Tuesday, September 30, 2014

"DEMOKRAT HANTAR SBY JAWARA STAND-UP COMEDY" | #ShameByYou

                            (Image source: www.kaskus.co.id)


Blogspot. Yang mulia Pak Presiden SBY, kenapa sekarang terlihat begitu “gundah” atas kemenangan opsi Pilkada Tidak Langsung sidang paripurna DPR pada dini hari 26 September 2014 yang lalu? Bukankah RUU Pilkada itu usulan Pemerintah yang sudah lebih 2 tahun dibahas di DPR? Bukankah kemenangan itu berarti kehebatan usulan yang diamini oleh lebih banyak anggota DPR yang se-ide? Jadi bukankah seharusnya Bapak bangga atas kemenangan tersebut? Bukankah kata orang hebat: “Biarpun langit runtuh keyakinan atas suatu kebenaran harus tetap dipertahankan”? Jadi apa yang sesungguhnya membuat Bapak kecewa? Janganlah membuat banyak rakyat awam menjadi bingung, bingung karena kemenangan bukankah seharusnya di syukuri?

Lebih 2 tahun itu bukan waktu yang sebentar RUU Pilkada usulan Pemerintah diwacanakan di DPR, kalau tidak menganggap benar, kenapa tidak pernah coba ditarik? Justru utamanya dari Partai Demokrat hanya Bapak SBY saja yang mendukung Pilkada Langsung (Plus 6 anggota DPR yang “mbalelo”), dan itupun mulai Bapak suarakan ketika begitu banyak menuai demo penolakan dari banyak rakyat. Jadi sebetulnya Bapak itu lebih mengutamakan citra atau kebenaran kayakinan diri sendiri?

Polemik walk-out partai Demokrat di sidang paripurna lebih menggelikan bagi mereka yang tidak mudah geram karena emosi. Ketika Demokrat mewacanakan kesepuluh perubahan Pilkada Langsung harus diakomodasi secara musyawarah mufakat tanpa kecuali. Mana mungkin bisa terjadi? Bukankah Koalisi Merah Putih (KMP) sudah pasti tidak setuju? Itu wacana paling menggelikan abad ini dalam perpolitikan, seperti wacana mengharuskan matahari terbit dari barat. Maka ketika PDIP, PKB dan Hanura memberikan dukungan di Sidang Paripurna terbuka yang disaksikan seluruh rakyat Indonesia, lalu Demokrat justru ijin walk-out, pembuat skenario itu sungguh kurang lihai membuat ending cerita. Jadi salahkah kalau banyak rakyat mengatakan Demokrat sedang bersandiwara?

Sepertinya belum ada yang mempertanyakan dan juga menerangkan, KALAU DEMOKRAT “SEJATINYA” BERKEHENDAK PILKADA LANGSUNG, LALU WALK-OUT DARI SIDANG PARIPURNA, JALAN TIKUS MANA YANG DIMAKSUD UNTUK MENCAPAI KEHENDAK SEJATI TERSEBUT? Bagaimana caranya? Sungguh itu membuat gatal kepala, karena logikanya, bahkan kalau toh seandainya PDIP, PKB dan Hanura tidak memberi dukungan, Demokrat-lah yang seharusnya ikut mereka demi kehendak sejati tersebut. Percayalah lebih terhormat menatap dengan gagah dari pada bersandiwara yang pasti tidak mungkin bisa sempurna. Acting tidak mungkin 100 persen sama dengan realita, dan kebohongan lebih capek karena harus diikuti kebohongan-kebohongan lanjutannya.

Lalu Bapak masih lagi berpolemik: Kecewa - Tidak mau tanda tangan RUU - Akan menggugat ke MA atau ke MK - Bahkan akan terus mengupayakan untuk Pilkada Langsung walau tidak jadi Presiden lagi - Konsultasi dengan Ketua MK. Itu semua bukankah tidak ada maknanya selain mencoba mengais tambahan citra ditengah pusaran polemik? Dan dari tokoh-tokoh partai Demokrat, seperti biasa ucapan politisi, tidak ada satupun yang menyalahkan Pemimpinnya, inisiatif mengambil alih walk-out adalah perintah Ketua Fraksi. Logikanya setelah bersedia menjadi bumper demi kehormatan Ketua bagaimana mungkin akan ada pemecatan? Tapi supaya tampak serius tidak ada sandiwara, berilah surat peringatan saja. Yang penting semuanya selamat, Pemimpinnya masih terhormat dan biarkan rakyat berpolemik sendiri, sebentar lagi juga sudah melupakan, bukankah begitu enaknya berpolemik di Negeri ini? Walau akhir dari polemik dramatisasi itu toh ternyata: “Sebagai Pemerintah harus menyetujui semua proses “demokratisasi” yang sudah terjadi.”

Banyak yang sedang menanti pembuktian “bonus” kemenangan opsi Pilkada Tidak Langsung, apakah betul dari Demokrat juga akan mendapat bonus jabatan seperti yang sedang beredar gosip-nya? Ayo kita nantikan sekalian membuktikan apakah betul adanya transaksi bagi-bagi jatah hasil jerih payah?

Waktu Pilpres kemarin itu, terlihat nyata adanya dua kubu yang jelas memberi dukungan ke-masing-masing jagoannya, setidaknya itu menggambarkan adanya keberpihakan, adanya kelompok rakyat yang saling menginginkan kemenangan jagoannya. Sedang tentang RUU Pilkada pada sidang paripurna, seandainya demo oleh rakyat yang terjadi di-seantero negeri bukan hanya yang menolak Pilkada Tidak Langsung, pasti akan lebih elok untuk KMP umumnya dan juga ‘Demorat didalamnya’. Itulah sebabnya, apakah tidak berminat sekalian menggalang demo tandingan demi citra positif KMP? Karena kalau yang tampak semua rakyat menolak dengan melakukan demo, kemenangan anggota DPR dari KMP itu sebetulnya mewakili siapa? Rakyat mana yang Anda-Anda wakili dan menyambut dengan gembira kemenangannya? Bukankah DPR masih kepanjangan Dewan Perwakilan Rakyat? Napsu, kalap, atau memang demi kebaikan rakyat? Ketika Anda sekalian anggota DPR yang “terhormat” tidak bisa meyakinkan kebaikan yang Anda pilih kepada rakyat, kenapa masih mengaku Perwakilan Rakyat? Mau Anda bawa kemana Negeri ini? Sepertinya kok lebih rela terjadi gonjang-ganjingnya Negara dari pada melupakan keserakahan Anda. Padahal katanya tak ada satupun fatsal yang memberi tugas anggota DPR untuk memilih Kepala Daerah?

Dan sesungguhnya, dari pengamatan kacamata saya sebagai rakyat jelata atas gonjang-ganjing RUU Pilkada ini, KMP plus Demokrat “minus” SBY semuanya tampak senang atas kemenangan opsi Pilkada Tidak Langsung. Itu sekedar pengamatan saya, tidak ingin memaknai yang lain, apalagi menebak tentang kehebatan SBY. Maaf kalau ada yang tidak suka artikel ini, setidaknya anggaplah sebagai salah satu sudut pandang dan uneg-uneg rakyat jelata. (SPMC SW, September 2014)

                             (Image source: ikkareskyanisam.blogspot.com)

No comments:

Post a Comment