya dan juga ‘Demorat didalamnya’. Itulah sebabnya,
apakah tidak berminat sekalian menggalang demo tandingan demi citra
positif KMP? Karena kalau yang tampak semua rakyat menolak dengan
melakukan demo, kemenangan anggota DPR dari KMP itu sebetulnya mewakili
siapa? Rakyat mana yang Anda-Anda wakili dan menyambut dengan gembira
kemenangannya? Bukankah DPR masih kepanjangan Dewan Perwakilan Rakyat?
Napsu, kalap, atau memang demi kebaikan rakyat? Ketika Anda sekalian
anggota DPR yang “terhormat” tidak bisa meyakinkan kebaikan yang Anda
pilih kepada rakyat, kenapa masih mengaku Perwakilan Rakyat? Mau Anda
bawa kemana Negeri ini? Sepertinya kok lebih rela terjadi
gonjang-ganjingnya Negara dari pada melupakan keserakahan Anda. Padahal
katanya tak ada satupun fatsal yang memberi tugas anggota DPR untuk
memilih Kepala Daerah?
Dan sesungguhnya, dari pengamatan kacamata saya sebagai rakyat jelata
atas gonjang-ganjing RUU Pilkada ini, KMP plus Demokrat “minus” SBY
semuanya tampak senang atas kemenangan opsi Pilkada Tidak Langsung. Itu
sekedar pengamatan saya, tidak ingin memaknai yang lain, apalagi
menebak tentang kehebatan SBY. Maaf kalau ada yang tidak suka artikel
ini, setidaknya anggaplah sebagai salah satu sudut pandang dan
uneg-uneg rakyat jelata. (SPMC SW, September 2014)
(Image source: ikkareskyanisam.blogspot.com)
( 5M ) ~ SPMC = "Sudut Pandang Mata Capung" ~ yang boleh diartikan ~ "Sudut Pandang Majemuk" || MEMPERHATIKAN kebenaran-kebenaran sepele yang di-sepele-kan ; MENCARI-tahu mana yang benar-benar "benar" dan mana yang benar-benar "salah" ; MENYUARAKAN kebenaran-kebanaran yang di-gadai-kan dan ter-gadai-kan ; MENGHARAP kembali ke dasar-dasar kebenaran yang di-lupa-kan dan ter-lupa-kan ; MENOLAK membenarkan hal-hal yang tidak semestinya, menolak menyalahkan hal-hal yang semestinya. (© 2013~SW)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment