(Image source: indoku.co.id)
Blogspot. KETIKA ribut TNI vs POLRI, “padahal” itu
se-iprit yang terkabarkan karena DISPARITAS harga BBM yang sangat rawan
diselewengkan. Masihkah itu dibiarkan, bukankah sudah sangat sering
terberitakan yang serupa dan melibatkan banyak macam oknum aparat
Negara?
KETIKA Harga Gas ELPIJI 12 Kg naik, rakyat
berbondong-bondong pindah ke Gas Melon ukuran 3 Kg, saya tidak yakin
kalau hal itu tidak dipahami sebelumnya.
KETIKA anggota DPR tetap dilantik walau statusnya
tersangka, itu sudah pernah terjadi, dan kita semua ternyata memilih
jadi lebih dungu dari pada keledai. Ditambah banyaknya anggota DPR yang
menggadaikan “surat pengangkatannya”, supaya cepat lunas,
jangan-jangan itulah salah satu sebab kenapa ngotot mau Pilkada tidak
langsung? Paling lucu mendengarkan argumentasi para tokoh politik yang
ingin Pilkada lewat DPRD saja, katanya KPK lebih mudah ngawasi 50
anggota DPRD dari pada rakyat yang begitu banyak? Logika keblinger dan
sudah berhasil mempesona para lawan tokoh politik yang ternyata banyak
terpana dan tidak bisa menjawab. Padahal, ibarat satu kolam berisi 50
ekor ikan, dan kolam yang lain berisi 500 ribu ekor ikan, di kolam mana
yang mudah menangkap ikan? Kalau sama-sama berkehendak, bukankah
menangkap “serangan fajar” lebih gampang dibanding menangkap anggota
DPRD yang sudah tahu diawasi dan pastinya akan lebih licik entah pakai
calo tingkat berapa? Yang jadi masalah adalah tegaknya hukum untuk
bidang politik sepertinya hanya kaya wacana dan miskin implementasi.
Kenapa tidak melihat dengan mata hati nurani, apakah ketika waktoe itoe
akan diubah menjadi Pilkada Langsung juga ada demo yang begini banyak
oleh rakyat? Jadi sebetulnya DPR itu singkatannya apa? Atau
jangan-jangan walau singkatannya tetap sama, tapi persepsinya jadi
“Dewan Penipu Rakyat”? Atau Pemeras? Dan ngenesnya, mau jadi
Penipu/Pemeras dengan membekali ilmu kekebalan, bukankah begitu salah
satu usulan UU MD3? Sepertinya kita semua digiring menuju jurang
kenistaan oleh ke-egois-an, dan jengkelnya, kita digiring tokoh-tokoh
yang telah kita pilih sendiri dalam Pileg. Kalau ada yang merasa tidak
ikut memilih, itulah bukti nyata bahwa Golput-pun juga terkena imbasnya.
Kalau alasan banyaknya korupsi saat ini, seandainya ada KPK saat itu,
jangan-jangan 100 persen Kepala Daerah hasil pemilihan DPRD waktu itu
tertangkap semua karena korupsi. Cari alibi/pembenaran/pembanding kok
yang lucu-lucu dan tampak sangat egois. Lalu supaya tampak mendapat
dukungan, hari ini Koalisi Merah Putih (KMP) mengerahkan massa untuk
demo di gedung DPR menuntut Pilkada Tidak Langsung, pada
sebelum-sebelumnya selalu tereak UU MD3 tidak ada urusannya dengan KMP.
Piye toh?! Banyak yang kalap, atau saya yang salah tangkap makna?
Dijaga sangat banyak aparat supaya tidak terjadi bentrok, dan lebih
seru dengan pengaturan waktu orasi.
KETIKA kabut asap melanda lagi, kejadian rutin yang
semakin meyakinkan kita, ternyata mengelola Negara tidak semudah
teorinya. Atau memang tidak becus? Pada setiap kejadian kabut asap,
pihak POLRI selalu mengumumkan berhasil menangkap pembakar-nya, lalu
tidak dengar lagi kelanjutannya, siapa dibalik itu semua, apa
hukumannya? Terus kalau itu semua ternyata tidak pernah menjerakan
pelaku pembakarnya, kenapa tidak pernah merubah aturan mainnya? Kenapa?
Sepertinya kita semua tidak peduli karena terlalu egois, padahal itu
jelas-jelas merugikan Negara, bukankah kita juga mendengar tentang
adanya penyewaan alat pemadam kebakaran dari Luar Negeri yang tentu
saja tidak murah? Belum kalau tidak dikorupsi? Dan bagaimana dengan
kerugian kesehatan masyarakat? Apakah menunggu sampai kiamat baru
selesai dengan sendirinya soal kabut asap? Memang di Negara majupun
juga pernah terjadi kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap, baik
itu di Amerika maupun di Australia, tapi tidak kejadian rutin yang
sengaja dicipta demi kepraktisan dan ke-egoisan! Jangan-jangan itulah
benang merahnya, kenapa banyak rakyat yang tidak setuju kita punya
Nuklir untuk pembangkit listrik sekalipun, lha mencegah asap yang rutin
terjadi saja tidak becus ……
KETIKA Mapram/Perploncoan/Ospek masih terjadi dan
menelan korban entah itu ditingkat SMU maupun Univesitas, kenapa tidak
dilarang saja? Apakah begitu yakin bahwa hal tersebut tetap diadakan
karena banyak manfaat? Logika apa lagi yang ingin tetap dipertahankan?
Padahal sepintas yang pernah saya dengar menurut ilmu pendidikan baik
dirumah maupun disekolah, mengajarkan dengan kekerasan akan
menghasilkan kekerasan juga. Sungguh menjengkelkan menuntaskan masalah
itu saja tidak becus. Kalau dikasih peraturan bahwa
mapram/perpeloncoan/ospek atau diselubungkan dengan istilah-istilah
lain seperti ‘masa perkenalan’ dan lain-lain adalah dilarang diadakan
dengan sanksi pemecatan dengan tidak hormat Kepala Sekolah atau
Rektor-nya, saya kok yakin tidak akan ada lagi. Tapi harus benar dan
tegas implementasinya.
KETIKA ada demo tolak penggusuran ditempat yang
terlarang mendirikan bangunan atau memang bukan haknya, apa lagi dengan
alasan belum ada sosialisasi atau uang ke-rohim-an belum sesuai,
sungguh memprihatinkan. Dan itu juga terjadi dengan pengosongan rumah
dinas yang ditinggali oleh para pensiunan yang tidak mau pindah karena
merasa sudah menempati rumah puluhan tahun lamanya. Ternyata banyak
diantara kita yang tidak lagi bisa membedakan mana yang benar dan mana
yang salah. Karena seringnya kita mendengar tentang hal itu semua,
berarti para pengambil kebijakan tidak pernah belajar tentang hal itu.
Apa susahnya pengawasan mendirikan bangunan ditempat yang terlarang
dilakukan oleh Lurah misalnya, sehingga tidak terjadi sudah sangat
banyak dan berpuluh tahun baru ditertibkan. Bukankah seharusnya sebagai
Lurah menguasai wilayah tugasnya? Dan para Pensiunan harusnya segera
meninggalkan rumah dinas segera setelah memasuki masa pensiun, tanpa
kecuali. Yang sering terjadi adalah ewuh pekewuh, apalagi kalau yang
pensiun punya jabatan, sehingga mantan anak buah tidak enak kalau harus
mengusirnya, dan terjadilah berpuluh tahun tinggal dirumah dinas,
sampai ganti pemimpin di instansi tersebut yang merasa tidak pernah
hutang budi, lalu terjadilah pengusiran yang diributkan itu.
Sungguh banyak hal yang bisa dilakukan dan segera membuat Negara ini
hebat kalau aturan dilaksanakan sebagaimana mestinya dan hukum
ditegakkan dengan tegas, bukan hanya diwacanakan saja. Dan untuk semua
hal yang bersifat umum, percayalah tidak akan berhasil kalau itu
bersifat himbauan atau mendua! Jadi jangan mengharap adanya ketertiban
dengan himbauan. Jangan buang sampah sembarangan! Jangan melanggar
peraturan lalu lintas atau tertiblah berlalu lintas! Jangan Mencuri!
Jangan Korupsi! Dan seabrek “jangan” lainnya, bahkan masih
diembel-embeli dengan sumpah jabatan segala. Terbukti tidak bermanfaat
bukan? Begitu juga yang terjadi dengan mendua, maksud saya adalah
disparitas harga untuk umum, contohnya BBM dan Gas Elpiji, sami mawon
hasilnya, tidak akan berhasil! Percayalah, dan ayolah segera akhiri
hal-hal itu, sekali lagi himbauan dan mendua tidak akan ada gunanya
untuk umum. Yang bisa berhasil adalah tindakan tegas sesuai UU dan hindari keputusan mendua. (SPMC SW, September 2014)
.
Catatan:
Untuk urusan BBM dan Gas ELPIJI 12 Kg, masalah akan lebih sederhana
kalau menghilangkan subsidi BBM dan harga Gas Elpiji 12 Kg tidak perlu
dinaikkan.
( 5M ) ~ SPMC = "Sudut Pandang Mata Capung" ~ yang boleh diartikan ~ "Sudut Pandang Majemuk" || MEMPERHATIKAN kebenaran-kebenaran sepele yang di-sepele-kan ; MENCARI-tahu mana yang benar-benar "benar" dan mana yang benar-benar "salah" ; MENYUARAKAN kebenaran-kebanaran yang di-gadai-kan dan ter-gadai-kan ; MENGHARAP kembali ke dasar-dasar kebenaran yang di-lupa-kan dan ter-lupa-kan ; MENOLAK membenarkan hal-hal yang tidak semestinya, menolak menyalahkan hal-hal yang semestinya. (© 2013~SW)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment