Wednesday, November 16, 2016

"PEMBIARAN POTENSI MAKAR, SENGAJA ATAU TIDAK TAU?"



"PEMBIARAN POTENSI MAKAR, SENGAJA ATAU TIDAK TAU?"
.
Opini Sensi Hidup Bernegara #SPMC Suhindro Wibisono.
.

Bom itu mencerabut nyawa anak batita (Intan, Gereja Oikumene, Samarinda, Kaltim), adakah pembenar yang bisa dialibikan, apapun itu? Bukankah sangat ngenes ketika juga ada yang bersuara "pemerintah mengalihkan isu", saya bingung andai yang bersangkutan ngaku sebagai warga negara yang juga cinta negaranya.
.
Ketika kebakaran rumah ibadah di Tolikara - Papua terjadi, saya hampir tak dengar suara lantang dari kelompok beragama sama dengan pelaku pembakaran bersuara, yang ada adalah suara sangat keras hampir dari seluruh pelosok negeri ini untuk mengusut tuntas, bahkan yang garis keras justru berseru untuk jihat membalas, yang bahkan mengancam sangat menakutkan, termasuk ancam kepala pemerintahan segala. Duh serasa negara ini hanya miliknya.
.
Ketika kebakaran rumah ibadah di Aceh Singkil terjadi, saya juga tidak dengar suara keras dari kelompok korban bersuara lantang, tapi tentu saja ada di dumay yang bersuara agar diusut tuntas, dan yang paling menyakitkan ada oknum ummat iseng yang bersuara itu adalah pembalasan.
.
Pembakaran rumah ibadah memang mencederai kemanusiaan, apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah agar hal itu tidak terus berulang?
.
Menurut saya, harusnya diusulkan bahwa setiap agama harus punya hirarki penanggung jawabnya. Strukturnya harus jelas sehingga ada penanggung jawab dan tidak terkesan serba liar, atau tidak terkesan begitu banyak masing-masing kelompok merasa paling benar, dan sok jagoan, jadinya malah terkesan seperti hidup dijaman batu, yang merasa hebat, kuat, berani, brutal adalah pemilik kekuasaan. Terus bagaimana manajemennya kalau hukum rimba yang diberlakukan?
.
Andai diseluruh NKRI ada hirarki tertinggi dalam agama (kepercayaan) A, B, C, D, E, F dstnya .... Contohnya ya, jangan emosi atau marah, ini hanya contoh dan hanya pemikiran saja. Dalam Islam kan ada banyak aliran, bisa saja dalam setiap aliran itu punya pemimpin tertinggi, tapi diatas semua pemimpin tertinggi itu, maka ditunjuklah yang mewakili mereka. Agar lebih mudah memahami yang saya maksud, lihatlah struktur pada angkatan bersenjata kita plus kepolisian misalnya, ada jenjang pemegang kekuasaan yang jelas.
.
Jadi misalnya, boleh saja NU dianggap TNI AD, Muhammadiyah dianggap TNI AL, aliran lain dianggap TNI AU, dan seterusnya, dan seterusnya. Yang tertinggi dalam suatu aliran dianggap ada KASAD, KASAL, KASAU, dan seterusnya. Lalu mereka semua yang pakai nama bendera sama, dalam hal ini contohnya misal Islam, maka yang tertinggi dari seluruh NKRI adalah Panglimanya (PANGAB) agama tersebut. Mengenai penunjukan mulai dari ketua wilayah sampai jejang atasnya, dan sampai paling atas, ya terserah mau bagaimana mekanismenya, silahkan dirundingkan berdasarkan aturan-aturan kesepakatan bersama, karena yang terpenting adalah penghormatan atas kesepakatan tersebut, karena tanpa penghormatan tidak ada gunanya struktur tersebut dibuat bukan?
.
Jadi bukankah kalau ada penanggung jawabnya maka akan mudah dicari siapa penanggung jawabnya? Begitu juga jika ingin menggalang massa, maka akan mudah dilakukan, tapi kesemuanya harus sepakat tunduk pada hukum negara, karena hukum negara memang adalah hukum yang menjebatani untuk semua rakyatnya yang tidak pedulikan apapun agamanya. Tapi yang repot adalah adanya banyak yang bersuara, bahwa konstitusi negara itu harusnya dibawah kitab sucinya, karena kitab suci itu produk Tuhan, sedangkan konstitusi negara adalah produk manusia. Dan hembusan pemahaman semacam itu kepada ummat itulah akar masalah penanaman wacana ke ummat agar berbuat makar. Pemahaman yang dianggap paling benar karena mengadu kitab sucinya dengan konstitusi negara. Padahal tanpa adanya ketentraman dalam negara, apakah mungkin agama dapat berkembang dan terimplementasi dengan nyaman? Contohnya di Palestina, Irak, Suriah apakah mereka dapat menjalankah ibadah sesuai agamanya dengan nyaman dan tentram?
.
Percayalah kesadaran dan rasionalitas dalam beragama itu sangat penting. Membiarkan para pendakwah dari agama apapun sesukanya mengutarakan pendapat, menghina pemimpin negara dan menyerukan makar atau bahkan bersuara lantang agar ummatnya siap jihad, menjadi syuhada, dan siap mati demi agama, bahkan dibarengi dengan mengutarakan ayat-ayat kitab suci, itu sama dengan menanamkan ummat agar berbuat makar, dan itulah akar masalah sesungguhnya. Tapi sepertinya negara (pemerintah) tidak pernah berbuat apapun untuk mencegah hal itu terjadi, berharap rakyatnya cerdas dan bisa memilah dan memilih sendiri mana yang baik dan mana yang buruk. Pemerintah seolah takut mendapat stempel memasung demokrasi, takut dikira melanggar HAM, takut distempel membrangus, takut dikira berbuat sewenang-wenang. Padahal bukankah pemerintah diharapkan dapat menyaring sekaligus membentengi rakyat agar tidak terjerumus untuk terjadinya makar yang bukan tidak mungkin sangat berpotensi negara NKRI menjadi banyak negara?
.
Memberantas itu lebih banyak memakan korban dari pada mencegah, dan untuk mencegah juga perlu tindakan keras dan tegas, tapi berkeadilan. Artinya siapapun menyebarkan kebencian dan potensi menimbulkan makar atas pemerintah yang sah, ya harus ditindak dengan tegas sesuai hukum yang berlaku, membiarkan hal itu berlarut-larut sangat terkesan pemerintah "takut" dan tidak mampu. Maaf. Sama seperti lemahnya penindakan hukum terhadap kasus narkoba, bahkan terkesan banyak oknum pejabat yang juga terlibat, lihatlah kenyataannya sekarang, seolah kasus narkoba sudah menjadi santapan berita sehari-hari, lalu ketika hal itu sudah mewabah, ketika saat ini berkehendak melakukan pemberantasan dengan tindakan keras, itu sudah sangat terlambat bukan? Karena menjadi tidak mudah lagi, sudah terlalu banyak rakyat yang kecanduan, artinya hukum ekonomi tentang "permintaan" sudah merupakan hal yang sangat menggiurkan. Bukankah hal itu merugikan negara dan bangsa karena banyak anak bangsanya yang menjadi "rusak" dan tentu saja menghabiskan biaya jauh lebih banyak dari pada seandainya doeloe-doeloe berani tegas dan keras menindak?
.
Apakah hal semacam itu juga akan terjadi pada makar yang diawali dari hembusan agama? Kalau memang banyak (mayoritas) rakyat berkehendak mendirikan negara ini menjadi negara berlandaskan agama, dan memang pemerintah tidak ingin membendung karena menganggap suara rakyat adalah suatu yang dianggap paling benar, ya kenapa tidak dengan damai saja mencarikan jalan keluarnya? Bukankah UUD juga bisa diamandemen, artinya negara itupun juga bisa diubah jika memang mayoritas rakyat menghendaki bukan? Percayalah jika pemerintah membiarkan penanaman doktrin kepada rakyat yang berpotensi makar itu didiamkan, hanya menunggu waktu saja untuk implementasinya. Dari pada begitu, hal yang tentu akan menelan banyak korban yang semuanya adalah anak bangsa juga, kenapa tidak membagi saja negara ini menjadi banyak negara, lalu negara-negara itu berserikat ..... Jadi seolah tiap propinsi dibagi sesuai agama yang dimau, lalu dibagi secara berkeadilan, dan tiap propinsi mempunyai hukum yang mandiri sesuai dengan kemauan mereka rakyatnya. Hanya khusus ibukota perserikatan negara saja yang memiliki hukum demokrasi seperti saat ini? Dan ibukota perserikatan negara itulah Jakarta ..... Semuanya bisa dibicarakan dan diatur dengan berkeadilan, jadi biarkan rakyat memilih mau tinggal di propinsi (negara bagian) yang mana yang sesuai keinginannya, dengan catatan hak miliknya akan diganti dengan hak milik di negara bagian yang diinginkan, pokoknya semua dengan keadilan. Mungkin butuh waktu teransisi 10 tahun untuk hal itu. Jika ternyata masih banyak rakyat yang mau negara demokrasi, ya bisa saja seluruh pulau Jawa dijadikan satu negara, lalu setelah referendum itu diberlakukan, hendaknya pemerintahan yang akan ada berani menindak potensi adanya penyebaran pemikiran makar. Bukankah intinya tetap sama, keberanian menindak potensi makar adalah hal terpenting untuk kelangsungan hidup bernegara? Jadi mau tunggu apalagi Pak Presiden? Kalau memang UU-nya belom ada untuk penindakan hal itu, ya mbok segera dibuat sebelum semuanya menjadi abu. Bukankah begitu? Maaf, itu semua hanya uneg-uneg yang ada dibenak saya. (#SPMCSW, Rabu, 16 Nopember 2016)
.
.
Sumber gambar:
eradamusmalum.blogspot .com

No comments:

Post a Comment