(Image source: mautauaja.info)
Blogspot. Rencana judul Artikel ini adalah: “Dari Hartati Murdaya Sampai Oknum Polri Tertangkap Di Malaysia”
EGOIS adalah satu kata yang menggambarkan itu semua,
dan Revolusi Mental ternyata sangat mendesak untuk dilaksanakan,
utamanya terhadap para penyelenggara Negara!
KETIKA doeloe heboh pembebasan bersyarat atas Schapelle
Leigh Corby yang sempat dijuluki Ratu Mariyuana dari Australia, aneka
macam tafsir gosip banyak sekali bermunculan: Ada yang menggosipkan
karena teman kuliah anaknya pemimpin ; Menerima uang suap ; Mafia
peradilan ; Mendapat tekanan dari Pemerintah Asing ; Barter pesakitan ;
Dan mungkin masih banyak lagi yang saya tidak ingat atau memang tidak
tahu. Tapi yang pasti pemberitaannya sempat heboh beberapa pekan,
termasuk ungkapan kegeraman oleh beberapa mantan penegak hukum yang
pernah mengadili kasus-kasus sejenis. Padahal beberapa tahun sebelumnya
Pemerintah pernah mencanangkan “Perang Melawan Narkoba”, salahkah
rakyat menilai “Tidak satunya pekataan dan perbuatan?” Atau bolehkah
itu dikelompokkan kedalam satu kata EGOIS? Merasa paling benar sendiri,
karena pemegang hak yang memang diperbolehkan. Rakyat silahkan
mengkritisi, the show must go on ….
KETIKA Menkumham memberikan kebebasan bersayarat kepada
terpidana Hartati Murdaya padahal gosip yang beredar waktunya belum
klop, dan banyak rakyat tahu bahwa yang bersangkutan adalah mantan
Anggota Dewan Penasehat Partai yang konon gosipnya pernah memberikan
dukungan dana. Kenapa tidak mempedulikan perasaan rakyat, apakah karena
kekuasaan akan segera berakhir takut tidak sempat membalas budi? Kalau
memang merasa benar, kenapa tidak jumpa pers saja untuk menerangkan
duduk masalah dan pertimbangannya? Kalau toh memang dibenarkan karena
punya kekuasaan atau hak khusus, apakah memang penggunaannya tidak
peduli walau harus mencederai perasaan rakyat? Atau berpikir, sebodo
amat ini adalah hak gue, emangnya apa urusannya ama lu? Bukankah itu
semua menggambarkan “dimatikannya perasaan” pengambil kebijakan dan
lupa introspeksi padahal itu men-stikma EGOIS, keinginan pribadi atau
tak mampu menolak keinginan pembisik?
KETIKA doeloe ada anaknya menteri terlibat kecelakaan
dan menimbulkan korban tewas, lalu pengadilan digelar, berujung akhir
dinyatakan bersalah, tapi tidak dipenjarakan. Pertimbangannya adalah
sudah adanya islah dengan pihak keluarga korban. Bagaimana kalau
seandainya yang mengalami bukan anaknya Menko? Atau bukan orang mampu
yang mampu ber-islah karena pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Kalau semua itu benar dan layak, semoga rakyat tidak mengeluh lagi
atas tegaknya hukum di NKRI yang tajam kebawah dan tumpul keatas.
Terima sajalah nasib, salahnya sendiri kenapa tidak menajdi orang kaya
dan punya banyak pengaruh, orang miskin tidak boleh protes. Jadi kalau
dalam kasus ini boleh tidak dikelompokkan ke EGOIS ya?
KETIKA dua oknum POLRI yang masih aktif tertangkap di
Malaysia karena masalah narkoba, apakah kita harus bersedih, berduka,
geram? Kemudian terkorek khabar beredar tentang “kenakalan” oknum
tersebut. Berita yang beredar adalah kemungkinan ancaman hukuman
pancung, serem amat …… Pasti membuat banyak pihak di NKRI ini yang akan
kerepotan sehubungan masalah tersebut. Kalau misalnya keputusan
tersebut benar terjadi, akankah Pemerintah Indonesia memohonkan ampun?
Pasti kebagian tugasnya Pemerintah baru ya? Dan saya tak paham
protokoler hubungan antar Negara, apakah permohonan-permohonan semacam
itu juga akan mempengaruhi kasus-kasus lain, tentang TKI misalnya? Atau
kita jadi ewuh tereak kalau misalnya ada pengakuan hak intelektual
atas suatu karya atau budaya Negeri ini oleh mereka karena kita merasa
sudah hutang budi atas permohonan ampun tersebut? Bagaimana kalau hal
tersebut menyangkut batas wilayah? Dan pasti akan sangat panas kalau
permohonan ampun tersebut justru ditolak oleh Permerintah Malaysia, dan
hukum pancung tetap dilaksanakan. Campur aduk antara geram dan jengkel
atas penolakan ditambah sebel karena ulah oknum “nakal”, atau
jangan-jangan penolakan itu akan memunculkan rasa solidaritas dan
pemahaman baru karena dipicu rasa malu dan balas dendam. Siapa tahu
kita akan melakukan hal yang sama atas semua bandar narkoba yang
tertangkap di Negara ini, utamanya tentu saja oknum dari Malaysia
…karena dendam yang membara …..bukankah itu justru akan positif untuk
anak cucu kita, berkurangnya ancaman narkoba. Mencoba berlogika
positif, supaya tidak tampak EGOIS …… Dibalik itu semua, padahal saya
yakin se yakin-yakin-nya, masalah Narkoba di NKRI ini sudah sangat
gawat dan memprihatinkan, tak ada satu lembagapun yang bersih dari
Narkoba, termasuk lembaga yang harusnya memberantas Narkoba itu
sendiri. Bukankah tertangkapnya oknum Polri merupakan bukti nyata?
Apalagi kalau nantinya terbukti merupakan bagian dari Sindikat Mafia
Narkoba International. Oknum Pemberantas yang ternyata merangkap
Anggota Sidikat, EGOIS yang sangat menyedihkan atau membuat geram? Jadi
jangan terlalu berharap bahwa Narkoba akan segera sirna di Negeri ini.
KETIKA waktu itu menyelengarakan Konvensi untuk
menentukan jagoan yang direncanakan akan dimajukan dalam bursa Capres,
banyak tokoh yang dipandang hebat harus ikut bergabung, termasuk
“memanggil” pulang jagoan yang didatangkan dari Amerika. Setelah kini
semuanya berlalu dan ternyata rencana tersebut tidak berhasil, sang
tokoh dijadikan Wamenlu, tentu saja dengan men-Dubes-kan Wamenlu yang
sedang menjabat, semuanya senang karena Kabinet akan segera berakhir.
Balas jasa atau apa maknanya? Apakah sebegitu penting kebutuhannya?
Padahal hanya tinggal berapa lama jangka waktu yang ada? Mungkin itu
dianggap pengeluaran uang receh, makanya jadi Presiden kalau mau bisa
banyak membantu teman atau kroni. Bolehkah hal itu dikelompokkan ke
EGOIS yang manis? Apakah Presiden Jokowi nanti juga akan banyak
melakukan hal semacam itu, membalas budi kroni walau sebetulnya jabatan
itu tidak ada juga tidak apa-apa?
KETIKA Menteri ESDM Jero Wacik dinyatakan tersangka
oleh KPK, walau sebetulnya tidak mengagetkan karena banyak yang sudah
menduga ketika Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini tertangkap dan ngoceh
dalam pemeriksaan dan di Pengadilan, tapi beritanya toh tetap heboh.
Lalu Alvin Lie mantan anggota DPR dari PAN dalam dialog jarak jauh di
Kompas TV semalam, mengingatkan bahwa Pak SBY adalah juga mantan
Menteri ESDM, dan seharusnya paham betul tentang Mafia Migas, apalagi
juga dikatakan Don(Bos) Mafia Migasnya ditenggarai masih sama bahkan
sejak ORBA, bukankah itu pernyataan sederhana yang berimplikasi sangat
mendalam? Lalu saya “menerawang”, maaf mungkin imajinasinya kelewatan,
Sang Don Mafia Migas tidak akan tersentuh, maksimal di stop
kegiatannya. Apa lagi juga beredar GOSIP, pada Pilpres kemarin sang Don
Mafia juga ikut memberi sumbangan untuk Capres Jokowi? Dasar saya
mengatakan tidak akan tertangkap adalah: Bukankah kalau
ditangkap lalu ternyata mengeluarkan tetralogi cerita yang ternyata
pemeran utamanya adalah semua pejabat Negeri yang pernah memimpin,
ancaman CHAOS bukan tidak mungkin toh? Bagaimana hayo kalau itu
yang terjadi, apakah akan dinyatakan Pemerintahan yang lalu adalah
tidak sah? Tambah runyam toh? Bisa gawat kalau ternyata semua
Pemerintahan yang pernah terjadi adalah tidak sah karena ternyata Don
Mafia Migas terlibat didalamnya. Jadi rasanya bisa stop aktifitas Mafia
Migas adalah maksimal. Pemberian stempel Mafia dibubuhkan, sangat
banyak diantara kita yang membayangkan seperti di-film-film gangster
bahwa Mafia itu suka memeras dengan ancaman, kejam dan sadis, tapi
menyimak cerita yang ada tentang Mafia Migas, justru sang Mafia yang
sepertinya diperas lalu dilindungi, jadi sebetulnya Mafia-nya itu yang
mana? Bukankah logika umum adalah yang memeras dan melindungi?
Bagaimana menurut Anda? Khusus masalah ini, saya tidak bisa mengatakan
EGOIS walau sebetulnya bisa saja dikaitkan, egois untuk menang
kompetisi sebagai Pemimpin walau apapun caranya.
KETIKA saya mengakhiri mengutarakan ketika-ketika yang
lain sehubungan dengan EGOIS, itu memang karena sedang tidak ingat lagi
apa yang lainnya dan beruntung karena artikel ini jadi tidak terlalu
panjang. Giliran Anda dipersilahkan mengutarakan sesuai persepsi Anda,
dan saya menunggu khabar untuk mengunjungi artikel tersebut. Maaf kalau
artikel ini tampak sangat tendensius, tapi bukankah Penguasa yang
biasanya layak mendapat sorotan dan kritik? Setidaknya itulah suara
rakyat, karena memang saya adalah salah satu rakyat jelata di Negeri
ini. (SPMC SW, September 2014)
(Image source: indopolitika.com)
( 5M ) ~ SPMC = "Sudut Pandang Mata Capung" ~ yang boleh diartikan ~ "Sudut Pandang Majemuk" || MEMPERHATIKAN kebenaran-kebenaran sepele yang di-sepele-kan ; MENCARI-tahu mana yang benar-benar "benar" dan mana yang benar-benar "salah" ; MENYUARAKAN kebenaran-kebanaran yang di-gadai-kan dan ter-gadai-kan ; MENGHARAP kembali ke dasar-dasar kebenaran yang di-lupa-kan dan ter-lupa-kan ; MENOLAK membenarkan hal-hal yang tidak semestinya, menolak menyalahkan hal-hal yang semestinya. (© 2013~SW)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Keren-keren gan, salam dari http://opinigila.blogspot.com
ReplyDelete