(Gambar: indopos.co.id)
(BLOGSPOT) Menurut beberapa berita, pagi ini Oneng
(RDP) akan mengerahkan para buruh untuk menggeruduk Istana
menyampaikan banyak tuntutan kepada Presiden, kalau ingin tahu apa saja
tuntutannya bisa cari via Google atau cermati berita tipi siang ini
mungkin akan banyak yang memberitakan. Tapi yang menarik adalah
pernyataan menyesalnya Oneng telah menganjurkan memilih Jokowi-JK pada
Pilpres yang lalu. Lalu banyak yang memberi apresiasi atas kebesaran
jiwa tersebut, maka dituailah sanjungan: hebat, pro buruh dan
sebagainya ….
Effendi Simbolon juga banyak mengecam Presiden Jokowi, salah satu
pernyataannya tentang kehendak untuk pengangkatan BG sebagai kapolri
sebetulnya juga banyak politisi PDIP yang punya misi sama, maka saya
anggap memang itulah garis kebijakan partai. Heboh pemberitaan tentang
ES terutama karena mewacanakan pernyataan tentang yang perlu di-reshuffle bukan kabinetnya, tapi pimpinannya. Tentu itu pernyataan menarik untuk para jurnalis media bukan?
Lalu ayo kita simak kedua tokoh kontroversial tersebut di atas, sambil
nyerempet partainya. Pasti banyak yang masih ingat ketika Pilkada Jabar
yang lalu, waktu itu Oneng mencalonkan diri dan kampanyenya dibantu Pak
Jokowi, begitu juga dengan ES waktu ikut Pilkada Sumut. Jadi apakah
masuk akal kalau kedua tokoh tersebut “sejatinya” benar memusuhi
Presiden Jokowi yang nyatanya memang mereka bertiga dari partai yang
sama PDIP?
(Gambar: kabar24.bisnis.com)
Politik memang penuh intrik, dalam hal pencitraan segala hal bisa
dilakukan, untuk meraih simpati rakyat, tipu daya pun kalau bisa
dihalalkan. Terlebih sebentar lagi akan ada Pilkada serentak, syukur
nama partai bisa banyak mendongkrak calon Kepala Daerah jagoannya nanti.
Ramalan skenario Oneng mungkin gini, besok unjuk rasa bersama buruh
nggeruduk Istana menyampaikan tuntutan, lalu kalau memungkinkan Presiden
akan menemuinya, tapi kalau tidak mungkin ya tidak apa, karena
khabarnya akan mengerahkan buruh sebanyak 50 ribu orang, bukankah
mengendalikan massa sebanyak itu juga tidak mudah? Langkah berikutnya
adalah Presiden mengabulkan sebagian tuntutan pengunjuk rasa, maka Oneng
akan semakin tampak bak pahlawan, mungkin saja ada yang menjulukinya
Srikandi Indonesia.
Partainya terlihat hebat karena membela wong cilik, dan tetap
mengkritisi Pemerintah walau Pemerintahan dari partainya sendiri,
menagih janji kampanye Presiden, dan bla-bla-bla ….
Itu ramalan versi saya, karena kalau memang Oneng niatnya mengaku salah
dulu telah menganjurkan buruh memilih Capres Jokowi-JK, bukankah akan
tampak elegan dan penuh rasa tanggung jawab kalau yang bersangkutan
mengundurkan diri dari PDIP misalnya?
ES dan Oneng seolah-olah berani lancang, tebakan saya itu semua adalah
skenario, kalau asli berani dan bener mbalelo, apa ketua partainya akan
mendiamkan kadernya saling gontok-gontokan? Apalagi yang dimusuhi
adalah Presiden yang dicalonkan oleh ketua umumnya. Saya pikir tidak
mungkin terjadi kalau tidak ada skenario. Kalau saya boleh berpendapat,
jangan terlalu kelewatan, salah-salah seperti menepuk air dalam
dulang, karena itu bisa menciptakan api dalam sekam di hati rakyat.
Jangan lupa tentang banyaknya pernyataan waktu menjelang Pilpres dulu,
banyak rakyat yang sebetulnya memilih presidennya bukan partainya. Maka
ketika pada akhirnya rakyat menyadari bahwa presidennya ternyata tidak
bisa berbuat apa-apa karena bukan ketua partai, sangat mungkin pada
Pilpres yang akan datang PDIP akan gigit jari, karena rakyat kapok
untuk memilih lagi walau ada calon presiden idaman di dalamnya.
Bukankah sangat lucu ketika semua tokoh partai pengusung berseberangan
dengan Presiden usulannya sendiri? Sementara rakyat yang melek rasa
pro-presidennya? Salahkah kalau akhirnya rakyat memberi stempel Presiden
Boneka ketika akhirnya Presiden menuruti kehendak Partai? Apakah
hal-hal semacam itu tidak akan dicatat di benak rakyat? Kalau mau
membuat sejarah tidak tercela, kenapa tidak benar-benar membebaskan
Presiden berkarya, kecuali memang tujuan partai sebangun dengan nurani
Presiden, silahkan saja berkolaborasi. Dan itu saya sedang membicarakan
tentang penunjukan individu “pembantu” Presiden yang sering kali
terjadi tarik ulur kepentingan.
Kalau tidak percaya dengan Presidennya karena menganggap Presiden
melupakan partainya, kenapa dulu dicalonkan? Kalau curiga Presiden
mudah dipengaruhi oleh pembisik-pembisik yang bermaksud menjauhkan
Presiden dengan partainya, berarti dulu salah mencalonkan Presiden yang
terpilih saat ini. Padahal saya melihat Presiden Jokowi bukan tipe
orang yang tidak tahu balas budi, tapi saya juga melihat Pak Jokowi
orang yang jujur, dan mungkin kejujuran inilah yang suka menjadikan
kendala besar di bidang politik yang penuh intrik. Bahkan bukan tidak
mungkin kejujuran bisa dimaknai kebloonan, atau dianggap culun. Padahal
kalau mau memberi kesempatan, bukan tidak mungkin akan sangat
mengharumkan nama pengusungnya, karena dianggap orang yang menemukan
dan memberi kesempatan sehingga semuanya bisa menjadi baik, utamanya
adalah kebaikan Negara.
(Gambar: nurjaan.org)
Jadi cobalah jangan pakai lagi politik intrik, percayalah kekalahan atau
mempermalukan Presiden terlebih oleh tokoh-tokoh partainya sendiri,
itu sama dengan menyulitkan Presiden. Kalau saya boleh ibaratkan
Presiden adalah keluarganya partai, maka seharusnya dari pihak
keluargalah yang memberi contoh menghormati atau menghargai Presidennya
terlebih dahulu, maka orang lain juga akan menghargai Presiden
tersebut. Silahkan kritik Presiden kalau salah mengambil kebijakan,
tapi bukan kebijakan penunjukan bawahan Presiden yang karena bukan
keinginan Partai, karena itu namanya “mencampuri” atau bahkan ingin
mengambil alih hak Presiden yang sangat mudah terbaca oleh rakyat.
Jangan lupa Politik itu pekerjaan yang berkesinambungan, bukan hanya
untuk kepentingan sesaat.(SPMC SW, 1 Mei 2015)
.
“SELAMAT HARI BURUH”
.
.
Cerita Pinggir:
Sekedar contoh, saya pernah melihat suatu keluarga yang anaknya menjadi
Pastor, lalu saudara terutama orang tua Pastor tentu sangat sulit
memanggil anaknya atau adiknya yang sudah menjadi Pastor tersebut dengan
sebutan “Romo” misalnya. Padahal anaknya tersebut untuk tingkatan
Pastor juga termasuk punya kedudukan atau semacam senior atau bahkan
pembimbingnya(gurunya) para calon Pastor. Bukankah sangat aneh ketika
ortunya atau saudaranya ketemu pastor lain yang lebih yunior dari
anaknya atau bisa jadi mantan murid anaknya, mereka memanggilnya “Romo”
dan begitu menghormatinya, tetapi memanggil anak, adik, saudara
sendiri tidak mau memanggil Romo. (((SW)))
( 5M ) ~ SPMC = "Sudut Pandang Mata Capung" ~ yang boleh diartikan ~ "Sudut Pandang Majemuk" || MEMPERHATIKAN kebenaran-kebenaran sepele yang di-sepele-kan ; MENCARI-tahu mana yang benar-benar "benar" dan mana yang benar-benar "salah" ; MENYUARAKAN kebenaran-kebanaran yang di-gadai-kan dan ter-gadai-kan ; MENGHARAP kembali ke dasar-dasar kebenaran yang di-lupa-kan dan ter-lupa-kan ; MENOLAK membenarkan hal-hal yang tidak semestinya, menolak menyalahkan hal-hal yang semestinya. (© 2013~SW)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment