Thursday, January 22, 2015

"AKHIRNYA ...... PRESIDEN JOKOWI AKAN HENGKANG DARI PDIP"

                                       (Copas dari: teropongsenayan.com)
Blogspot. Walau sudah lupa mantan Menteri siapa yang cerita, tapi masih teringat inti cerita-nya, ketika yang bersangkutan menceritakan era-era akhir kepemimpinan Orde Baru, ada Menteri yang diberi tugas oleh Presiden, tapi tidak melaksanakannya, dan ketika sejawatnya(yang cerita) menanyakan, maka sang Menteri menjawabnya, tenang saja yang menugaskan juga pasti sudah lupa. Itu sekelumit cerita yang pernah saya dengar dan lihat di tipi. Umur memang tidak bisa dilawan. Semoga tidak begitu yang terjadi di PDIP, khawatirnya berantakan justru karena keasyikan lupa melakukan regenerasi.


Heboh jumpa pers PLT Sekjen PDIP, dramatisasi dengan topi dan masker yang digambarkan prilaku AS pimpinan KPK ketika dikatakan 6 kali bertemu dengannya dan 12 kali cepika-cepiki sungguh memang berhasil menarik perhatian. Saya justru khawatir seperti menepuk air dalam dulang, terpecik muka sendiri. Itulah ternyata prilaku tokoh-tokoh partai PDIP bernegosiasi secara haram dengan pimpinan KPK. Kalau "seandainya" pertemuan itu ada, dan AS sakit hati dengan BG seperti yang diceritakan oleh HK, lalu memangnya kenapa? Jadi sekali lagi "seandainya" tuduhan HK itu benar adanya, atau bahkan "seandainya" lebih jauh lagi AS dipecat dari KPK karena melanggar kode etik, apakah status tersangka BG harus batal demi hukum? Atau bagaimana? Apakah lupa bahwa penetapan status tersangka terhadap seseorang oleh KPK itu adalah kolektif kolegial? Jadi tidak bisa berdasarkan dendam kesumat AS saja.


Sungguh lebih bijak kalau seandainya semua pihak membantu agar sesegera mungkin kasus BG dituntaskan oleh KPK, sehingga menjadi terang, tapi kalau melihat situasi yang ada, serangan bertubi-tubi terhadap KPK maupun pimpinannya, itu menggambarkan institusi KPK akan tetap benar seperti reputasinya selama ini. Jadi serangan-serangan itu lebih atas dasar rasa takut cepat terungkapnya suatu masalah. Mengamati begitu banyaknya tokoh yang memakai argumen "Azas Praduga tidak bersalah" sebetulnya memang tidak salah, tapi ketika mereka semua juga mengatakan "pelantikan harus tetap dilaksanakan", saya justru mengira jangan-jangan Bangsa ini sedang "sakit" .....menyedihkan . . .


Sangat mengherankan ketika hampir semua tokoh PDIP juga menyalahkan KPK dan tetap menganjurkan pelantikan dilanjutkan, saya bingung jalinan komunikasi antara Presiden dan PDIP yang sesungguhnya. Banyak rakyat yang menduga bahwa PDIP terlalu mendikte Presiden, kalau hal itu dilanjutkan, saya justru kawatir PDIP yang terkena getahnya. Karena kalau boleh jujur, berapa persen rakyat yang benar-benar loyal terhadap partai? Bukankah beberapa kali Pemilu sudah membuktikan, dari pemenang langsung tumbang, dan itu semua karena akumulasi tingkah polah tokoh-tokoh politik partainya bukan?


Seandainya saya boleh mengungkapkan pendapat tentang PDIP, jika bijak bersikap, saat-saat ini adalah saat paling menentukan partai ini akan tetap berjaya. Berpolitik adalah ejawantah untuk mencapai kekuasaan Pemerintahan, sehingga hasratnya dapat lebih mudah tersalurkan, soal hasrat positif atau negatif, keterlaksanaanlah yang dapat dinilai oleh rakyat. Jabatan Presiden adalah hal tertinggi yang dapat dicapai dengan berpolitik, itulah sebabnya semoga PDIP tidak melupakan itu. Bukankah saat ini Presiden Jokowi sudah mencapai kedudukan tertinggi, secara formal tidak ada yang lebih tinggi lagi untuk bisa dicapai. Jadi menurut saya, seandainya PDIP tidak melupakan itu, dan berani melakukan regenerasi, sekaranglah saatnya. Membaca dan meramalkan sifat Jokowi yang tipe-nya jujur - kekeh - setia, maka justru kepada beliaulah Ketum PDIP mestinya disandangkan dan Ibu Mega bisa saja menjadi Ketua Dewan Penasehat/Pertimbangan/Pembina. Tapi karena Presiden tidak ingin merangkap jabatan, maka jadikan Pramono Anung sebagai Wakil Ketua Umum dan melaksanakan PLT Ketum, lalu Mbak Puan sebagai Sekjen Partai. Dengan asumsi Presiden Jokowi menjadi Presiden dua Periode, dan pada Pemilu mendatang perolehan suara PDIP menjadi lebih banyak karena ada nama Jokowi sebagai Ketua Umum, lalu setelah Periode itu saya kok yakin Mbak Puan bisa punya peranan penting jika Tuhan juga menghendaki. Itulah strategi politik untuk PDIP ala saya, maaf kalau tidak berkenan karena memang itu hanya uneg-uneg saya saja.


Karena memperhatikan keadaan saat ini, saya justru khawatir PDIP sebetulnya terlalu banyak maunya terhadap Presiden, tidak masalah kalau kemauan PDIP sejalan dengan Kemauan Presiden, tapi lebih utama adalah sejalan dengan kemauan rakyat. Karena rakyat adalah segalanya, maka ketika Jokowi berjanji akan jujur dan bersih, lalu karena rakyat menilai Presiden di-dikte oleh PDIP sehingga tidak pro rakyat, bukankah hal itu akan bersentimen negatif terhadap partai PDIP. Bahkan begitu sensi-nya relasi PDIP dan Presiden, maka ketika kemarin Presiden sedang akan foto bersama dengan para pimpinan daerah di Istana Bogor dan mendapat telepon, banyak juga yang ber-praduga bahwa telepon itu dari Partai PDIP, tentu saja tudinganya berasumsi ke Ibu Mega walau kenyataannya memang belum tentu bukan?


Gonjang-ganjing tentang BG sebagai calon Kapolri, dan kekehnya PDIP ingin pelantikan itu terjadi, mengapa hal itu harus terus diperjuangkan? Apa keuntungan yang akan didapat PDIP seandainya BG jadi Kapolri, dan juga kerugiannya jika BG tidak menjabat? Jangan lupa mengkalkulasi keuntungan-keuntungan yang justru akan menjebak karena kalau ternyata Polri tidak pro keadilan dan pemberantasan KKN, akan menjatuhkan Presiden dimata Rakyat, dan juga Partai dimana Presiden ada didalamnya. Lebih absurd menyimak pendapat para tokoh, lantik saja BG lalu non aktifkan, apa bedanya dengan menunda seperti saat ini? Melantik tersangka adalah hal paling konyol yang dirasakan oleh rakyat termasuk saya, seperti menyaksikan jabatan Gubernur yang masih dipegang oleh Gubernurnya yang saat ini ada didalam penjara. Semuanya itu justru berlindung dibalik kebenaran UU, jadi sebetulnya UU-nya yang tidak beres, atau moral rakyat yang mempertanyakan yang keliru? Antah berantah-kah?


BIJAK, menurut saya adalah kata paling tepat untuk PDIP saat ini, memaksakan Presiden untuk mengkhianati hati nuraninya adalah sangat tidak bijak, dan akan mencelakakan partai itu sendiri. Kalau Presidennya tetap kekeh mengikuti hati nurani atau menepati janji kepada rakyat pendukungnya, kenapa partai tidak berkehendak sejalan? Apakah zaman sekarang ini masih ada yang bisa ditutup-tutupi, dan bukankah kebersihan yang sedang dituntut oleh rakyat? Pasti akan sangat kacau kalau Partai Pengusung tidak sejalan dengan Presiden yang diusungnya, rakyat akan menilai ternyata Partai akan menjadikannya Presiden Boneka, bukankah itu memang yang dikhawatirkan dan ditudingkan sebelumnya? Lalu bagaimana kalau sampai Presiden Jokowi mengikuti jejaknya Basuki? Menyatakan keluar dari partai karena sudah tidak tahan lagi, bukankah ketika saat itu benar terjadi partai akan langsung terjun bebas? Ketentuan yang ada memang Presiden harus diusulkan oleh partai, tapi kalau sudah jadi presiden apakah boleh tidak punya Partai? Kalau itu terjadi pasti akan geger lagi Negeri ini, dan apakah sepertinya kita sebagai Bangsa justru paling doyan geger? Maafkan saya telat minum obat lagi ....(SPMC SW, Januari 2015)


- - - - -
SELAMAT ULANG TAHUN IBU MEGAWATI
PF. 23 Januari 2015
Semoga Ibu Mega banyak mendapat kebahagiaan dalam hidup ini.
- - - - -

No comments:

Post a Comment