Monday, August 25, 2014

"MUHAMMAD SANUSI ATAU FADLI ZON LAYAK JADI WAGUB DKI?"

                            (Image source: izoruhai.wordpress.com)

Blogspot. Kemarin pelantikan anggota DPRD DKI periode 2014~2019, gosip menariknya tentu saja pemilihan Ketua DPRD-nya itu sendiri. Lalu setelah itu, gosip yang juga sensi adalah menerima atau menolak “Permohonan pengunduran diri Gubernur Jokowi”. Gosip inilah yang akan digoreng oleh banyak media dan menjadi sarana unjuk gigi para tokoh vokal, siapa tahu menjadi sarana gratis supaya eksis. Tapi logika waras mestinya tidak akan jadi masalah, karena bukankah tidak ada dasarnya dan akan sangat memalukan kalau ada yang menolak, tapi kalau urat malu bahkan sudah tidak punya lagi, apapun bisa terjadi bukan? Akan menuai hujatan kalau sampai ditolak, karena bisa dianggap menghalangi suksesi pemerintahan, dan tuduhan itu mestinya ya tidak bisa disepelekan. Moga-moga tidak ada yang lupa berpikir waras ya.

Yang paling seru adalah siapa akan menjadi Wagub DKI menggantikan Ahok yang otomatis naik pangkat jadi Gubernur karena Jokowi mengundurkan diri setelah terpilih menjadi Presiden. Wacana yang berkembang Gerindra menghendaki Wagub adalah hak-nya dengan alasan karena memang sesuai perjanjian waktu koalisi untuk siapa mencalonkan DKI-1 dan siapa mencalonkan DKI-2, konon ketika Pilkada tahun 2012 yang lalu begitulah kesepakatannya. Sepintas sepertinya masuk akal, bagaimana menurut Anda para pembaca?

Kalau menurut saya berdasarkan Sudut Pandang Mata Capung (SPMC), jika memang benar ada perjanjian itu, perjanjian koalisi PDIP dan Gerindra untuk DKI-1 dan DKI-2, maka hak Wagub DKI sekarang ini selayaknya menjadi hak PDIP. Pemikirannya begini, bagaimana kalau seandainya PDIP juga ngeyel, perjanjiannya adalah Gerindra berhak sebagai Wagub, jadi kalau gitu sekarang Gubernurnya ya jangan diisi dari Gerindra. Bagaimana hayo? Lucu kan? Tapi kan dasarnya perjanjian yang sama juga? Jadi Gerindra ternyata juga bergeser dari perjanjian tersebut karena keadaan yang hak awalnya adalah DKI-2 kini otomatis jadi DKI-1, bukankah juga tidak ada yang salah kalau DKI-2 menjadi hak-nya PDIP karena Jokowi terpilih jadi Presiden. Dan yang namanya koalisi ya tentu saja harus ada keduanya bukan?

Selain dari hal tersebut diatas, ada yang lebih penting semoga para tokoh partai tidak hanya karena serakah jabatan sampai harus melupakan tujuan kebaikan. Kalau misalnya Wagub juga diisi oleh tokoh dari Gerindra, bukankah justru paket kerja DKI-1 dan DKI-2 terancam tidak efektif? Jika Wagub-nya dari Gerindra, itu berarti PDIP digiring terpaksa harus jadi “oposisi” bukan? Lalu bisa jadi akan berlanjut ke hal-hal lain, misalnya Jokowi memang pernah berjanji untuk membantu DKI kalau menjadi Presiden, tapi kalau keadaan tersebut sehingga membuat Jokowi hanya membantu DKI dengan setengah hati, bagaimana? Apakah bisa disalahkan? Bukankah itu semua tidak ada kepastian ukurannya? Lalu ketika itu misal Ketua DPRD-nya adalah tokoh dari PDIP dan Wakil Ketua DPRD-nya dari Gerindra(sekarang belum fix), lengkap sudah kacaunya keadaan karena konflik politik saling silang kepentingan.

Semoga para tokoh yang terkait berpikir waras, jangan karena serakah jabatan justru menyengsarakan rakyat banyak. Padahal kalau Wagub-nya dipilih dari PDIP, Ahok akan segera hebat sebagai Gubernur DKI, bahkan bukan tidak mungkin DKI akan segera lebih hebat dibanding waktu Ahok masih di posisi DKI-2. Karena kalau DKI-2 dari PDIP dan kemudian ditarik benang merah sampai dengan “Koalisi Permanen Merah Putih”, bukankah oposisi bahkan mungkin jadi tidak ada lagi di DPRD DKI? Wow …betapa akan segera hebatnya DKI ….. (SPMC SW, Agustus 2014)
.


              (Image source: politik.kompasiana.com)


—————–
.
Catatan:
Berikuti perolehan suara dan kursi 10 partai politik untuk DPRD DKI Jakarta:


1. PDIP: 1.231.843 suara (28 kursi)
2. Gerindra: 592.568 suara (15 kursi)
3. PPP: 452.224 suara (10 kursi)
4. PKS: 424.400 suara (11 kursi)
5. Golkar: 376.221 suara (9 kursi)
6. Demokrat: 360.929 suara (10 kursi)
7. Hanura: 357.006 suara (10 kursi)
8. PKB: 260.159 suara (6 kursi)
9. NasDem: 206.117 suara (5 kursi)
10. PAN: 172.784 suara (2 kursi)


Total kursi: 106

( Sumber data di Catatan: http://t.co/SqI66ypEhX )

************************

No comments:

Post a Comment