Wednesday, October 7, 2015

"RUPIAH MABUK, APA PRESIDEN JUGA MABUK?"



"RUPIAH MABUK, APA PRESIDEN JUGA MABUK?"
.

Opini Mabuk | (SPMC) Suhindro Wibisono
.
.

KETIKA hari ini pemerintah mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid 3, bersamaan pula rupiah menguat drastis. Lalu semua tipi mengupas dengan dialog-dialog oleh para ahli, hampir semua para ahli mengatakan bahwa hal penguatan rupiah itu adalah faktor external, tentu saja Menteri pembantu pemerintah juga mengatakan bahwa kebijakan jilid 3 diterima positif oleh masyarakat dan kalangan usahawan. Begitulah kenyataannya, saling klaim berebut kebenaran untuk sesuatu yang tidak dapat diukur kebenarannya dengan pasti, jadi tidak bisa disalahkan apapun pendapatnya.
.
 
KETIKA sebelumnya rupiah turun dengan drastis dalam tempo sesingkat-singkatnya, hanya dalam tempo beberapa hari sudah akan tembus ke 15 ribu, sementara pemerintah juga merasa fundametal ekonomi "tidak ada masalah", lalu pengamat yang juga merangkap politisi atau pengamat yang negatif sudut pandangnya terhadap pemerintahan saat ini, mengatakan: pemerintah tidak kredibel ; tidak dipercaya pasar ; gagal ; yang seharusnya diganti bukan Menteri tapi Presidennya. Itu jelas sudah kebacut, terlalu tampak nyinyirnya, atau justru belum move on? Dan sayangnya kebanyakan tipi lebih suka mengangkat hal-hal semacam itu, hanya satu dua tipi yang terlihat tidak memihak dan mengundang pengamat yang lebih netral. Maaf kalau saya salah duga, karena sangat mungkin itu juga tergantung dari sudut pandang saya, ketika ada yang menilai negatif maka saya katakan tidak pro, sedang yang menilai positif saya katakan pro. Jadi sebetulnya semua tergantung sudut pandang ya?
.

KETIKA hari ini kurs rupiah dikisaran 13.800 per satu dolar Amerika, sedangkan kemarin 14.250, pendapat "ngawur" menurut saya itu jelas faktor external. Sekaligus mengomentari para pengamat yang tidak konsisten, ketika rupiah melemah banyak yang tereak pemerintah tidak becus, tapi ketika rupiah menguat dikatakan karena faktor external. Karena ukuran faktor external adalah jika banyak negara juga terdampak, sedangkan faktor internal itu jika hanya negara ini saja yang terdampak. Bukankah hari ini Ringgit juga menguat sangat signifikan terhadap dollar Amerika? Dan sebetulnya yang terpenting adalah posisi keterpurukan negara ini dibanding negara-negara lain, juga cadangan devisa-nya. Bukankah kenyataannya kita tidak diposisi jelek-jelek amat?
.

KETIKA juga ada yang kecewa karena harga premium ternyata tidak turun, tapi solar turun 200 rupiah menjadi 6.700,- per liternya, semoga itu tidak mengecewakan banyak rakyat. Karena kalau toh seandainya premium diturunkan 500 rupiah per liter, percayalah hal itu hampir tidak berpengaruh apa-apa kepada dunia usaha, pengusaha kita sudah biasa maunya menang sendiri, kalau harga BBM naik, harga-harga barang akan ikut naik bahkan sebelum harga BBM itu sendiri di naikkan, tapi kalau harga BBM turun harga barang hampir tidak ada yang turun, dan itu sudah sering terbukti pada waktu-waktu sebelumnya. Coba kita amati untuk buktikan, apakah dengan turunnya solar 200 rupiah akan ada harga barang yang turun? Bukankah banyak kendaraan angkutan barang yang juga menggunakan bahan baka solar?
.
KETIKA
waktu itu anak saya tanya tentang apa maksudnya China mendevaluasi mata uangnya, sementara rupiah melemah kita kok seperti kebakaran jenggot?

.
KETIKA itulah saya juga merasa kebakaran jenggot, kok ditanyakan saya? Emang saya paham apa? Apa dia lupa kalau pendidikan formal saya jauh dibawah dia? Walau saya harus maklum memang dia ambil jurusan komunikasi bukan ekonomi.
.

KETIKA itulah saya "nekat" memberi jawaban ala kadarnya walau tidak yakin kebenarannya. Gini menurut saya, jangan diketawain ya, mesem saja kalau salah kaprah, namanya juga "nekat" .....
.

KETIKA awal terjadinya krisis waktu itu China justru mendevaluasi mata uangnya, karena China bukan Indonesia, lalu apa perbedaan nyoloknya? China tidak takut kalau negeranya tidak mampu membeli barang-barang dari luar negeri. Sementara bandingkan dengan NKRI, ketika rupiah terpuruk, rakyat negeri ini sudah kesusahan makan tempe. China sudah mandiri untuk kebutuhan pokoknya, mereka justru mementingkan export produknya, maka dia mendevaluasi mata uangnya supaya negara-negara berkembang tetap merasa murah beli barang buatan China, exportnya tetap lancar, otomatis para pekerjanya tidak banyak yang kena PHK, dengan begitu walau keadaan ekonominya juga berdampak, tapi tidak banyak mempengaruhi kehidupan rakyat sekelas pekerja.
.
KETIKA
Presiden Jokowi mengutamakan pembuatan infrastruktur dan banyak waduk-waduk utamanya untuk membantu pertanian agar dikemudian hari kita mandiri dibidang pangan, sungguh itu adalah kebijakan sederhana tapi akan berdampak luar biasa. Kenapa hal yang sederhana itu tidak dilakukan oleh pemerintah-pemerintah sebelumnya? Lalu sekarang sok bijak banyak memberi nasehat? Hemmm ... kalau keseringan saya khawatir akan menepuk air dalam dulang.
.

KETIKA tahun ini negara tidak import beras, itu adalah hal sepele tapi banyak yang tidak mau memberi apresiasi, coba bayangkan kalau ada import walau sedikit, pasti hujatan akan bertubi-tubi. Saya kok yakin ketika nanti waduk-waduk sudah jadi, kita justru akan export hasil pertanian. Nelayan juga sudah mulai banyak yang syukuran, nelayannya mulai merasakan dampak pemberantasan penjarah-penjarah hasil laut, padahal bukankah pemerintah blom menambah peralatan canggih untuk memberantas para penjarah? Kenapa pemerintah sebelumnya tidak mau melakukan? Bukankah itu masalah keberpihakan? Coba bayangkan kalau nanti infrastruktur sudah banyak yang jadi, multi efek ekonominya akan sangat luar biasa, justru inilah sesungguhnya yang sangat penting, mobilitas rakyat akan sangat luar biasa, dan itu akan memutar roda ekonomi yang sangat signifikan, efek dominonya akan sangat mencengangkan. Lalu Pak Presiden juga memperhatikan kehidupan-kehidupan warga perbatasan yang masih sangat memprihatinkan, sungguh inilah satu-satunya Presiden NKRI yang justru peduli kepada rakyatnya, peduli wilayah negerinya. Andai keadaan ekonomi segera membaik sehingga negara punya anggaran lebih, saya kok yakin Pak Presiden inilah yang akan mengubah wajah negara ini yang sesungguhnya. Hayo berpikir positif dan memberi dukungan agar kesejahteraan rakyat cepat tercapai, padahal itu artinya juga untuk kita semua, bagi yang kurang suka karena yang jadi Presiden bukan jagoannya, hentikanlah mencemooh atau menghina Presiden, nanti 2019 ada pemilihan lagi, dan memang itulah aturan mainnya. Karena suka atau tidak suka, Anda akui atau tidak, selama Anda adalah warga negara Indonesia, Presiden Jokowi saat ini adalah Presiden kita bukan? (SPMC SW, Rabu, 7 Oktober 2015)
.
.
Sumber gambar:
bisnis.liputan6 .com

No comments:

Post a Comment