Friday, March 21, 2014

"JOKOWI BIANG-KEROK LOGIKA KEBLINGER"



                                           (Image source: intisari-online.com)




Blogspot. Waktu tipi menghadirkan Dosen yang jadi Pengamat ketika sedang acara berita, dan mengaku secara pribadi "fifty-fifty" tentang pencapresan Jokowi, tapi kemudian kupasannya sedikit mempertanyakan tentang janji kampanye Jokowi untuk jadi Gubernur satu periode, juga sedikit menyinggung tentang penanganan banjir yang belum berhasil, lalu sedikit mempertanyakan bagaimana penanganan macet, dan lain-lain yang semuanya serba 'sedikit-sedikit'. Sungguh dibutuhkan kepekaan untuk menilai Pengamat tersebut, karena sebetulnya pernyataan fifty-fifty yang dinyatakan berulang kali tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang disuarakan. Kalau "seandainya" Jokowi terpilih jadi Presiden, lalu Pengamat tersebut diminta untuk jadi penasehat politik Presiden, kira-kira mau atau tidak ya?

Banyak sekali para tokoh dinegeri ini juga para simpatisan partai yang keblinger logika berpikirnya, gelap mata, lupa menilai ulang sebelum membuat pernyataan, banyak sekali yang justru sangat mempermalukan diri-sendiri, padahal banyak dari mereka yang berpendidikan formal sangat tinggi jika dibanding rata-rata pendidikan warga negeri ini. Apakah berpolitik harus melupakan etika kesantunan, melupakan rasa malu, atau justru harus membuat pernyataan bombastis, menghujat, menghina, yang penting "harus" bersuara menjatuhkan lawan? Atau apakah karena memang mereka tidak punya etika dan tidak punya rasa malu?

Pada periode hebohnya kampanye sekarang di negeri ini, tidak ada tokoh politik selain Jokowi yang disuarakan dengan berbagai macam cara untuk dapat "menghalangi" pencalonan dirinya sebagai Capres oleh partainya, ada yang mengatakan Jokowi harus memenuhi janjinya untuk tetap jadi Gubernur, tapi juga diminta jadi Cawapres dari partainya, benar-benar keblinger, memang kalau jadi Cawapres boleh tetap jadi Gubernur? Huh! ......

Lalu ada yang mengatakan sangat tidak etis kalau belum menyelesaikan tugasnya sudah mencalonkan ditempat lain, lupa kalau ada tokohnya juga melakukan hal serupa.

Begitu banyak yang mengecam ketika Jokowi pergi ke Blitar, dikecam lebih heboh padahal samar-samar saya ingat ketua partai yang mengecam juga merangkap petinggi negeri ini pernah mengurusi partainya pada jam kerja. Entah berapa banyak Anggota DPR/DPRD/Gubernur/Bupati/Walikota yang meninggalkan jam kerja karena urusan pribadi? Dan yang lebih absurd, melupakan koleganya yang saat-saat ini banyak absen sebagai anggota DPR/DPRD, menyiasati peraturan absen 6 kali berturut-turut, maka ketika sudah absen 5 kali baru hadir lagi ... Huh! ... Memang meninggalkan jam kerja adalah tidak etis, tapi melupakan kotoran didepan mata sendiri yang ternyata jauh lebih besar dan lebih bau, bukankah itu lebih tidah etis?

Ada juga yang membuat artikel ayahnya Jokowi adalah "cino", kalau benar apakah para tokoh lain akan mendiamkan? Padahal menurut konstitusi negeri ini, semua warga-negara punya hak dan kewajiban yang sama, atau maksudnya ingin memancing sentimen ke masalah SARA? Jangan-jangan mereka pikir Ahok juga tidak punya hak jadi presiden negeri ini, atau mereka pikir telah lebih berbuat hebat atas negeri ini dibanding Jokowi, Ahok, Kwik Kian Gie, Megawati, ...? Sebaiknya baca lagi konstitusi negeri ini, janganlah mengadu domba rakyat kemasalah SARA.

Lalu ada lagi yang membuat artikel kalau Jokowi adalah koruptor sejak menjadi Walikota Solo, lho... kalau punya bukti dan dilaporkan ke KPK bukankah "Anda" bisa jadi sangat terkenal, dan pasti status Anda akan naik bukan saja mendapat bayaran untuk artikel yang Anda buat, tapi bisa jadi Anda dijadikan petinggi partai atas kepahlawanan Anda bukan?

Setelah kini Jokowi mendapat mandat untuk dicalonkan sebagai Capres dari partainya (PDIP), membuyarkan wacana yang sudah ditebar untuk pencegahannya, momok tersebut kini menjadi nyata, genderang perang dimulai, tanpa komando sepertinya semua partai rival sangat bernafsu untuk menjatuhkan Jokowi. Semoga tidak lupa pengalaman Pilkada DKI, memalukan kalau sudah mengumbar sumpah-serapah tapi ternyata kalah juga. Karena memang kendali ada ditangan rakyat, dan rakyat butuh rekam jejak yang baik, bukan profesor atau banyak titel tapi ujung akhirnya seperti yang banyak ditangkap KPK dijadikan penghuni penjara. Juga bukan penyandang masa lalu yang menggantung dan konon masih tetap diperjuangkan keadilannya oleh keluarga korban dengan cara berdiri didepan Istana pada hari dan tanggal tertentu bahkan memakai pakaian hitam, payung hitam, simbul berkabungnya rasa keadilan dinegeri ini. Perjuangan tanpa lelah atas janji yang mungkin sudah dilupakan oleh pemberinya .... Memilukan!

Memperhatikan kenyataan yang ada, begitu bombastisnya kempanye penyerangan dilakukan oleh tokoh rival, sepertinya banyak yang lupa, bukankah para sufi mengatakan bahwa dunia ini seperti cermin yang akan memantulkan apa yang Anda lakukan? Jadi itu semua juga boleh disimpulkan, bahwa "ketakutan pasti kalah" dalam pertandingan adalah pencerminan kampanye bombastis yang dilakukan, menuduh dan merendahkan dengan membabi-buta adalah petunjuk pasti ketakutan kalah tersebut, dan itu tampak telanjang dimata rakyat bukan?

Bahkan ada yang sangat kalut menyerang dari segala sudut, mengatakan jangan sampai Pemilu dimenangkan oleh pemimpin partai yang mencla-mencle, presiden yang tidak menepati janjinya sendiri, presiden boneka, dan lain-lain yang justru sangat tampak takut 'pasti' kalahnya.

Konon kabarnya ada yang meminta kepada Tuhan dan menyebut-nyebut Nabi-nya dalam status doa-nya agar Jokowi kesambar petir. Kalau tidak terlaksana bagaimana? Apakah juga akan menyalahkan Tuhan dan juga Nabi-nya? Mempertaruhkan Tuhan dan Nabi untuk urusan Politik rasanya sungguh menggunakan logika yang keblinger, padahal konon Tuhan hanya mewahyukan ajaran kebenaran dan bahkan tidak pernah menciptakan agama, apalagi diminta ngurusi politik dan menyambarkan petir kepada lawan politiknya. Jangan-jangan inilah contoh beragama yang tersesat, bagaimana menurut Anda?

Ada juga tuduhan Jokowi akan meng-kafir-kan Indonesia, sungguh luar biasa 'kreatif' tokoh tersebut. Apakah Jokowi bisa "sehebat" itu? Atau memang agama sangat menarik untuk diwacanakan dalam perpolitikan? Jangan-jangan banyak dari kita yang "memlintir" agama demi ambisi kerdil? Atau mereka sebetulnya tidak percaya lagi dengan agamanya, sehingga dengan begitu mudah memutar balikkan kebenaran demi tujuan sesaat walau harus menyesatkan umat? Jangan-jangan saya yang justru tidak paham tentang agama, atau tokoh tersebut yang logikanya keblinger?

Dari kaca mata saya, ternyata banyak para tokoh yang keblinger logikanya ya? Maaf, atau jangan-jangan hanya saya yang keblinger? Semoga terbaik untuk negeri ini ...... (SPMC SW, MARET 2014)

--------------------------------
.
Omong Kosong Jika ....
.
"JOKOWI & PDIP BISA MERUBAH PERPOLITIKAN NKRI SETARA AMERIKA"

http://t.co/u7XhF9YLrO

.

No comments:

Post a Comment