Tuesday, September 6, 2016

JANGAN TERSESAT DI RIMBA "PEMBODOHAN"

JANGAN TERSESAT DI RIMBA "PEMBODOHAN"
.
Opini dongkol #SPMC Suhindro Wibisono.
.
Ketika mendengar berita soal Reza yang ternyata dibebaskan karena test urinenya negatif, masih biasa saja, dan engga gumun. Indonesia ini, ojo gumunan.
.
Tapi ketika dibalik dinyatakan bebas juga dinyatakan harus "rehabilitasi", seketika itu juga langsung mikir, seng gendeng iki sopo? Aku yang engga paham masalah, kupingku seng salah, cara berpikirku seng salah kaprah, atau aku benar-benar sudah parah? (Maaf kalau ternyata salah mencermati berita)
.
Mungkin ada yang bisa bantu, "rehabilitasi" itu untuk apa? Wong bersih dari narkoba kok rehabilitasi? Apa ya yang ingin dipamerkan pada masyarakat? Bukankah seharusnya Reza yang memberikan kesaksian bagi para pencandu, apa resep yang dipakai sampai begitu hebatnya yang bersangkutan, gaul dengan pecandu tapi tidak ikut kecanduan? Itu logika saya, bagaimana menurut Anda?
.
Negeri tercinta ini memang sangat ngenes, lihat sidang kesaksiannya Ahok yang menyidangkan Sanusi juga menggelikan. Utamanya dialog antara Ahok dan tim pembela, kasus utamanya soal usaha penghilangan pembagian keuntungan 15 persen yang seharusnya diperoleh Pemprov DKI oleh pihak Legislatif. Untuk hal itu Pemprov DKI sudah mengadakan perjanjian tertulis dengan pengusaha reklamasi, dan sudah sama-sama setuju bahwa pengusaha pengembang akan memberikan kontribusi tambahan 15 persen dari hasil penjualan hasil reklamasi itu.
.
Ketika anggota DPRD Sanusi yang tertangkap tangan oleh KPK dan dituduh berhubungan dengan kasus tersebut, lalu pembelanya kok sepertinya tidak punya nurani atas negeri ini. Membela dengan cara mengusahakan agar Ahok yang tampak salah. Kontribusi 15 persen dari hasil reklamasi itu hitungan kasarnya ada dikisaran sekitar 45~50 triliun, dan akan digunakan untuk sebesar-besar manfaat bagi DKI, tentu saja semua bermuara untuk rakyat Ibu Kota, apa engga keblinger beneran jika itu justru mau dihilangkan oleh oknum anggota DPRD DKI? Jadi sebenernya anggota DPRD ini dipilih untuk mewakili siapa? Bener-bener bikin orang gedeg, kok engga ada yang malu ya anggota DPRD itu? Bukannya segera tobat dan minta ampun, malah mau nyalahkan Gubernurnya yang mencarikan dana bagi rakyat, saya kok yakin banyak para oknum anggota DPRD yang tidak punya nurani manusiawi, dan lebih ngenes lihat para pengacara itu juga. Kalau ada yang beranggapan bahwa memang itulah kerjaannya pengacara, berarti pejalanan kedepan akan semakin bubrahlah negeri ini. Coba bayangkan kalau seandainya pesakitan bebas karena hebatnya pengacara, termasuk seandainya hebat karena dapat "mengatur" persidangan, atau dijatuhi hukuman ringan agar "tampak" persidangan berjalan normal, itulah yang saya maksud negeri ini akan semakin bubrah karena para perampok akan semakin tidak takut lagi. NGENES.
.
Sanusi OTT oleh KPK dengan bukti 1M, dan ternyata berita kumulatifnya 2M, lalu juga diberitakan alibinya duit itu bukan sogok'an, tapi sumbangan untuk dana kampanye karena Sanusi akan mencalonkan diri maju sebagai Cagub.
.
SEANDAINYA itu benar dialibikan, hayo kita berlogika agar banyak rakyat paham. Rasionalkah duit 2M itu sebagai sumbangan untuk maju sebagai Cagub dan bukan duit sogok'an?
.
Karena setahuku, UU hanya membolehkan besarnya sumbangan itu 50 juta untuk perorangan, dan 500 juta untuk badan (perusahaan dan sejenisnya). Lalu kapan sumbangan boleh diberikan, saya memang tidak paham, tapi kalau mencalonkan saja belum jelas bisa atau tidak, apakah boleh menerima sumbangan untuk kampanye misalnya? Dan kalau benar itu uang sumbangan, kenapa memberikannya pakai umpet-umpetan? Semoga pemberi sogok'an mendapat hukuman setimpal, bila memang dialibikan untuk kampanye karena besarannya juga melanggar, maka sebaiknya penyumbang jangan sampai lolos dari hukuman. Biar kapok, akan lebih baik kalau besar dan lamanya hukuman sama ukurannya antara pemberi dan penerima. Hayo bangkitlah negeriku, dan itu baru mungkin jika aparat keamanannya dan juga penegak keadilan tegas dan jujur. Semoga. (#SPMCSW, Selasa, 6 September 2016)
.
.
Sumber gambar:
www.kompasiana .com

No comments:

Post a Comment