Thursday, July 17, 2014

"TIDAK BECUS REKAPITULASI PILPRES, PADAHAL CUKUP SEHARI DAN PASTI JUJUR"

 

                   (Image source: jurnal3.com)

Blogspot. Kisruh rekapitulasi suara pemilu jadi polemik, banyak sekali terjadi manipulasi, akibatnya banyak tempat mengadakan pemungutan suara ulang, tapi saya belum dengar apa tindakan hukum atas terjadinya manipulasi itu, kalau tidak pernah ada yang dihukum karena terjadinya manipulasi, siapa yang takut melakukan manipulasi? Aneh sekali menurut saya, apakah penyelenggaraan pemungutan suara semuanya pakai tenaga sukarela? Yang tidak perlu digaji sehingga tidak bisa dimintai pertanggung jawaban? Bukankah dengan terjadinya pemungutan suara ulang itu berarti ada biaya lagi, berarti negara sudah dirugikan bukan? Bagaimana dengan kerugian kredibilitas Pemilu itu sendiri? Negeri ini sebetulnya Negeri hukum atau Negeri apa? Memprihatinkan.

Seharusnya data dari C1 hasil penghitungan dari TPS sudah cukup memadai sebagai data paling elemen yang di-input ke-komputer, selanjutnya rekapitulasi dilakukan oleh komputer, kalau itu dilakukan saya pikir tidak akan sekisruh saat ini. Jadi data C1 yang dari TPS di-input sebagai record, tentu saja datanya dilengkapi dengan menggunakan KODE-POS ditambah 3 digit nomor TPS dalam wilayah kode-pos yang sama dan itu merupakan key-index-nya. Itulah File C1 yang berisi 516.142 record sesuai jumlah TPS seluruh Indonesia. Ditambah dengan pembuatan beberapa tabel sesuai kebutuhan yang dibutuhkan, misalnya Tabel Kode Pos, Tabel Penanggung Jawab TPS, Tabel Password, Tabel Konfirmasi, dan lain-lain. Sepertinya tidak terlalu susah membuat program rekapitulasinya. Mau dibuat rekapitulasi per-wilayah maupun per-Propinsi dan rekapitulasi nasional juga tidak susah bukan? Hari gini rekapitulasinya manual, seperti kembali ke zaman sabak saja.

Mungkin banyak yang mempertanyakan bagaimana caranya memasukkan data C1-nya, dan itu perlu sedikit trik, bisa saja data C1-nya dikumpulkan per wilayah Kabupaten misalnya, lalu di-key-in oleh satu orang yang ditunjuk oleh KPU disetiap Kabupatennya. Untuk menjaga netralitas, perwilayah Kabupaten bukan berarti harus melibatkan Bupati atau jabatan pemerintahan bukan?


Setelah itu File C1 bisa di akses oleh umum untuk melakukan pemeriksaan (Inquiry), utamanya oleh para saksi masing-masing TPS apakah datanya sudah dimasukkan dengan benar atau belum, dan itu bisa dikasih hak untuk konfirmasi yang hanya sekali dengan batasan program secara otomatis. Bila perlu data tersebut bisa di copy oleh masing-masing team sukses untuk diproses sendiri menggunakan programnya sendiri sebagai pembanding atau diberikan kepada pihak-pihak yang kompeten kalau ingin memprosesnya.

Percayalah, setelah semua data C1 masuk, hanya perlu beberapa saat saja untuk memprosesnya, dan lebih aman dari manipulasi seperti yang sekarang ini begitu heboh. Memang perlu pembenahan data C1-nya terutama supaya bisa dilakukan rekapitulasi sesuai kebutuhan, dan pembuatan program key-input-nya supaya bisa share.

Tentang Kotak untuk sarana Pemilu yang sering kali saya lihat diangkut kemana-mana itu, saya terus terang saja juga heran, kenapa harus begitu ya? Apa tidak bisa dikasih stiker segel yang lebar dan ada tanda tangan saksi, lalu dititipkan di kantor polisi terdekat? Jadi tiap kantor polisi disumbang untuk bikin satu ruangan khusus untuk isi kotak suara kalau memang tidak ada tempatnya, dan kotak suara itu juga bisa dipakai Pilkada atau Pemilu lainnya. Kalau Kepala Polisi setempat yang ditempati kotak suara diultimatum oleh atasannya: “Akan dipecat kalau sampai segel box terbuka.” Saya kok yakin akan aman, bukankah mereka lebih jelas system komandonya? Selain itu kalau C1 sudah di buat banyak rangkap dan diberikan oleh saksi yang lebih dari satu, bukankah sebetulnya Kertas Suara untuk pencoblosan tidak terlalu penting lagi? Desain data C1 memang sangat penting supaya tidak mudah dimanipulasi, dan memenuhi kaidah cross-check sehingga secara system akan sangat membantu, dan itu tidak sulit.

Dan saya kok jadi gregetan memperhatikan keadaan saat ini, terutama kenapa harus dilakukan manual untuk rekapitulasinya, bukankah itu rawan dituding supaya bisa dikotak-katik? Saya tidak percaya kalau mereka semua tidak bisa mencarikan jalan keluar untuk proses komputerisasi tersebut. SUNGGUH! (SPMC SW, Juli 2014)
.
——————-
.

Catatan:
Ada 414 Kabupaten di Indonesia, mungkin perlu 500 orang untuk input data C1, karena DKI dan mungkin beberapa tempat perlu lebih banyak tenaga.


Seandainya semua manusia di Indonesia dikasih nomor penduduk sejak lahir, pasti lebih mudah lagi penyelenggaraan Pemilunya. Dan itu semua tidak susah, tapi sepertinya dibuat susah supaya …….? (SW)
————

No comments:

Post a Comment