Friday, September 5, 2014

"MENCEGAH NEGARA CHAOS, AYO SELAMATKAN DON MAFIA MIGAS! (OPINI GILA)" || #KETIKA

                  (Image source: mautauaja.info)



Blogspot. Rencana judul Artikel ini adalah: “Dari Hartati Murdaya Sampai Oknum Polri Tertangkap Di Malaysia”

EGOIS adalah satu kata yang menggambarkan itu semua, dan Revolusi Mental ternyata sangat mendesak untuk dilaksanakan, utamanya terhadap para penyelenggara Negara!

KETIKA doeloe heboh pembebasan bersyarat atas Schapelle Leigh Corby yang sempat dijuluki Ratu Mariyuana dari Australia, aneka macam tafsir gosip banyak sekali bermunculan: Ada yang menggosipkan karena teman kuliah anaknya pemimpin ; Menerima uang suap ; Mafia peradilan ; Mendapat tekanan dari Pemerintah Asing ; Barter pesakitan ; Dan mungkin masih banyak lagi yang saya tidak ingat atau memang tidak tahu. Tapi yang pasti pemberitaannya sempat heboh beberapa pekan, termasuk ungkapan kegeraman oleh beberapa mantan penegak hukum yang pernah mengadili kasus-kasus sejenis. Padahal beberapa tahun sebelumnya Pemerintah pernah mencanangkan “Perang Melawan Narkoba”, salahkah rakyat menilai “Tidak satunya pekataan dan perbuatan?” Atau bolehkah itu dikelompokkan kedalam satu kata EGOIS? Merasa paling benar sendiri, karena pemegang hak yang memang diperbolehkan. Rakyat silahkan mengkritisi, the show must go on ….

KETIKA Menkumham memberikan kebebasan bersayarat kepada terpidana Hartati Murdaya padahal gosip yang beredar waktunya belum klop, dan banyak rakyat tahu bahwa yang bersangkutan adalah mantan Anggota Dewan Penasehat Partai yang konon gosipnya pernah memberikan dukungan dana. Kenapa tidak mempedulikan perasaan rakyat, apakah karena kekuasaan akan segera berakhir takut tidak sempat membalas budi? Kalau memang merasa benar, kenapa tidak jumpa pers saja untuk menerangkan duduk masalah dan pertimbangannya? Kalau toh memang dibenarkan karena punya kekuasaan atau hak khusus, apakah memang penggunaannya tidak peduli walau harus mencederai perasaan rakyat? Atau berpikir, sebodo amat ini adalah hak gue, emangnya apa urusannya ama lu? Bukankah itu semua menggambarkan “dimatikannya perasaan” pengambil kebijakan dan lupa introspeksi padahal itu men-stikma EGOIS, keinginan pribadi atau tak mampu menolak keinginan pembisik?

KETIKA doeloe ada anaknya menteri terlibat kecelakaan dan menimbulkan korban tewas, lalu pengadilan digelar, berujung akhir dinyatakan bersalah, tapi tidak dipenjarakan. Pertimbangannya adalah sudah adanya islah dengan pihak keluarga korban. Bagaimana kalau seandainya yang mengalami bukan anaknya Menko? Atau bukan orang mampu yang mampu ber-islah karena pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kalau semua itu benar dan layak, semoga rakyat tidak mengeluh lagi atas tegaknya hukum di NKRI yang tajam kebawah dan tumpul keatas. Terima sajalah nasib, salahnya sendiri kenapa tidak menajdi orang kaya dan punya banyak pengaruh, orang miskin tidak boleh protes. Jadi kalau dalam kasus ini boleh tidak dikelompokkan ke EGOIS ya?

KETIKA dua oknum POLRI yang masih aktif tertangkap di Malaysia karena masalah narkoba, apakah kita harus bersedih, berduka, geram? Kemudian terkorek khabar beredar tentang “kenakalan” oknum tersebut. Berita yang beredar adalah kemungkinan ancaman hukuman pancung, serem amat …… Pasti membuat banyak pihak di NKRI ini yang akan kerepotan sehubungan masalah tersebut. Kalau misalnya keputusan tersebut benar terjadi, akankah Pemerintah Indonesia memohonkan ampun? Pasti kebagian tugasnya Pemerintah baru ya? Dan saya tak paham protokoler hubungan antar Negara, apakah permohonan-permohonan semacam itu juga akan mempengaruhi kasus-kasus lain, tentang TKI misalnya? Atau kita jadi ewuh tereak kalau misalnya ada pengakuan hak intelektual atas suatu karya atau budaya Negeri ini oleh mereka karena kita merasa sudah hutang budi atas permohonan ampun tersebut? Bagaimana kalau hal tersebut menyangkut batas wilayah? Dan pasti akan sangat panas kalau permohonan ampun tersebut justru ditolak oleh Permerintah Malaysia, dan hukum pancung tetap dilaksanakan. Campur aduk antara geram dan jengkel atas penolakan ditambah sebel karena ulah oknum “nakal”, atau jangan-jangan penolakan itu akan memunculkan rasa solidaritas dan pemahaman baru karena dipicu rasa malu dan balas dendam. Siapa tahu kita akan melakukan hal yang sama atas semua bandar narkoba yang tertangkap di Negara ini, utamanya tentu saja oknum dari Malaysia …karena dendam yang membara …..bukankah itu justru akan positif untuk anak cucu kita, berkurangnya ancaman narkoba. Mencoba berlogika positif, supaya tidak tampak EGOIS …… Dibalik itu semua, padahal saya yakin se yakin-yakin-nya, masalah Narkoba di NKRI ini sudah sangat gawat dan memprihatinkan, tak ada satu lembagapun yang bersih dari Narkoba, termasuk lembaga yang harusnya memberantas Narkoba itu sendiri. Bukankah tertangkapnya oknum Polri merupakan bukti nyata? Apalagi kalau nantinya terbukti merupakan bagian dari Sindikat Mafia Narkoba International. Oknum Pemberantas yang ternyata merangkap Anggota Sidikat, EGOIS yang sangat menyedihkan atau membuat geram? Jadi jangan terlalu berharap bahwa Narkoba akan segera sirna di Negeri ini.

KETIKA waktu itu menyelengarakan Konvensi untuk menentukan jagoan yang direncanakan akan dimajukan dalam bursa Capres, banyak tokoh yang dipandang hebat harus ikut bergabung, termasuk “memanggil” pulang jagoan yang didatangkan dari Amerika. Setelah kini semuanya berlalu dan ternyata rencana tersebut tidak berhasil, sang tokoh dijadikan Wamenlu, tentu saja dengan men-Dubes-kan Wamenlu yang sedang menjabat, semuanya senang karena Kabinet akan segera berakhir. Balas jasa atau apa maknanya? Apakah sebegitu penting kebutuhannya? Padahal hanya tinggal berapa lama jangka waktu yang ada? Mungkin itu dianggap pengeluaran uang receh, makanya jadi Presiden kalau mau bisa banyak membantu teman atau kroni. Bolehkah hal itu dikelompokkan ke EGOIS yang manis? Apakah Presiden Jokowi nanti juga akan banyak melakukan hal semacam itu, membalas budi kroni walau sebetulnya jabatan itu tidak ada juga tidak apa-apa?

KETIKA Menteri ESDM Jero Wacik dinyatakan tersangka oleh KPK, walau sebetulnya tidak mengagetkan karena banyak yang sudah menduga ketika Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini tertangkap dan ngoceh dalam pemeriksaan dan di Pengadilan, tapi beritanya toh tetap heboh. Lalu Alvin Lie mantan anggota DPR dari PAN dalam dialog jarak jauh di Kompas TV semalam, mengingatkan bahwa Pak SBY adalah juga mantan Menteri ESDM, dan seharusnya paham betul tentang Mafia Migas, apalagi juga dikatakan Don(Bos) Mafia Migasnya ditenggarai masih sama bahkan sejak ORBA, bukankah itu pernyataan sederhana yang berimplikasi sangat mendalam? Lalu saya “menerawang”, maaf mungkin imajinasinya kelewatan, Sang Don Mafia Migas tidak akan tersentuh, maksimal di stop kegiatannya. Apa lagi juga beredar GOSIP, pada Pilpres kemarin sang Don Mafia juga ikut memberi sumbangan untuk Capres Jokowi? Dasar saya mengatakan tidak akan tertangkap adalah: Bukankah kalau ditangkap lalu ternyata mengeluarkan tetralogi cerita yang ternyata pemeran utamanya adalah semua pejabat Negeri yang pernah memimpin, ancaman CHAOS bukan tidak mungkin toh? Bagaimana hayo kalau itu yang terjadi, apakah akan dinyatakan Pemerintahan yang lalu adalah tidak sah? Tambah runyam toh? Bisa gawat kalau ternyata semua Pemerintahan yang pernah terjadi adalah tidak sah karena ternyata Don Mafia Migas terlibat didalamnya. Jadi rasanya bisa stop aktifitas Mafia Migas adalah maksimal. Pemberian stempel Mafia dibubuhkan, sangat banyak diantara kita yang membayangkan seperti di-film-film gangster bahwa Mafia itu suka memeras dengan ancaman, kejam dan sadis, tapi menyimak cerita yang ada tentang Mafia Migas, justru sang Mafia yang sepertinya diperas lalu dilindungi, jadi sebetulnya Mafia-nya itu yang mana? Bukankah logika umum adalah yang memeras dan melindungi?  Bagaimana menurut Anda? Khusus masalah ini, saya tidak bisa mengatakan EGOIS walau sebetulnya bisa saja dikaitkan, egois untuk menang kompetisi sebagai Pemimpin walau apapun caranya.

KETIKA saya mengakhiri mengutarakan ketika-ketika yang lain sehubungan dengan EGOIS, itu memang karena sedang tidak ingat lagi apa yang lainnya dan beruntung karena artikel ini jadi tidak terlalu panjang. Giliran Anda dipersilahkan mengutarakan sesuai persepsi Anda, dan saya menunggu khabar untuk mengunjungi artikel tersebut. Maaf kalau artikel ini tampak sangat tendensius, tapi bukankah Penguasa yang biasanya layak mendapat sorotan dan kritik? Setidaknya itulah suara rakyat, karena memang saya adalah salah satu rakyat jelata di Negeri ini. (SPMC SW, September 2014)

                              (Image source: indopolitika.com)

1 comment:

  1. Keren-keren gan, salam dari http://opinigila.blogspot.com

    ReplyDelete