Friday, March 7, 2014

"BENARKAH ALLAH-MU PLIN-PLAN?" || SENSITIF




                           (Image source: adekkecenk.blogspot.com)




Blogspot. Dalam semua ajaran agama, ada pernyataan yang INTINYA adalah : "Kalau tidak beragama/memeluk/ikut/melalui agama tersebut, maka tidak akan masuk surga ~ alias akan masuk neraka." Jika semua ajaran agama menyatakan begitu, padahal Tuhan hanya satu, bolehkah kita mengatakan bahwa Allah plin-plan?

Atau kita harus menyalahkan agama yang bukan kita anut? Dan menuduh ajaran agama lain adalah palsu? Alias agama yang bukan diturunkan atas petunjuk Tuhan? Atau juga berdalih kitab suci agama mereka tidak benar - sudah tercemar - bukan sabdaNYA? Kalau semua pemeluk agama mengklaim hanya agamanya saja yang benar, yang asli, yang atas petunjuk Tuhan, bukankah itu sama dengan pernyataan: "Kalau semuanya benar - Bisa jadi semuanya salah. ; Kalau SEMUA orang menyatakan hanya punyaku yang paling benar - Bukankah itu berarti semuanya benar?" Bukankah itu semua hanya ditentukan oleh sudut pandang saja? Jadi betapa menyedihkannya ketika ada saudara kita memeperjuangkan kebenaran tersebut dengan teror bom? Apa sebetulnya yang ingin dicapai? Apakah pemaksaan dengan pengeboman tidak justru berlawanan dengan ajaran agama-nya itu sendiri? Pemaksaan semacam apakah yang ingin didapat?

Saya pernah coba merenungkan, seandainya hanya ada satu agama saja di-dunia ini, apakah itu yang ingin kita perjuangkan? Baik itu terjadi dinegeri sendiri maupun dinegeri lain, bukankah kita juga sering mendengar pertengkaran gara-gara agama padahal mereka berkeyakinan sama? Jadi sebetulnya apa yang terjadi dengan kita sebagai manusia, yang dengan begitu mudah diadu domba, lebih ngenesnya lagi yang meng-adu-domba kebanyakan adalah orang yang begitu kita idolakan - yang begitu kita kagumi - begitu kita hormati, sehingga kita tidak merasa kalau kita telah dicekoki virus benci terhadap saudara sebangsa juga sesama ciptaan Tuhan kita yang sama, atau kita akan mengatakan bahwa manusia lain yang bukan seagama dengan kita bukan ciptaan Tuhan kita juga? Konyol!

Mungkin kita tidak menyadari, bukankah begitu yang sering terjadi pada diri kita? Bisa jadi itu karena kita lupa intropeksi diri, merasa semuanya harus sesuai dengan yang kita kehendaki, dan yang pasti itu karena kita tidak merasa, bahwa kita sebetulnya sangat fanatik dan egois. Tidak berpikir panjang, bahwa setelah kita seandainya menjadi satu agama sekalipun, kita tetap akan bertengkar. Menyedihkan!

Ketika merasa pernah membaca beberapa buku yang entah dimana dan apa saja klasifikasi serta judulnya, karena sudah sangat lama dan banyak yang terlupa.  Samar-samar teringat dituliskan bahwa Tuhan memang tidak pernah menciptakan agama, bagaimana menurut Anda?

Apakah tidak mungkin, ketika ada agama yang begitu hebat terlahir dari suatu kaum, karena memang begitu juga hebat-nya masalah terjadi pada kaum tersebut dimasa itu. Maka semakin keras ajaran agama tersebut mengajarkan tentang kebenaran, karena memang kaum dimana agama tersebut terjadi, sangat membutuhkan kekerasan itu untuk mengatasinya. Dan itu rasional bukan?

Tapi dari semua ajaran agama yang ada, kesamaan lainnya adalah "mengajarkan kebenaran". Dan kebenaran tersebut ternyata melalui jalan-jalan yang sudah banyak kita kenal, yakni: kasih - adil - toleran - tolong menolong - dan lainnya.

Maka ketika ada orang menjelekkan agama orang-lain, menghina, merendahkan, dapat dipastikan bahwa orang tersebut tidak memahami agamanya sendiri, atau memahami agamanya sendiri dengan tersesat, tersesat oleh fanatik dan egois yang justru bertentangan dengan agamanya. Karena sejatinya agama Anda ada adalah untuk menuntun Anda menuju kebaikan, lalu apakah dengan menghina atau merendahkan keyakinan orang lain termasuk kebaikan yang diajarkan agama Anda? Terlebih batasan antara fanatik dan mengimani adalah sangat tipis alias transparan, maka ketika kita terjebak dalam kubangan fanatik, bisa jadi kita merasanya mengimani, bahkan ketika ada yang mengingatkan bahwa kita terjebak dalam ke-fanatikan, maka ada sebagian orang yang berdalih, tidak apa-apa asal fanatiknya adalah fanatik yang baik - fanatik yang di ridho Allah. Itu membuktikan lebih rela terjebak dalam kefanatikkan, apalagi kalau mereka terjebak dalam kefanatikkan yang menyenangkan alias fanatik yang melibatkan banyak masa dan itu biasanya menjadi fanatik yang menyenangkan karena bisa berlaku sewenang-wenang, padahal bukankah sejatinya fanatik itu berlawanan dengan mengimani? "Padahal mengimani merupakan intisari dari ajaran agama itu sendiri"(*) Begitulah kenyataan dari banyak diantara kita, segala kenikmatan yang tersesatpun juga diatas namakan dengan ridho Allah.

Zaman selalu berubah, itu adalah keniscayaan. Tapi nilai-nilai kebaikan secara universal mempunyai garis merah yang tetap bisa dirasakan kebaikannya oleh semua umat manusia, dan itulah kebaikan universal tersebut. Maka apapun agama Anda, kalau Anda melakukan sesuatu kebaikan yang bisa diterima oleh semua umat manusia, saya sangat yakin hal tersebut juga dibenarkan oleh agama Anda.

Mengetahui adanya berita “Posko FPI Peduli Banjir” di Jakarta pada Januari 2014 yang lalu, itulah contoh kebaikan universal yang sudah semestinya dikedepankan, percayalah kalau FPI dapat lebih mengedepankan kebaikan-kebaikan universal semacam itu, dan menghindari sweeping yang banyak ditakutkan oleh masyarakat yang beritanya juga pernah beredar beberapa waktu yang lampau, saya yakin FPI juga akan mendapat hati dimasyarakat. Itu juga membuktikan bahwa kebaikan universal adalah kebaikan lintas batas, yang tidak akan salah menurut agama pelaku kebaikan itu sendiri. Semoga FPI mengingat bahwa berita "heboh/vulgar/kekerasan" lebih menjual, itulah sebabnya akan lebih ter-expose oleh awak media, dan tidak usah kaget kalau berita kebaikannya tidak banyak diliput media. Itulah sebabnya dibutuhkan konsistensi perbuatan kebaikan yang bersifat universal, dan menghilangkan perjuangan secara keras, karena kita sudah ada di era informasi yang serba canggih, apa yang terjadi pada belahan lain bumi ini, sudah hampir seketika itu juga diketahui oleh seluruh negara, utamanya adalah berita vulgar ataupun berita tentang kekerasan, terlebih kini penghormatan HAM sangat diutamakan, tentu saja amat sangat berbeda dengan zaman dimana para nabi dulu mengemban amanatnya, jadi sudah harus diubah cara dan trik-nya. Dan yang sangat penting diingat, bukankah "susu sebelanga akan rusak oleh setitik nila?"

Bukankah begitu juga yang dilakukan Yayasan Buddha Tzu Chi, kebaikannya juga hampir tidak pernah terberitakan oleh media cetak maupun media tipi selain DAAI-TV yang memang milik Yayasan itu sendiri. Tapi konsistensi dan garis kebijakan demi kebaikan secara universal yang dilakukan, walau lambat akan mencitrakan kebaikan ajaran dibelakang Yayasan tersebut. Salut untuk keteguhan kebaikan yang dilakukan, juga ketika mengetahui ada Yayasan agama mayoritas negeri ini di daerah Parung-Bogor-Jabar yang "berani" menerima kebaikan tersebut. Karena bukankah kebaikan tidak berarti tanpa ada yang menerima kebaikan tersebut? Dan itu juga mencerminkan wawasan keterbukaan dari kedua belah pihak, saya sangat yakin itu adalah bagian dari penebaran bibit-bibit kebaikan dan toleransi secara riil bagi warga negeri ini.

Menyejukkan ketika mengetahui berita  bahwa ketika perayaan Natal tiba, NU ; FPI dibeberapa daerah juga membantu menjaga keamanan. Begitu juga ketika sholat Ied tiba, dari agama Kristen dan Katolik juga berkenan membantu menjaga keamanan. Ayolah kita galakkan toleransi, dan menurut perasaan saya, hal tersebut tidak akan menyalahi ajaran agama Anda.

Banyak juga kebaikan dari agama Kristen, Katolik, Hindu, Khonghucu, dan lainnya yang telah dilakukan, tapi tidak perlu risau kalau hal tersebut tidak ter-expose, maaf, juga tidak ter-expose lebih banyak pada artikel ini. Dan menurut saya, kebaikan yang tulus adalah kebaikan yang menyenangkan bagi yang memberi dan yang menerima tanpa embel-embel pamrih dibelakangnya.

Mencermati banyaknya perselisihan yang dipicu oleh agama dinegeri ini, apakah agama memang rumit dan sangat peka? Atau tergantung siapa yang mempermasalahkannya? Menurut saya, mohon maaf kalau salah, itu semua karena agama biasanya dikaitkan oleh politik, kalau sudah begitu, saya jamin siapapun yang memerintah negeri ini, tidaklah mudah mengurai masalah perselisihan yang disebabkan oleh agama tersebut. Bahkan masalah yang bukan dipicu oleh agama sekalipun juga bisa dikaitkan ke-masalah agama, begitulah rumitnya menangani rakyat yang serba multi.

Seperti contohnya kasus meletusnya Gunung Sinabung, lambatnya tanggapan oleh pemerintah pusat, membuat opini liar(benar?) berkembang dimayarakat, apalagi kemudian masyarakat membandingkan dengan penanganan kasus Gunung Kelud. Banyak berita opini menghubungkannya ke SARA, terutama karena memang warga yang menjadi korban ternyata dari lingkup berbeda, tentu saja sangat mendukung "seolah" benar opini liar tersebut. Rumit memang, dan itulah sebabnya dibutuhkan ketegasan, kesegeraan dan keadilan tanpa memihak demi kemaslahatan hidup bersama dalam bernegara di negeri ini.

Tapi masalahnya ..... apakah pemerintah yang (kapanpun)sedang berkuasa berani melakukan ketegasan tersebut? Ketegasan tanpa memihak dan sangat rentan ditunggangi oleh usur agama yang sangat ingin dimenangkan, dengan iming-iming vote suara untuk kelanggengan kekuasaan yang memang dibutuhkan oleh pemegang kekuasaan pemerintahan, atau bisa jadi ancaman jatuhnya pemerintahan sangatlah tidak mudah untuk dikesampingkan. Sungguh rumit dan tidak mudah bukan? Hanya individu pemimpin "berani" tidak populis mungkin bisa mengemban amanat itu, pemimpin yang berpegang teguh pada konstitusi negara dan berpihak pada kebenaran bukan yang lainnya, dan sepertinya agak sulit negeri ini mendapatkannya.

Atau jangan-jangan kita akhirnya akan juga mencontoh Amerika, bahwa pemerintah tidak seharusnya mencampuri urusan antara umat dan Tuhannya? Semoga yang terbaik untuk negeri ini, dan kita tidak usah harus berdarah-darah terlebih dahulu karenanya. Karena memang terlihat tidak elok ketika misalnya ada seorang Menteri, bahkan misalnya Menteri Agama tidak berkenan memberi ucapan selamat pada hari raya kepada kelompok umat lain yang tidak seagama karena merasa tidak dibenarkan oleh agamanya. Tapi mengapa mau menjadi Menteri, apakah tidak tahu jabatan Menteri adalah jabatan publik, walaupun itu Menteri Agama sekalipun, dan bukankah jabatan tersebut dimaksudkan untuk membawahi semua agama warganya? Tapi sekali lagi itu hanya "misal-nya", jadi tidak perlu menimbulkan polemik, syukur kalau kenyataannya tidak begitu. Mohon maaf ya kalau contohnya kurang berkenan.

Kembali kemasalah judul artikel ini, itupun saya juga memohon maaf kalau ternyata membuat Anda sekalian ingin ngamuk. Tapi cobalah ayo kita renungkan, dan mencoba mencari jawaban apa makna kebaikan dari ajaran tersebut, karena bukankah memang ajaran agama Anda juga mengatakan bahwa begitulah kenyataannya? Bukankah itu menunjukkan kesamaan ajaran semua agama, lalu kalau begitu apakah benar bahwa Allah memang plin-plan?

Bukankah agama adalah jalan pribadi menuju Tuhan .... Kitab suci semua agama menuntun umatnya menuju-NYA dengan hadiah surga. (*)

"Kalau dalam agama Anda, Tuhan mengajarkan kasih, lalu misal ada seseorang yang kebetulan tidak seagama dengan Anda, tapi hidupnya penuh dengan kasih sesuai dengan yang diajarkan oleh kitab suci Anda, apakah orang tersebut pasti akan masuk neraka? Kok seperti justifikasi oleh supir angkot jurusan surga ~ neraka saja?"(**)

"Untuk mendapatkan tiket masuk surga, Anda tidak harus memohon kepada Tuhan. Karena TUHAN ITU MAHA ADIL, maka berbuatlah baik sebanyak-banyaknya, maka tiket ke surga otomatis akan Anda dapatkan." (***)

Jadi kalau menurut saya yang awam ini, saya tentu saja tidak menuduh bahwa Allah plin-plan, tapi memaknainya sebagai ajaran kebaikan yang SAMA terhadap semua agama, dan kebaikan yang sama itu adalah kebaikan yang bisa diterima oleh semua umat manusia dengan latar belakang agama apapun juga. Atau istilah sederhananya adalah kebaikan universal. Itulah tiket kesurga sebenarnya, jadi bukan agama Anda yang menjamin Anda kesurga, tapi tindakan Anda, tindakan atas hasil AJARAN/TUNTUNAN agama yang Anda pilih atau jalankan selama ini.

Karenanya, ayo kita berlomba bertindak kebajikan, utamanya adalah kebajikan universal terhadap sesama manusia atau bahkan untuk bumi ini dan segenap isinya, bumi dimana kita tinggali bersama sebagai umat manusia. Bukankah apa yang Anda lakukan juga mencerminkan "ajaran/tuntunan" Anda? Apakah tidak boleh saya simpulkan, bahwa sebagai umat atas suatu agama, ternyata hasil tindakan kita-lah yang lebih mencerminkan kebaikan agama kita. Atau dalam bahasa lain, baik buruk-nya agama kita, akan dinilai karena perilaku kita sebagai umatnya, hasil dari ajaran/tuntunan agama yang kita anut. Setuju? (SPMC SW, Maret 2014)

----------------------------------------
CATATAN:

Setelah jadi dan saya baca, ternyata artikel ini banyak terpengaruh oleh artikel:

AKU TAHU AGAMA TUHANNYA KAUM HINDU/KRISTEN/MUSLIM/... || SENSITIF

http://t.co/IAWkAuxqFW


Artikel yang saya unggah pada November 2013 itu sebetulnya ingin saya beri judul:

"TUHAN AGAMAMU APA?" || SENSITIF

Tidak terjadi karena artikel dengan judul tersebut ternyata sudah banyak ada.

Jika Anda suka ber-kontemplasi dan tidak takut "tertampar", saya referensikan Anda juga membaca artikel:

SENSITIF || "AHOK MUSLIM SEJATI BERJUBAH NASRANI"

http://t.co/VyRkfTmzgo

----------------------------------------

(*) Artikel:
SENSITIF || DEBAT-KUSIR CARI AGAMA BERGARANSI SURGA

http://t.co/HdqRbsE2eE


(**) Artikel:
SENSITIF || "SELAIN MUSLIM NYEMPLUNG NERAKA"

http://t.co/hwmiE9t6Zw


(***) Artikel:
CALO RAHASIA TIKET SURGA

 http://t.co/InS7s93O53

-------------------------------------------

No comments:

Post a Comment