Wednesday, May 13, 2015

"MAY DAY, SKENARIO DRAMA POLITIK CITRA: ONENG - PDIP - PRESIDEN"

                          (Gambar: indopos.co.id)


(BLOGSPOT) Menurut beberapa berita, pagi ini Oneng (RDP) akan mengerahkan para buruh untuk menggeruduk Istana menyampaikan banyak tuntutan kepada Presiden, kalau ingin tahu apa saja tuntutannya bisa cari via Google atau cermati berita tipi siang ini mungkin akan banyak yang memberitakan. Tapi yang menarik adalah pernyataan menyesalnya Oneng telah menganjurkan memilih Jokowi-JK pada Pilpres yang lalu. Lalu banyak yang memberi apresiasi atas kebesaran jiwa tersebut, maka dituailah sanjungan: hebat, pro buruh dan sebagainya ….

Effendi Simbolon juga banyak mengecam Presiden Jokowi, salah satu pernyataannya tentang kehendak untuk pengangkatan BG sebagai kapolri sebetulnya juga banyak politisi PDIP yang punya misi sama, maka saya anggap memang itulah garis kebijakan partai. Heboh pemberitaan tentang ES terutama karena mewacanakan pernyataan tentang yang perlu di-reshuffle bukan kabinetnya, tapi pimpinannya. Tentu itu pernyataan menarik untuk para jurnalis media bukan?

Lalu ayo kita simak kedua tokoh kontroversial tersebut di atas, sambil nyerempet partainya. Pasti banyak yang masih ingat ketika Pilkada Jabar yang lalu, waktu itu Oneng mencalonkan diri dan kampanyenya dibantu Pak Jokowi, begitu juga dengan ES waktu ikut Pilkada Sumut. Jadi apakah masuk akal kalau kedua tokoh tersebut “sejatinya” benar memusuhi Presiden Jokowi yang nyatanya memang mereka bertiga dari partai yang sama PDIP?

                          (Gambar: kabar24.bisnis.com)
 
Politik memang penuh intrik, dalam hal pencitraan segala hal bisa dilakukan, untuk meraih simpati rakyat, tipu daya pun kalau bisa dihalalkan. Terlebih sebentar lagi akan ada Pilkada serentak, syukur nama partai bisa banyak mendongkrak calon Kepala Daerah jagoannya nanti.

Ramalan skenario Oneng mungkin gini, besok unjuk rasa bersama buruh nggeruduk Istana menyampaikan tuntutan, lalu kalau memungkinkan Presiden akan menemuinya, tapi kalau tidak mungkin ya tidak apa, karena khabarnya akan mengerahkan buruh sebanyak 50 ribu orang, bukankah mengendalikan massa sebanyak itu juga tidak mudah? Langkah berikutnya adalah Presiden mengabulkan sebagian tuntutan pengunjuk rasa, maka Oneng akan semakin tampak bak pahlawan, mungkin saja ada yang menjulukinya Srikandi Indonesia.

Partainya terlihat hebat karena membela wong cilik, dan tetap mengkritisi Pemerintah walau Pemerintahan dari partainya sendiri, menagih janji kampanye Presiden, dan bla-bla-bla ….

Itu ramalan versi saya, karena kalau memang Oneng niatnya mengaku salah dulu telah menganjurkan buruh memilih Capres Jokowi-JK, bukankah akan tampak elegan dan penuh rasa tanggung jawab kalau yang bersangkutan mengundurkan diri dari PDIP misalnya?

ES dan Oneng seolah-olah berani lancang, tebakan saya itu semua adalah skenario, kalau asli berani dan bener mbalelo, apa ketua partainya akan mendiamkan kadernya saling gontok-gontokan? Apalagi yang dimusuhi adalah Presiden yang dicalonkan oleh ketua umumnya. Saya pikir tidak mungkin terjadi kalau tidak ada skenario. Kalau saya boleh berpendapat, jangan terlalu kelewatan, salah-salah seperti menepuk air dalam dulang, karena itu bisa menciptakan api dalam sekam di hati rakyat. Jangan lupa tentang banyaknya pernyataan waktu menjelang Pilpres dulu, banyak rakyat yang sebetulnya memilih presidennya bukan partainya. Maka ketika pada akhirnya rakyat menyadari bahwa presidennya ternyata tidak bisa berbuat apa-apa karena bukan ketua partai, sangat mungkin pada Pilpres yang akan datang PDIP akan gigit jari, karena rakyat kapok untuk memilih lagi walau ada calon presiden idaman di dalamnya.

Bukankah sangat lucu ketika semua tokoh partai pengusung berseberangan dengan Presiden usulannya sendiri? Sementara rakyat yang melek rasa pro-presidennya? Salahkah kalau akhirnya rakyat memberi stempel Presiden Boneka ketika akhirnya Presiden menuruti kehendak Partai? Apakah hal-hal semacam itu tidak akan dicatat di benak rakyat? Kalau mau membuat sejarah tidak tercela, kenapa tidak benar-benar membebaskan Presiden berkarya, kecuali memang tujuan partai sebangun dengan nurani Presiden, silahkan saja berkolaborasi. Dan itu saya sedang membicarakan tentang penunjukan individu “pembantu” Presiden yang sering kali terjadi tarik ulur kepentingan.

Kalau tidak percaya dengan Presidennya karena menganggap Presiden melupakan partainya, kenapa dulu dicalonkan? Kalau curiga Presiden mudah dipengaruhi oleh pembisik-pembisik yang bermaksud menjauhkan Presiden dengan partainya, berarti dulu salah mencalonkan Presiden yang terpilih saat ini. Padahal saya melihat Presiden Jokowi bukan tipe orang yang tidak tahu balas budi, tapi saya juga melihat Pak Jokowi orang yang jujur, dan mungkin kejujuran inilah yang suka menjadikan kendala besar di bidang politik yang penuh intrik. Bahkan bukan tidak mungkin kejujuran bisa dimaknai kebloonan, atau dianggap culun. Padahal kalau mau memberi kesempatan, bukan tidak mungkin akan sangat mengharumkan nama pengusungnya, karena dianggap orang yang menemukan dan memberi kesempatan sehingga semuanya bisa menjadi baik, utamanya adalah kebaikan Negara.

                          (Gambar: nurjaan.org)

Jadi cobalah jangan pakai lagi politik intrik, percayalah kekalahan atau mempermalukan Presiden terlebih oleh tokoh-tokoh partainya sendiri, itu sama dengan menyulitkan Presiden. Kalau saya boleh ibaratkan Presiden adalah keluarganya partai, maka seharusnya dari pihak keluargalah yang memberi contoh menghormati atau menghargai Presidennya terlebih dahulu, maka orang lain juga akan menghargai Presiden tersebut. Silahkan kritik Presiden kalau salah mengambil kebijakan, tapi bukan kebijakan penunjukan bawahan Presiden yang karena bukan keinginan Partai, karena itu namanya “mencampuri” atau bahkan ingin mengambil alih hak Presiden yang sangat mudah terbaca oleh rakyat. Jangan lupa Politik itu pekerjaan yang berkesinambungan, bukan hanya untuk kepentingan sesaat.(SPMC SW, 1 Mei 2015)
.
 
“SELAMAT HARI BURUH”
.
.
 
Cerita Pinggir:
 

Sekedar contoh, saya pernah melihat suatu keluarga yang anaknya menjadi Pastor, lalu saudara terutama orang tua Pastor tentu sangat sulit memanggil anaknya atau adiknya yang sudah menjadi Pastor tersebut dengan sebutan “Romo” misalnya. Padahal anaknya tersebut untuk tingkatan Pastor juga termasuk punya kedudukan atau semacam senior atau bahkan pembimbingnya(gurunya) para calon Pastor. Bukankah sangat aneh ketika ortunya atau saudaranya ketemu pastor lain yang lebih yunior dari anaknya atau bisa jadi mantan murid anaknya, mereka memanggilnya “Romo” dan begitu menghormatinya, tetapi memanggil anak, adik, saudara sendiri tidak mau memanggil Romo. (((SW)))

No comments:

Post a Comment