Sunday, March 1, 2015

"RAKYAT BERSATU TIDAK TERKALAHKAN, KAFIR AHOK SAATNYA DIMAKZULKAN"

                        (Gambar: merdeka.com)

Blogspot. Ribut lagi DKI, kali ini tentang RAPBD yang tidak disahkan oleh Mendagri, kenapa tidak disahkan, yang saya tangkap mulanya karena RAPBD  tidak ada tanda tangan persetujuan Ketua DPRD dan atau para Ketua Komisi yang telah membahas RAPBD tersebut. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Apakah berarti ada RAPBD palsu? Jawab singkatnya “iya”! Siapa yang memalsukan, tentu saja tudingan tertuju kepada yang memasukkan RAPBD, berarti Pemerintah DKI, dan itu dikomandani oleh AHOK. Dalam hal ini, seandainya Ahok tidak menduga bahwa RAPBD pasti TIDAK akan disetujui oleh Mendagri, itu berarti Ahok lupa paham prosedur, tapi kalau Ahok sudah menyadari itu dan tetap melakukan dari pada menempuh cara lain, berarti Ahok punya strategi lain, atau setidaknya “kurang sabar”, dan itulah sebab berkobar “Perang Badar”.


Semua anggota DPRD jadi “ngambek”, campur aduk kepentingan dalam urusan ngambek tersebut, termasuk dendam kesumat yang sudah sangat ingin menjatuhkan “Kafir Ahok” yang terus terang pernah disuarakan FPI dan tampak di “amini” oleh beberapa anggota DPRD dengan ikut demo dalam pelengseran Ahok beberapa waktu lalu itu. Tentu saja juga ada kepentingan yang sangat ditentang Ahok, yang memasukkan anggaran “siluman” dalam RAPBD DKI. Dan kepentingan lain, sehingga bulatlah kehendak anggota DPRD mengajukan hak angket yang semakin memanaskan situasi DKI, sangat mungkin semua anggota DPRD yang sudah geram terhadap Ahok menghendaki dapat membuka gerbang pemakzulan terhadap Gubernur DKI, utamanya saya duga dari Partai dimana Ahok pernah berada, juga dari jajaran Ketua DPRD yang sudah sangat sering “berantem” dengan Ahok.

Pelabelan arogan dan kasar-nya Ahok kenapa selalu dipermasalahkan? Kalau minta Ahok berprilaku seperti orang asli Solo atau Yogya, bukankah itu meng-ada-ada? Apa iya kita akan menyalahkan semua orang Batak atau mungkin juga orang Madura, dan mungkin juga daerah lain hanya karena kita pikir kurang beradat halus? Apakah itu bukan mengada-ada, cari-cari masalah sebetulnya tidak salah, atau istilah hukumnya kriminalisasi seperti gosip cicak vs buaya? Soal seringnya Ahok menuding siapapun dengan kata-kata “maling-rampok-penipu, …..dan lain-lain”, kalau mau dicermati lebih detail, itu lebih karena ulah Jurnalis melakukan potongan-potongan berita supaya bombastis, bahkan tidak jarang meng-adu-domba supaya gaduh dan beritanya lebih heboh. Apakah itu berarti saya menuduh banyak Jurnalis bohong? “Bukan!” Tapi kenyataannya memang Jurnalis suka memenggal-menggal pernyataan Ahok, hanya menitik beratkan kata-kata yang kasar saja, padahal kalau dicermati secara utuh, lengkap latar belakang apa sebab Ahok berkata yang dituduhkan arogan dan kasar itu, setahu saya tidak pernah melihat Ahok menyebut nama seseorang lalu dikatainya maling-rampok-penipu ….dan sebagainya. Sebagai gambaran, atas suatu masalah, misal Ahok mengatakan ada anggota DPRD yang korupsi atau diistilahkan maling, apakah itu salah sementara Ahok mengetahui data yang dituduhkan itu? Padahal diluar juga banyak rakyat yang geram karena ulah banyak koruptor, termasuk banyak tuduhan dialamatkan ke anggota DPR(D) bukan? Saya justru curiga …anggota DPRD yang gampang “kebakaran jenggot” alias gampang tersinggung, jangan-jangan benar dirinya itu maling?

Kembali ke masalah RAPBD heboh karena tuduhan ada anggaran siluman 12.1 T, saya melihat jelas adanya komunikasi yang tidak nyambung, bukankah seharusnya Ahok bisa telepon dulu ke Ketua DPRD-nya untuk mempertanyakan hal tersebut sebelum memasukkan RAPBD lain ke Mendagri? Karena toh pasti tidak disetujui kalau tidak ada tandatangan persetujuan DPRD? Atau bisa jadi Ahok memang sudah sangat siap dan mengkalkulasi apa yang memang akan atau justru diharap terjadi. Tapi mencermati apa yang disuarakan Ketua DPRD yang tersinggung karena Ahok telah memasukkan RAPBD yang tidak ada tanda persetujuan DPRD, maaf menurut saya kurang bijak. Karena Ketua DPRD hanya mempermasalahkan “palsu atau bodong” RAPBD, tidak mempermasalahkan kenapa hal itu terjadi? Ibarat “Gajah dipelupuk mata tidak mau dilihat, kuman diseberang lautan di-gadang sebesar Gunung Everest”, dan biasanya hal itu terjadi karena tidak adanya komunikasi yang harmonis, alias ada api dalam sekam, saling curiga karena aslinya memang sudah saling tidak suka. Menurut saya seharusnya Ketua DPRD meyakinkan terlebih dahulu betul atau tidaknya tuduhan adanya anggaran siluman, baru memutuskan perlu tidaknya hak angket, kalau ternyata nanti terbukti ada anggaran siluman yang diselundupkan, salahkah rakyat curiga bahwa memang benar ada korupsi berjamaah di DPRD itu sendiri? Bukankah dengan keputusan bulat mengajukan hak angket juga bisa dimaknai jangan-jangan DPRD menggunakan strategi perang “Sun Tzu”, serang terlebih dahulu sebelum kedok kita semua terbongkar?! Wkwkwk ….guyon lho, karena pasti sangat menyedihkan kalau benar begitu kejadiannya bukan? Dan sepertinya Ahok memang tidak mudah ditaklukkan, lebih tepatnya tidak mudah dikadali sekaligus tidak mudah digertak! Hayo mau pakai ilmu apalagi kalau ngadepin orang macam ini? Asal jangan “main kayu” saja ya….

            (Gambar: news.detik.com)

Gubernur DKI AHOK, nama lainnya adalah Basuki Tjahaja Purnama kependekannya BTP yang boleh disingkat Bersih - Transparan - Profesional. Butuh keteguhan moral untuk berani berprinsif seperti itu, memang bisa banyak makna, tapi hanya ada dua makna hebat didalamnya, yakni “Asli hebat” karena memang benar BERSIH - TRANSPARAN - PROFESIONAL, atau “penipu hebat” yang pakai kedok itu. Dan saya percaya Ahok memang jujur, karena sampai saat ini saya belum pernah dengar ada pejabat lain di Negeri ini yang berani mengatakan “hartanya siap dibuktikan secara terbalik” alias siap ditelusuri asal muasal kekayaannya. Dan untuk ukuran Indonesia, jelas Ahok orang yang maniak! Maniak kejujuran, sampai sering marah-marah melihat kenyataan yang ada, dan itulah salah satu hal saya menduga Ahok tidak takut dipecat, karena memang dia punya modal besar tentang kejujuran. Lebih rela dipecat dari pada membiarkan terjadinya perampokan yang apalagi hal itu terjadi diwilayah kekuasaan kerjanya. Dasar maniak! Hehehe ….

Mau tahu cerita lain tentang Ahok, ini sedikit cerita yang karena satu dan lain hal, saya tidak ingin mengungkap sumbernya, karena memang saya juga tidak membuktikan kebenarannya, tapi sebagai intermezo, bolehlah ya …. Beberapa waktu yang lalu, Ahok, bisa jadi Ahok sendiri atau mungkin istrinya, atau berdua, ingin membeli rumah, biasa ada strategi pemasaran perumahan, kalau Anda mau beli rumah banyak sekali cara bayarnya, ada yang cash keras, cash keras bertahap, kredit …dan lain-lain. Untuk cara yang ber-embel-embel cash biasanya ada diskon khusus, maka ketika mengetahui Ahok ingin membeli rumah, ditawarilah keistimewaan khusus, akan diberi diskon khusus yang bisa jadi 2 kali diskon yang resmi. Hehehehe …..enak sekali ya jadi orang terkenal, lalu setelah itu, Ahok tidak pernah datang lagi untuk melanjutkan proses transaksi beli properti tersebut, alias batal beli. Ternyata jajaran Direksi Perumahan tersebut salah duga, dikiranya memberi keistimewaan akan menarik hati Ahok, atau mungkin direncanakan sebagai promosi terselubung perumahan tersebut dipilih Gubernur, atau mungkin dikiranya kesempatan untuk menjalin pertemanan. Ternyata Ahok justru berpikir itu adalah unsur “gratifikasi”, jadi ingat Pak Hugeng mantan Kapolri di era doeloe!

Jadi, sebetulnya Ahok adalah fenomena di NKRI, karena saat ini memang sudah sangat langka kejujuran di Negeri ini, kalau toh banyak anggota DPR(D) yang sering kali berargumen: “Janganlah digebyah uyah, masih banyak kok anggota DPR(D) yang baik, yang bersih dan bla-bla-bla …..” Memang tidak tepat berkata begitu, tapi intinya kurang lebih begitu ….lalu maaf samar-samar rasanya saya juga pernah dengar Sutan Bhatoegama pernah mengatakan begitu, bahkan dengan bersumpah untuk meyakinkan atas kebersihannya, lalu akhirnya …….? Topeng monyet …. Sedih ternyata banyak dari kita yang tampak gagah perkasa, gagah dengan topeng kemunafikannya!

Sebagai rakyat, saya coba nekat mengingatkan Ahok, menyangkut RAPBD kali ini, karena dibahasnya adalah antara komisi-komisi DPRD dan SKPD(dan atau lainnya), maka kalau boleh diibaratkan SKPD adalah mewakili Pemerintah dalam hal ini pimpinannya adalah Ahok, itu berarti mereka adalah bawahannya Ahok. Maka ketika ada hal-hal yang sekiranya tidak benar, kalau saya jadi Ahok, pertama sekali saya tentu akan menyalahkan orang sendiri(SKPD) sebelum menyalahkan orang lain(DPRD), bukankah DPRD tidak mungkin korupsi sendirian tanpa dukungan eksekutif, ibaratnya bertepuk mestinya ya pakai dua tangan bukan? Kalau alasannya dipaksakan, jelas itu alasan model anak kecil yang tidak pas sebagai alasan kalau memang sejatinya tidak ikut terlibat didalamnya. Seandainya dalam hal ini, Ahok mengumpakan dirinya sendiri yang terlibat dalam pembahasan RAPBD, apakah kira-kira Ahok bisa menyetujui penyelewengan kalau dirinya sendiri tidak ikut menikmatinya, apakah mungkin Ahok beralasan “dipaksa”? Pak Gubernur, jangan lupa musuh dalam selimut ya. Karena semua itulah, sejatinya saya justru menduga Ahok kini sedang tersesat, tersesat dirimba yang dipenuhi oleh para koruptor, jadi apa mungkin mengimplementasikan kejujuran, sementara ternyata tidak ada satupun orang lain jujur dirimba yang dimasuki Ahok saat ini? (SPMC SW, Maret 2015)


Tambahan:
Judul Artikel ini mengingatkan saya untuk berharap semoga geger DKI tidak ada yang menyangkutkan ke ranah agama dan juga ras, bukankah kita tidak bisa memilih untuk lahir sebagai ras apa? Karena menurut saya, percayalah tiket test masuk surga tidak mungkin ditanyakan soal Ahok kenapa bisa jadi Gubernur DKI Jakarta. Jangan marah ya kalau saya salah duga pertanyaan test masuk surga.

Semoga Pak Ahok juga ingat membandingkan dengan kasus Bus TransJakarta, bukankah yang akhirnya ditahan orang eksekutif sendiri? Karena saya perhatikan di tipi tidak banyak yang mencurigai, mereka hanya mengaitkan pertarungan antara Ahok dan Anggota Dewan, padahal saya curiga bagaimana kalau seandainya Ahok juga sedang diadu domba? Itulah saya mengibaratkan Ahok tersesat “sendirian” di rimba penuh tipu daya yang menganggap korupsi adalah wajar dan biasa. Dapatkah kita membayangkan situasi kerja Ahok, bisa jadi yang terlihat mengkhawatirkan hanya Ahok seorang? Ibarat se-ekor kuda dikepung kawanan singa yang lapar. Apa sudah begitu bobrok Negeri ini, atau lebih bobrok dari yang saya gambarkan? Memilukan sekaligus menyedihkan, dan maafkan artikel ini seperti menggambarkan kerancuan dalam kejengkelan yang memang sedang saya rasakan. Sekali lagi maaf. (((SW)))


No comments:

Post a Comment